Juni Wulan Ningsih
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Istimewa |
Kadang terbersit di hati rasa iri pada orang lain, baik dalam materi, wajah, postur
tubuh, atau prestasi. Kenapa kita tidak bisa seperti mereka
yang nampak lebih kemilau? Mengapa mereka lebih unggul daripada kita? Rasa iri telah
membuat kita terkungkung dengan pemikiran diri sendiri yang sempit dan lupa
untuk mensyukuri segala sesuatu yang telah kita miliki. Mereka memiliki waktu 24 jam, seperti halnya
kita. Mereka juga makan nasi, menghirup udara, mempunyai sekolah yang sama,
bahkan mungkin saja mereka tinggal satu desa dengan kita. Ketika diserang rasa
iri itu, kita tidak mampu melihat kebaikan-kebaikan yang telah kita miliki. Hal ini karena kita sibuk
memikirkan kekurangan diri sendiri. Ibaratnya gajah dipelupuk mata tidak
tampak, kutu di seberang lautan tampak dengan jelas.
Persoalan yang
berkaitan dengan rasa iri adalah,
alasan dibalik munculnya rasa iri itu? Apakah rasa iri dialami oleh semua orang
mulai dari bayi hingga lanjut usia? Apakah ada tahapan-tahapan rasa iri, yaitu
mulai dari rasa iri tingkat rendah sampai dengan rasa iri tingkat tinggi? Apa
saja dampak bagi kesehatan mental bila kita gagal mengolah rasa iri? Strategi
apa saja yang bisa dilakukan untuk mengatasi rasa iri ini? Bagian-bagian
tulisan di bawah ini akan mencoba menjawab persoalan-persoalan yang berkaitan
dengan rasa itu.
Menurut Noor Isa (2010,
dalam pusat remaja.com) perasaan iri disebabkan karena kelebihan orang lain
yang tidak kita miliki baik itu dalam harta, kecantikan, kepintaran, dan
kedudukan. Juga bisa karena penilaian tidak suka atau tidak puas dengan kondisi
diri sendiri, tidak menghargai kelebihan diri dengan melihat diri sebagai sesuatu
yang kurang (dalam santrock, 1998;kutip
dari http://windynovita.wordpress.com/2012/04/01). Rasa iri tidak hanya dialami
oleh orang dewasa maupun remaja, bahkan
anak usia di bawah
lima tahun pun sudah bisa merasa iri. Intinya, sejak mengenal lingkungan mulai timbul rasa
iri dalam diri individu. Tingkatan rasa iri yang paling rendah adalah sebatas membiarkannya
bersemi di hati,
sedang jika kita mulai melakukan suatu tindakan dengan maksud mendatangkan
kerugian bagi orang yang membuat kita iri, ini sudah berada pada
tingkat keirian yang tertinggi dan kita harus menghilangkannya. Bagi orang yang
gagal mengelola rasa iri dalam dirinya akan mengakibatkan stess, frustasi,
depresi, dan tidak mau kalah dari orang lain.
Berikut beberapa
strategi mengolah rasa iri agar tidak menyusahkan kita seperti yang di kutip
dalam (noor isa, 2010),
antara lain:
- Menerima semua ketentuan-Nya dengan ikhlas. Menanamkan dalam diri bahwa semua makhluk telah diberi jatahnya masing-masing.
- Berdoa kepada Yang Maha Kuasa agar dihilangkan rasa iri dalam hatinya.
- Menumbuhkan rasa syukur atas pemberian-Nya dengan cara melihat keadaan orang yang dibawahnya, bukan keadaan orang yang diatasnya baik dalam hal materi, paras (wajah), prestasi akademik dan lain sebagainya.
- Ketika muncul rasa itu segera dihilangkan dengan menyadarkan diri bahwa yang menerima nikmat itu adalah saudaranya,sehingga hanya kebaikan yang diharapkan untuk saudaranya.
- Mengucapkan selamat kepada teman yang mendapatkan kabaikan itu,ini cara yang sangat efektif untuk menghilangkan rasa iri.
- Terus menyibukkan dan memperbaiki diri.
- Ubah rasa iri tersebut menjadi sebuah semangat. Jika dia bisa kenapa kita tidak.
Wacana
di atas
dapat kita ambil kesimpulan bahwa rasa iri terhadap kelebihan orang lain perlu kita daur
ulang atau olah menjadi sebuah
semangat untuk mengembangkan potensi yang ada pada diri kita. Sehingga kita
diharapkan mampu untuk menyamainya atau bahkan melebihi kemampuan orang yang
membuat kita iri tersebut.
Daftar
Pustaka:
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji