Sigit Meliyanto
Yogyakarta
Penjualan kayu dari Dlingo (Foto : Sigit M) |
Reka baru/inovasi (bahasa Inggris: innovation) dapat diartikan sebagai proses atau hasil pengembangan pemanfaatan/mobilisasi pengetahuan, keterampilan (termasuk keterampilan teknologis) dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk (barang dan/atau jasa), proses, dan/atau sistem baru yang memberikan nilai yang berarti atau secara signifikan (terutama ekonomi dan sosial). (http://id.wikipedia.org)
Berwirausaha inovasi sangatlah penting. Banyak para wirausahawan yang gulung tikar karena mereka tidak mampu bersaing dengan kompetitor yang mampu menciptakan inovasi dalam produk. Tanpa inovasi, konsumen atau pasar pasti akan bosan dan mencari alternative lain. Namun apabila memang tidak ada inovasi pada suatu produk, konsumen harus membeli dengan keterpaksaan. Kita ambil contoh, para tukang kayu dari Dlingo yang memproduksi mebel kebutuhan mahasiswa. Banyak kita jumpai penjual mebel untuk mahasiswa seperti meja, rak buku, lemari dll
Kampus UPN Veteran ada puluhan penjual mebel dengan barang yang sama, nyaris tidak ada bedanya dari setiap penjual. Baik harga, maupun kwalitas barangnya. Terdapat beberapa tempat mereka berjualan secara rombongan, seperti di sekitar kampus UGM, UNY, UII, UMY, dan tentu saja UP45. Semua produk yang dijual memiliki bentuk, kwalitas dan harga yang sama. Kenapa hal itu terjadi? Karena pembuatnya berasal dari daerah yang sama.
Dlingo salah satu pembuatnya. Tepatnya berada di Kecamatan paling timur dari kabupaten Bantul. Puluhan bahkan mungkin ratusan para tukang kayu yang memproduksi mebel untuk mahasiswa berasal dari daerah itu. Mereka menggunakan material yang sama. Di sana biasa disebut kayu sengon. Sebenarnya tidak ada kesepakatan yang mengikat untuk memproduksi barang dengan bentuk yang sama. Hanya untuk harga mereka memiliki kesepakatan harga jual terendah.
Tahun ke tahun tidak ada inovasi yang berarti dari produk-produk ini. Konsumen sudah cukup bosan dengan produk yang sama saja. Padahal, untuk menciptakan produk yang berbeda tidaklah susah, bisa dilakukan dengan merubah material kayu yang digunakan atau dengan merubah desain, tentu akan menambah variasi dan konsumen punya alternative baru untuk menentukan pilihan. Di sisi lain, mungkin mereka terjebak dalam zona nyaman dengan memproduksi barang itu-itu saja. Seperti kita tahu bahwa zona nyaman (comfort zone) merupakan salah satu penghambat seseorang untuk berkembang dan maju. Dengan kata lain, produksi yang dilakukan oleh para perajin mebel ini bisa disebut sebagai tradisi. Dimana mereka memproduksi barang dengan jumlah yang massive, terus menerus, dan dengan bentuk serta kwalitas yang itu-itu saja. Tradisi yang sebenarnya tidak untuk di pertahankan, melainkan untuk dirubah atau dikembangkan.
Tidak mudah memang, tapi itu lah kenyataan berwirausaha. Tanpa inovasi, berarti konsumen jenuh, bahkan yang fatal adalah tersingkir. Berwirausaha itu terkadang bisa terlahir karena tradisi dan bertahan dengan inovasi, namun bisa juga sebaliknya.
4 Comments
Mas Sigit Meliyanto kok tidak menyebut cara-cara operasional untuk mendorong inovasi para tukang kayu itu? Pakai strategi apa ya untuk mendorong inovasi para tukang kayu yang mikirnya masih tradisional? Ditunggu tulisan berikut yang lebih rinci, karena tulisan ini merupakan salah satu referensi penelitian saya.
ReplyDeleteMas Sigit Meliyanto, tolong sambungkan blog ini ke www.up45.ac.id untuk menaikkan rating UP45 Yogyakarta. Esay nya bagus nih. Say mau jadi tukang kayu yang kreatif.
ReplyDeleteAnda menuliskan kalimat penutup yang membingungkan saya yaitu: Berwirauaha itu terkadang bisa terlahir karena tradisi dan bertahan dengan inovasi, namun juga bisa sebaliknya. Sebaliknya itu apa ya? Dibalik kan tumpah? Tolong dijelaskan, karena saya peneliti tentang entrepreneurship.
ReplyDeleteDlingo itu mana ya? Apa dekat Imogiri yang makam raja-raja itu?
ReplyDeleteTidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji