Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Koperasi adalah badan usaha
milik pemerintah yang dasarnya adalah azas gotong royong masyarakat yang
menjadi anggotanya. Anggota koperasi biasanya berasal dari suatu komunitas
tertentu, misalnya koperasi karyawan suatu perusahaan. Dasar regulasi koperasi
adalah Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945 dan Penjelasannya.
Pada mulanya, koperasi lahir
sebagai gerakan sosial yang diprakarsai oleh Boedi Oetomo / BO pada tahun 1908.
Selanjutnya Serekat Dagang Islam (SDI) juga menjadi pendorong koperasi pada
tahun 1911. Gerakan sosial ini mendapat simpati dari Pemerintah Kolonial Hindia
Belanda, karena koperasi membantu orang miskin untuk mengantikan sistem
perbankan di daerah pedesaan.
Intervensi pemerintah
terhadap koperasi dimulai pada jaman Jepang, sampai dengan sekarang. Intervensi
ini menimbulkan masalah ketergantungan dan mematikan keswadayaan (self-help). Ketergantungan ini meliputi
motif mendapatkan bantuan (antara lain dana), perlindungan pemerintah (misalnya
dalam hal peraturan), pemberian bisnis (misalnya distribusi pupuk dan
penyaluran kredit pada anggota). Koperasi menjadi suatu badan usaha yang
dimanjakan pemerintah. Dampaknya adalah daya saing koperasi menjadi rendah. Hal
ini nampak jelas pada era pasar bebas sekarang ini.
Cara mengatasi persoalan
koperasi yaitu pejabat / pelaku gerakan koperasi hendaknya memperlakukan
koperasi sebagai kumpulan modal bukan kumpulan orang. Sebagai kumpulan modal,
maka hendaknya dibedakan antara tabungan dari pihak ketiga (DPK) dan modal
pokok. DPK ini dianggap sesuai dengan sistem perbankan. DPK ini akan menjadi
lebih luwes untuk dijadikan suatu modal usaha. Modal pokok berasal dari iuran
anggota.
Bila koperasi dianggap
sebagai kumpulan modal, maka identitas koperasi menjadi baru. Koperasi akan menjadi
badan hukum yang disahkan notaris, dan pendiriannya didasarkan pada modal
usaha. Rencana usaha, rencana keuangan, dan anggaran program disusun
berdasarkan studi kelayakan. Semua rencana dan anggaran tersebut disahkan dalam
rapat anggota koperasi. Identitas baru ini akan menjadi dasar bagi penyusunan
UU Perkoperasian baru sebagai pengganti UU No. 17/2012. Tujuan dari UU
perkoperasian adalah meneguhkan koperasi sebagai badan usaha sehat, mandiri,
dan berpotensi untuk berkembang dengan ukuran jumlah anggota setiap unit,
volume usaha, SHU, dan nilai aset.
Referensi:
Rahardjo, M.D. (2015). Koperasi di
persimpangan jalan. Harian Kompas, 13
Juli, hal. 6.
2 Comments
Itu tulisannya pak Dwam yang Rektor Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta?
ReplyDeleteBeanr mbak Tatiana, itu tulisan dari pak Dawam Rahardjo, yang sangat saya kagumi. Saya hanya menuliskan ringkasan artikel beliau, untuk melatih ketrampilan saya dalam memahami suatu artikel dengan cepat. Selain juga untuk koleksi ringkasan tulisan saya (seperti kamus). Salam, as
DeleteTidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji