Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

FENOMENA TOM AND JERRY : Renungan Seorang Leader Terhadap Perilaku Peserta IAYP



Arundati Shinta

Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45

Yogyakarta



Add caption
Mental kuat dalam menghadapi tangisan peserta IAYP (International Award for Young People) yang terputus kegiatannya dan harus mengulang lagi semenjak awal, adalah tantangan bagi para leader. Tantangan selanjutnya adalah kesediaan untuk meluangkan waktu mendampingi peserta dalam menjalankan seluruh rangkaian kegiatan IAYP. Definisi operasional meluangkan waktu bisa ditujukan bagi para peserta, maupun bagi para leader sendiri. Bagi peserta, meluangkan waktu berarti leader harus memotivasi peserta untuk terus melakukan kegiatan IAYP secara tekun dan jangan sampai terputus. Bagi para leader sendiri, meluangkan waktu berarti ia harus berani menjadi suri tauladan perilaku atau menjadi model. Jadi para leader sebenarnya juga harus mengikuti seluruh rangkaian kegiatan IAYP meskipun hal itu dilakukan secara informal.

Berbagai problem muncul dalam penyelesaian kegiatan IAYP. Problem itu bermuara dari kurangnya komitmen peserta dalam mematuhi jadwal yang dibuatnya sendiri, dan juga bisa muncul dari para leader. Problem yang muncul dari para leader adalah berkaitan dengan rasa frustrasi menghadapi peserta yang tidak patuh terhadap jadwalnya sendiri. Dampaknya adalah para leader merasa bahwa peserta menyepelekan jerih payah leader. Ketika hal itu terjadi maka para leader harus sering bertanya pada diri sendiri, “Untuk apa saya terlibat dalam kegiatan IAYP? Bukankah lebih menguntungkan secara nyata (finansial) bila saya terlibat dengan kegiatan pekerjaan utama daripada kegiatan IAYP yang sifatnya suka rela ini? Apabila peserta IAYP terputus kegiatannya sehingga mungkin karakternya terbentuk secara kurang ideal, apa peduli saya? Kalau peserta memang menginginkan hidupnya gagal serta tidak mau diatur hidupnya, bukankah itu salah mereka sendiri? Kalau peserta mau bekerjasama dan berkomunikasi dengan saya, maka saya bersedia membimbing mereka. Kalau mereka rendah komitmennya terhadap IAYP, mungkin lebih baik saya mengundurkan diri saja dari posisi sebagai leader. Bijaksanakah keputusan saya? Apakah saya juga akan mengundurkan diri dari posisi sebagai leader meskipun peserta yang saya hadapi adalah anak saya sendiri atau asisten saya yang terkasih (orang terdekat)?”.


Tujuan tulisan ini adalah untuk mencari hakekat dan makna seseorang bersedia terlibat dalam pekerjaan suka rela seperti IAYP demi pembentukan karakter unggul generasi muda. Tulisan ini ditujukan terutama bagi para leader dan peserta IAYP, serta orang-orang yang berminat dalam hal pembentukan karakter. Berikut adalah penjelasan tentang IAYP, problem-problem yang muncul seputar pelaksanaan IAYP yang berkaitan dengan fungsi leader sebagai pendamping peserta IAYP.

Apa IAYP itu? IAYP merupakan program khusus untuk orang-orang muda usia 14-25 tahun. Tujuan program itu adalah membentuk karakter unggul, sehingga para peserta IAYP dapat menghadapi era kompetisi global dengan lebih percaya diri. Apa saja karakter unggul tersebut? Setelah mengikuti program IAYP, seseorang diharapkan mempunyai karakter seperti jujur, hatinya baik (suka menolong), mempunyai ketrampilan yang dapat diandalkan, berani menghadapi risiko yang sifatnya medium, dan bersedia menjaga kebugaran fisik.

Kegiatan dalam program IAYP yaitu fisik, ketrampilan, pelayanan masyarakat, kegiatan spesialisasi (fisik, ketrampilan, atau pelayanan masyarakat), dan petualangan. Kecuali petualangan, semua kegiatan itu dilakukan minimal seminggu sekali @ 60 menit, selama 3 bulan (12 kegiatan). Kegiatan itu harus dilakukan secara rutin dan tidak boleh terputus. Apabila kegiatan itu sampai terputus, maka peserta harus mampu memberi alasan yang masuk akal (misalnya sakit atau sedang mengikuti ujian sekolah) dengan disertai bukti sah (misalnya surat dokter atau jadwal ujian). Alternatif lain dari terputusnya kegiatan yaitu peserta harus mengulang lagi kegiatan semenjak awal.

Pemilihan kegiatan-kegiatan itu sebenarnya sangat sederhana yaitu sesuai dengan hobi masing-masing. Oleh karena hobi, maka peserta diharapkan melakukan kegiatan itu dengan rela dan suka cita. Jenis kegiatan dalam IAYP erat hubungannya dengan hobi, karena untuk meneguhkan komitmen peserta dalam menjalani seluruh rangkaian program. Komitmen yang kuat akan tercermin dari tidak terputusnya jadwal kegiatan yang telah diputuskan oleh peserta sendiri. Komitmen kuat juga tercermin dari kesediaannya untuk mengulang kembali kegiatan semenjak awal, ketika jadwalnya terputus oleh alasan yang tidak masuk akal atau mengada-ada. Justru kesediaan mengulang lagi semenjak awal kegiatan yang terputus, menunjukkan motivasi yang jauh lebih besar daripada kesediaan untuk mematuhi jadwal terus menerus. Mengulang kembali ibaratnya seperti orang yang kalah namun harus mengulangi lagi pertandingan sampai ia mendapatkan kemenangan. Tidak ada orang yang mau menerima kekalahan dengan hati besar.

Untuk mendampingi peserta dalam menjalani seluruh rangkaian kegiatan IAYP, maka IAYP menyediakan seorang pemimpin (leader). Leader adalah orang dewasa usia di atas 25 tahun yang bersedia secara suka rela mendampingi menasehati, memotivasi, dan memantau peserta. Leader juga bisa menggagalkan kegiatan peserta kalau ia menilai bahwa peserta telah berbuat curang (dengan cara sering membuat alasan yang ‘kreatif’), atau kegiatan yang dilakukan peserta dinilai berbahaya (risiko tinggi). Tugas leader selanjutnya adalah mempromosikan peserta yang sudah menyelesaikan kegiatan IAYP kepada pimpinan IAYP Indonesia di Jakarta kemudian mendiskusikan tentang acara ‘wisuda’ atau penyematan award kepada peserta. Agar seseorang bisa menjadi leader, maka ia harus mempunyai lisensi yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh IAYP.

Problem yang lazim muncul dari peserta IAYP adalah rendahnya komitmen terhadap jadwal yang telah ditetapkannya sendiri. Pada umumnya peserta terdorong untuk ‘kreatif’ dalam membuat alasan, sehingga jadwalnya atau janjinya yang terputus dapat dimaafkan dan ia tidak perlu mengulang lagi dari awal. Mengapa kata-kata ‘kreatif’ tersebut saya beri tanda khusus? Hal ini karena alasan-alasan yang muncul dari peserta sering kali di luar pemikiran leader, peserta bersikeras bahwa alasan mereka logis bahkan mereka bersedia secara cepat kilat memberikan bukti untuk mendukung alasan yang mereka berikan. Alasan-alasan ‘kreatif’ tersebut sering dikemukakan oleh peserta yang terpojok dan enggan untuk mengulang kembali kegiatan yang terputus itu.

Bagi peserta IAYP, problem itu nampaknya lebih mudah karena ia tinggal ‘membujuk’ para leader agar memaafkan kesalahannya berdasarkan alasan-alasan ‘kreatifnya’. Apabila leader tidak terbujuk, maka peserta dapat ‘mengancam’ leader dengan cara mengundurkan diri secara diam-diam, menangis hebat, sedih berkepanjangan sampai depresi, dan perilaku lain yang sifatnya negatif. Seolah-olah masa depan yang suram dari peserta, adalah tanggung jawab leader semata. Leader menjadi seperti terancam secara mental, sehingga mulailah fenomena Tom and Jerry atau ancam-mengancam tidak ada akhirnya. Fenomena Tom and Jerry akan bertambah rumit serta tidak akan berakhir bila komitmen leader juga tidak kuat karena tergoda oleh pekerjaan lain yang lebih utama dan berdampak secara finansial yang melimpah.

Setelah mengalami berbagai frustrasi menghadapi perilaku ‘kreatif’ peserta IAYP serta melalui serangkaian perenungan, maka saya mempunyai beberapa pemikiran yang mencerahkan paling tidak untuk saya. Sekali lagi, pemikiran-pemikiran ini sangat rentan untuk diperdebatkan dan saya memang menunggu debatan-debatan terhadap pemikiran saya.

Saya bekerja sebagai leader IAYP berdasarkan pemikiran bahwa cara inilah yang menurut saya paling tepat untuk ‘membayar hutang-hutang saya’ pada lembaga tempat saya mengabdi. Dalam istilah ketenagakerjaan, kiat saya adalah social return atau pemanfaatan kembali segala sesuatu yang pernah saya dapatkan dari lembaga ini. Pemanfaatan kembali ini ditujukan untuk membuat lembaga menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Social return ini tidak habis-habisnya karena selain lembaga menjadi lebih baik, kondisi psikhis saya juga berkembang menjadi lebih baik (lebih matang). Oleh karena keberadaan IAYP, maka saya menjadi paham bahwa makna bekerja bagi saya adalah bermanfaat bagi lingkungan (Rachman & Savitri, 2012). Makna itu ternyata sama dengan slogan koran lokal Kedaulatan Rakyat yaitu migunani marang liyan (berguna bagi sesama).

Saya merasa munafik bila mengatakan bahwa hanya makna bekerja tersebut yang menuntun saya untuk tetap setia pada IAYP. Hal lain yang menuntun saya setia pada IAYP adalah adanya ambisi atau cita-cita pribadi yang berupa go international (ini seperti ambisinya penyanyi Agnes Monica). Bekerja secara suka rela (voluntary job) adalah seperti berjalan di jalan yang gelap dan tidak berujung. Saya tidak akan tahu kapan, di mana, dan dalam bentuk apa imbalan atau gaji (apa pun bentuknya) yang akan saya dapat dari pekerjaan suka rela itu. Berdasarkan pengalaman beberapa kali bekerja suka rela, imbalan itu saya raih secara berlimpah-ruah jumlahnya. Oleh karena itu, bekerja pada IAYP membuat saya merasa ‘melihat’ titik terang dari jalan yang nampaknya tidak berujung itu. Perasaan melihat titik terang itulah yang menjadi motivasi internal saya untuk tetap setia menjalankan kegiatan IAYP.

Lalu bagaimana dengan nasib peserta IAYP yang ‘kreatif’ membuat alasan untuk menutupi kecurangannya sehingga membuat saya frustrasi? Saya tekankan pada diri sendiri bahwa sukses adalah hak semua orang (slogannya Andrie Wongso, seorang motivator ulung), namun tidak semua orang mampu merealisasikannya. Apabila ada peserta yang mengundurkan diri secara diam-diam, berarti ia menolak berjalan bersama saya untuk mencapai ‘titik terang’ dari jalan tidak berujung ala IAYP. Harapan saya, peserta tersebut akan tercerahkan oleh pihak lainnya.

Selanjutnya bila ada peserta curang dan saya tidak mengetahuinya serta ia berhasil mendapatkan award dari IAYP, maka peserta itu harus ‘membayar kembali kecurangannya’. Istilah populernya adalah ‘aspal’ atau asli tapi palsu. Pada masa depan, ia tidak akan mampu meraih kesuksesan seperti halnya murid-murid Kurt Hahn dengan sekolah Salemnya (School of Salem Castle). Kurt Hahn adalah seorang pendidik berkebangsaan Jerman dan pendiri IAYP (Infed, 2012). Peserta IAYP yang ‘aspal’ tersebut hanya bisa sukses dengan cara curang, dan kesuksesan seperti itu tidak akan bertahan lama. Hal ini karena seleksi alam pada hakekatnya lebih kuat daripada seleksi ala IAYP. Peserta IAYP yang ‘aspal’ tersebut sesungguhnya memalukan saya dan lembaga tempat saya mengabdi. Ia akan ditanya oleh peserta IAYP yang serius tentang identias leader-nya. Menghadapi hal yang memalukan semacam ini, saya haya bisa menghela nafas panjang dan bergumam bahwa penentu kesuksesan atau kegagalan seseorang adalah dirinya sendiri. IAYP hanya sekedar sarana saja.

Apa hubungan antara fenomena Tom and Jerry dengan peserta IAYP yang aspal? Fenomena Tom and Jerry yang merupakan peristiwa saling jegal yang tidak berkesudahan telah menginspirasi saya untuk selalu mengembangkan kepekaan tentang perilaku curang. Perilaku curang hasil ‘kreativitas’ peserta IAYP akan selalu berkembang sesuai dengan kemajuan jaman. Oleh karena itu, saya akan lebih menekuni psikologi gara-gara IAYP. Terima kasih IAYP.


Daftar pustaka:

Infed (2012). Kurt Hahn. Diakses tanggal 6 Januari 2012 dari: http://www.infed.org/thinkers/et-hahn.htm
Rachman, E. & Savitri, S. (2012). Menciptakan makna dalam kerja. Kompas, 5 Januari hal. 33.

Post a Comment

4 Comments

  1. Sulit juga ya mengikuti IAYP, tetapi karakter kita akan terbentuk dengan baik. Kejujuran sekarang ini adalah barang langka di Indonesia. Aapakah mahasiswa peserta IAYP juga jujur?

    ReplyDelete
  2. begitu mengharukan memang, mungkin dengan curahan hati seorang leader ini para peserta "kreatif" dapat tersadar. kalaupun tidak, maka memang itulah jalan yang mereka pilih...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih untuk komentar-komentarnya. Sesungguhnya, pihak yang belajar dan ingin dibentuk karakternya dengan melalui IAYP tidak hanya peserta saja, tetapi juga para leadernya. Melalui IAYP, leader benar-benar didorong untuk menjadi model agar petuah-petuahnya didengar oleh peserta. Sulit juga bagi saya yang sudah tua ini untuk rutin berolah raga, namun demi IAYP saya memaksa diri. Saya belajar, belajar, belajar, dan semoga karakter saya seperti Kurt Hahn yang ternyata punya gaya kepemimpinan otoriter. Saya juga otiriter dan nyinyir(kata mahasiswa)ha ha ha. Salah hangat, A. Shinta

      Delete
  3. Saya pikir gaya kepemimpinan yang nyinyir perlu dilakukan, karena kita cenderung untuk terlena dengan kesenangan kita masing-masing. Beruntunglah kita mempunyai pemimpin yang nyinyir, karena kita akan selalu diingatkan.

    ReplyDelete

Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji