Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

STEREOTIP GENDER DAN ANDROGINI


Nurul Istiyani
Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Fafa berperan menjadi bengkel sepeda (foto : Elisa)
Wanita pada jaman dahulu dikenal kaum yang lemah. Sebelum perjuangan kartini, wanita selalu dilarang untuk mengenyam pendidikan. Contoh adanya pemihakan salah satu gender. Pemihakan gender ini juga masih terjadi sampai sekarang. Lebih tepatnya lagi dikatakan sebagai pandangan stereotip gender. Stereotip gender adalah pandangan yang membedakan antara sifat maskulinitas dan sifat feminimitas yang didasarkan pada jenis kelamin. Stereotip gender ini biasanya masih membidudaya pada masyarakat yang berpandangan tradisional.
Pandangan stereotip gender terjadi diberbagai kalangan. Misalnya pada pemilihan warna baju atau cat kamar anak. Biasanya warna-warna yang cerah dan mencolok itu digunakan untuk anak-anak perempuan. Misalnya warna pink diidentifikasikan kalau itu warna feminim. Warna pink tersebut hanya cocok untuk perempuan. Sebaliknya Warna-warna gelap atau  tidak mencolok digunakan untuk anak laki-laki. Misalnya warna biru, hitam itu dipakai untuk laki-laki. Warna hitam atau biru tersebut dianggap warna yang cocok untuk laki-laki. Warna tersebut memberi gambaran bahwa laki-laki lebih terlihat berwibawa, damai dan maskulin. Padahal dalam nyatanya, seorang individu itu diberi dua sifat maskulin dan feminim. Hal ini bisa dilihat dari kromosom yang ada pada diri manusia. 

Setiap masnusia mempunyai kromosom X dan kromosom Y. Kromosom satu dengan yang lain berbeda satu sama lain. Jadi apabila ada seorang laki-laki bersifat kewanitaan itu bukanlah hal yang salah. Laki-laki yang feminim karena kromosom X pada  laki-laki lebih dominan daripada perempuan. Begitu juga dengan perempuan yang bersikap kelaki-lakian, kromosom Y pada perempuan lebih dominan, sebab inilah saat memilihan warna, mainan pada anak tidak boleh stereotip gender. Lebih baik lagi kalau anak dididik untuk bersikap androgini.
Androgini adalah pandangan bahwa layaknya seorang indivdiu bisa seimbang antara sifat maskulin dan sifat feminimnya. Apabila pandangan ini sudah membudidaya secara luas maka tidak akan terjadi perbedaan gender dalam permainan, penempatan tenaga kerja. Serta tidak merugikan keduabelah pihak.

Post a Comment

0 Comments