Esti
Listiari & Arundati Shinta
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Foto : Elisa |
Dalam suatu organisasi, sering ada salah seorang karyawan
yang merasa tidak puas dengan segala sesuatu yang dimilikinya. Ia mungkin saja
selalu membanding-bandingkan segala sesuatu yang diterimanya (gaji dan
fasilitas lainnya). Mudah ditebak, ia akan selalu merasa bahwa segala sesuatu yang
diterimannya selalu lebih rendah dan lebih buruk daripada karyawan lainnya.
Bila hal ini tidak segera diatasi oleh pimpinan, maka karyawan tersebut akan
menjadi semacam ’duri dalam daging’ bagi karyawan-karyawan lainnya. Apabila
karyawan tersebut cukup vokal, maka mungkin saja ia akan menimbulkan keresahan
dan membuat suasana kerja menjadi semakin tidak nyaman.
Apa yang sebaiknya dilakukan pimpinan terhadap karyawan yang
selalu tidak puas tersebut? Pimpinan perlu mengetahui bahwa pada hakekatnya semua
orang saling bias dalam menilai segala sesuatu yang diperoleh teman. Hal ini
sesuai dengan peristiwa pembiasan cahaya dalam dunia fisika. Cobalah masukkan
sebatang kayu yang lurus ke dalam sebuah kolam air. Kayu akan nampak bengkok,
meskipun sebenarnya kayu teresbut lurus. Hal ini terjadi karena berkas-berkas
cahaya telah dibengkokkan oleh air, sehingga mata melihat kayu tersebut menjadi
bengkok. Jadi dalam hal ini media yang telah ‘menghalangi’ cahaya adalah air.
Begitu juga dengan penilaian karyawan tentang segala sesuatu yang diterimanya.
Pada hakekatnya ada dua penghalang yang membuat penilaian
pemerolehan menjadi tidak objektif. Penghalang pertama ada dalam diri karyawan itu sendiri, dan
penghalang kedua ada dalam teman kerja yang menjadi target penilaian. Kedua
penghalang itu saling berinteraksi sehingga sulit menentukan suatu penghalang
termasuk sebagai penghalang pertama atau kedua. Apa saja contoh
penghalang-penghalang tersebut? Contoh penghalang yang berasal dari dalam diri
individu antara lain individu kurang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan tentang
strategi bekerja dengan efektif dan terlalu dikuasai oleh rasa iri atau selalu
berpikiran negatif. Penghalang yang berasal dari diri teman antara lain teman
memang sengaja membuat penampilan yang bias agar lingkungan sosialnya keliru
dalam menilainya. Tujuan perilaku yang membuat bias penilaian dari lingkungan
mungkin saja ia ingin mendapatkan pujian, atau justru ingin menyembunyikan
segala sesuatu yang telah dimilikinya. Mungkin saja teman kerja itu
berkepribadian tertutup.
Sesungguhnya, saling membandingkan atau
mengevaluasi teman kerja tentang segala sesuatu adalah manusiawi. Pada orang
Jawa, gejala semacam itu disebut wang
sinawang. Dampak buruk dari kebiasaan saling mengevaluasi adalah rasa tidak
puas, rasa marah pada pimpinan karena menganggap pimpinan tidak adil, dan rasa
inferior yang berlebihan. Kalau memang saling mengevaluasi adalah hal yang
manusiawi, maka apa saja strateginya agar tidak muncul hal-hal buruk?
Apa saja strategi yang dapat ditempuh
oleh pimpinan dan juga para karyawan dalam hal saling mengevaluasi teman kerja?
Strategi yang dapat diambil adalah memandingkan dengan cara yang lebih
proporsional. Artinya pembandingannya memasukkan unsur input (sumbangan) dan juga output
(hasil yang diperolehnya). Strategi ini adalah sumbangna dari teori keadilan (equity theory) yang dikemukakan oleh J.
Stacy Adams (dalam Robbins, 1998:182). Penjelasan secara lebih runtut adalah
sebagai berikut:
Tabel
1. Perbandingan antara input dan output dalam teori keadilan.
Rasio Perbandingan
|
Persepsi yang muncul
|
O / I A
< O / I B
|
Tak adil, imbalan
terasa lebih sedikit (lessrewarded). Individu merasa menjadi seperti anak
tiri.
|
O / I A = O / I B
|
Adil
|
O / I A > O / I B
|
Tak adil, imbalan terasa lebih banyak (overrewarded). Individu merasa menjadi seperti anak emas.
|
Catatan: O adalah output,
I adalah input, A adalah karyawan itu
sendiri, dan B adalah karyawan lain. Contoh output
yaitu gaji dan input adalah tingkat
pendidikan (Robbins, 1998:183).
Tabel 1 di
atas menunjukkan bahwa sebaiknya proses pembandingan itu melibatkan unsur input dan juga output. Jadi individu jangan hanya silau dengan output teman kerja tetapi juga harus
menimbang segala sesuatu yang disumbangkannya. Sebagai contoh, seorang teman
mendapat tambahan bonus yang lumayan besarnya dari organisasi. Hal ini terjadi
bukan karena ia ‘anak emas’ pimpinan tetapi karena ia rajin dan tekun bekerja.
Ia bersedia belajar tambahan pada malam hari sesudah pulang dari kantor. Ia pun
bersedia membantu pimpinan tanpa harus ada honor lembur.
Kualitas
sumbangan (input) sering tidak masuk
dalam proses pembandingan karena sangat banyak sumbangan itu bersifat intangible atau tidak terlihat. Sebagai
contoh, karyawan bersedia belajar mangasah ketrampilannya pada malam hari
sesudah pulang dari kantor. Jelas bahwa perilaku mengasah ketrampilan pada
malam hari itu tidak akan tampak di mata teman-teman kerja lainnya. Teman-temannya
hanya melihat bahwa ia bekerja seperti biasanya namun ia dilimpahi berbagai
keistimewaan olah pimpinan organisasi karena telah bekerja dengan efektif.
Daftar pustaka:
Robbins, S. P. (1998). Organizational behavior: Concepts,
controversies, applications. New
Jersey, Upper
Saddle River:
Prentice-Hall International, Inc.
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji