Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

KETIDAKADILAN DBH BLOK CEPU ANCAM KEHARMONISAN KABUPATEN BERBATASAN BEDA PROVINSI DAN KETERBATASAN OPTIMALISASI OTONOMI DAERAH




Sigit Meliyanto
Teknik Perminyakan
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Blok Cepu adalah wilayah kontrak minyak dan gas bumi yang meliputi wilayah Kabupaten Bojonegoro - Jawa Timur, Kabupaten Blora - Jawa Tengah, dan Kabupaten Tuban - Jawa Timur (3). Luas wilayah kerja pertambangan Blok Cepu keseluruhan adalah 919,19 km2, dengan perhitungan 624,64 km2 di Kabupaten Bojonegoro, 255,60 km2 di Kabupaten Blora dan 38,95 km2 di Kabupaten Tuban (3). Saat ini, Blok Cepu digarap oleh Exxon Mobil, perusahaan minyak asal USA, dengan anak perusahaanya Mobil Cepu Ltd. (MCL) dan Ampolex (Cepu) Pte. Ltd.
            Kekayaan alam yang terdapat di dalam perut bumi ketiga kabupaten tersebut, tidak serta merta membawa kemakmuran yang signifikan bagi rakyatnya. Dibalik karunia sumber daya alam berupa minyak dan gas bumi yang berlimpah, terdapat segudang permasalahan, baik sosial, politik maupun ekonomi. Polemik Dana Bagi Hasil (DBH) salah satunya. Permasalahan ini yang muncul dan menghangat sejak tahun 2008. Kecemburuan sosial dan ekonomi bermula ketika DBH sudah dibagikan untuk dua kabupaten yakni Bojonegoro dan Tuban, sedangkan kabupaten Blora tidak mendapat DBH tersebut. Hal ini dikarenakan DBH didasarkan pada jumlah well pad (mulut sumur) dimana sumur produksi berada di Bojonegoro sedangkan di Blora baru mulai berproduksi tahun 2014.
            Dasar lain kenapa terjadi ketimpangan dalam pembagian hasil ini ada pada Undang-undang 33 Tahun 2004 pasal 14 sampai 19. Dimana terdapat kata-kata kabupaten yang berbatasan dalam satu provinsi berhak untuk DBH tersebut. Permasalahnya adalah, Blok Cepu tidak hanya kedua kabupaten Bojonegoro dan Tuban saja, namun juga Blora meskipun beda provinsi (2). Seharusnya provinsi tidak menjadi batasan pada hal ini, karena meskipun sudah berbeda namun masih dalam satu kesatuan NKRI.
            Pembangunan sarana transportasi berupa jalan raya (cor block) di Bojonegoro dengan dengan panjang puluhan kilometer dan dana milyaran tentunya tak lepas dari alokasi DBH tersebut. Lalu bagaimana dengan Blora? Hanya jadi penonton saja tentunya, dengan jalan yang sudah banyak rusak karena aktivitas kendaraan berat untuk proyek tambang minyak  di blok Cepu.

            Tentu saja ketimpangan pembagian DBH itu menjadi penghambat bagi pemerintah kabupaten Blora untuk mengoptimalkan pengamalan otonomi daerah. Tidak optimalnya pelaksanaan tersebut seperti pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Contoh real-nya adalah pemerintah kabupaten Blora tidak bisa memperbaiki jalan-jalan yang rusak akibat aktivitas moving peralatan berat untuk kegiatan tambang minyak dan lain-lain. Namun, besar kemungkinan hal itu dapat terwujud apabila Blora juga mendapatkan DBH dari Blok Cepu, meskipun dengan porsi yang berbeda dengan Bojonegoro dan Tuban, Memang, adil tidaklah harus sama, tapi buka berarti yang dua dapat dan yang satunya tidak sama sekali.
            Indonesia merupakan negara demokrasi, dan otonomi daerah berperan penting untuk terwujudnya demokrasi itu sendiri. Otonomi daerah seluas-luasnya terlaksana dengan pemanfaatan sumberdaya ekonomi untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanpa peningkatan kesejahteraan rakyat, sendi-sendi demokrasi akan rapuh (1). Sumberdaya ekonomi luas cakupanya, termasuk di dalam adalah sumberdaya alam. Ketika rakyat yang notabene menempati wilyah dengan sumberdaya alam tersebut merasa tidak menikmati hasil alam mereka, hal itu menjadi tanda tanya besar. Dimana pemanfaatan SDA untuk kemakmuran rakyat sesuai prinsip dasar otonomi daerah itu?
Bukan tidak mungkin apabila hal ini terus berlanjut, konflik antara ketiga kabupaten Blora dengan kabupaten Bojonegoro dan Tuban bisa tersulut. Tentunya hal ini sangat tidak diinginkan. Lebih jauhnya lagi, wujud dari tercapainya demokrasi akan semakin jauh dari harapan. Ditengah kemelut politik negara ini, seharusnya tidak lagi ditambah dengan permasalahan seperti DBH Blok Cepu.
Akhir kata dari essay ini adalah, perlunya kebijakan pusat untuk perubahan system pembagian DBH untuk keadilan dan kemajuan bersama, juga tercapainya NKRI yang berdaulat dan demokratis secara keseluruhan, Rakyat bisa saja bertindak lebih dan akan menjadi sulit dikendalikan tatkala mereka diinjak-injak dibumi mereka sendiri. Tentunya hal itu sangat tidak diharapkan,
Jayalah Indonesiaku,..!

Daftar pustaka
1.    Noor, Isran. Akselerasi pelaksanaan otonomi daerah : Politik Otonomi Part 1.

2.    Syaifullah (2013). DBH Blok Cepu Dinilai Tak Adil, Warga Blora Ancam Tutup
            Jembatan Jateng – Jatim. http://syaifulfalah.com/ujicoba/dbh-blok-cepu-
            dinilai-tak-adil-warga-blora-ancam-tutup-jembatan-jateng-jatim/

3.    ……………, Blok Cepu, http://id.wikipedia.org/wiki/Blok_Cepu


Post a Comment

0 Comments