KEPEDULIAN SOSIAL YANG BERBUAH PRESTASI MENGAGUMKAN
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universtas Proklamasi
45
Yogyakarta
Kepedulian
sosial adalah kesediaan seseorang untuk memperhatikan orang lain. Bentuk perhatian
tersebut bertingkat-tingkat yaitu mulai dari paling rendah sampai tertinggi yaitu
uang, tenaga, dan akhirnya pikiran. Memberi perhatian dalam bentuk uang berada
pada tingkat terendah, karena hal itu dilakukan tanpa diiringi dengan simpati,
empati, apalagi doa. Setelah memberikan uang, maka relasi sosial selesai. Hal ini
seperti memberi uang pada pengamen berdasarkan alasan agar pengamen tersebut
berhenti menyanyi. Bila memberi pengamen berdasarkan alasan kasihan, maka hal
itu setingkat lebih tinggi daripada alasan agar pengamen itu berhenti menyanyi.
Kepedulian
sosial yang lebih tinggi tingkatannya yaitu menyumbangkan tenaga dan pikiran
demi kesejahteraan orang lain. Contoh kepedulian itu antara lain membacakan
buku cerita pada orang-orang buta, mengunjungi warga Panti Wredha, memberikan
ide-ide praktis bagi karang taruna dalam menyelenggarakan acara 17 Agustus di
kampung, memberikan konseling gratis kepada teman, dan sebagainya. Kepedulian sosial
yang super tinggi yaitu individu bersedia menyumbangkan uang, tenaga, dan
pikiran sekaligus, demi kesejahteraan orang lain, serta sumabngan itu bersifat
berkesinambungan.
Apa
persoalan yang relevan dengan kepedulian sosial ini? Pada era kompetisi yang
ketat seperti sekarang ini, kepedulian sosial tersebut sangat sulit diperoleh. Kalau
pun diperoleh, maka kepedulian sosial itu sifatnya masih ada unsur terpaksa
serta dilakukan pada saat-saat tertentu saja. Contohnya adalah peristiwa
gotong-royong di kampung menjelang perayaan 17 Agustus. Warga bersedia
membersihkan dan mengecat tembok desa hanya beberapa hari menjelang perayaan 17
Agustus saja. Pada hari-hari biasa, tembok yang buram dan penuh dengan grafiti,
tidak akan diperhatikan oleh warga. Jadi kepedulian sosial yang ada hanya bersifat
sesaat saja, tanpa ada kesinambungan.
Persoalan
kedua dari kepedulian sosial adalah bentuk perhatian kepada orang lain tersebut
jarang dilakukan oleh orang-orang muda. Generasi muda atau lebih sering disebut
sebagai generasi emas ini, cenderung kurang peduli pada keberadaan orang lain. Hal
ini karena mereka lebih asyik dengan gadget daripada mendengarkan keluhan orang
lain. Hal ini tentu saja menjadi penekanan paling penting di Fakultas Psikologi
UP45. Semua dosen mendorong mahasiswa untuk melakukan kepedulian sosial tersebut.
Salah
satu hasil dari suasana kondusif untuk belajar tentang kepedulian sosial itu
adalah kemampuan seorang mahasiswa Psikologi UP45 yang berhasil
mempresentasikan kepeduliannya di ajang Seminar Internasional. Tema seminar
tersebut adalah The Role of School
Counselors in Dealing with Students with Special Needs in Inclusive Schools.
Penyelenggaranya adalah The Chicago School dan Univesitas Sanata Dharma
Yogyakarta, Program Studi Bimbing Konseling. Seminar itu diadakan pada 23-24
Mei 2016 yang lalu. Mahasiswa tersebut bernama Sri Mulyaningsih, angkatan
2014/2015.
Apa
saja kiprah Sri Mulyaningsih tersebut? Kiprahnya sangat tidak terduga dan
sangat mengagumkan. Ia memberikan les / bimbingan belajar khusus matematika
pada anak berkebutuhan khusus atau slow
learner secara gratis. Kegiatan itu bermula dari ibu anak tersebut yang
sering mengeluh tentang keadaan anaknya di sekolah. Para guru yang diharapkan
bisa membantu, ternyata mereka juga disibukkan dengan berbagai urusan
administrasi. Tentu saja kegiatan ini berkesinambungan, tidak dilaksanakan
dalam satu atau dua kali pertemuan saja. Dampak dari kepedulian sosial tingkat
tinggi itu adalah prestasi anak menjadi mengagumkan. Anak menjadi senang dengan
pelajaran matematika, bahkan ia sering menjadi rujukan bagi teman-temannya.
Suka
duka memberikan kepedulian sosial ini diceritakan dengan lancar pada acara
Seminar Internasional di Univesitas Sanata Dharma Yogyakarta tersebut. Sambutan
peserta seminar sangat antusias, mengingat Sri Mulyaningsih masih mahasiswa S1,
semster ke IV. Peserta lainnya pada seminar tersebut rata-rata berpendidikan S2
dan S3.
Kegigihan
Sri Mulyaningsih dalam bidang kepedulian sosial ini ternyata berbuah manis. Selain
menjadi peserta termuda dalam seminar internasional, ia juga menyabet predikat
sebagai Mahasiswa Teladan Fakultas Psikologi UP45, menerima bea siswa PPA/BBM, aktif
dalam konseling di berbagai radio, menjadi nasabah paling rajin di Bank Sampah
di RW 11 Kauman Yogyakarta. Di bangku kuliah, ia juga menjadi mahasiswa paling
aktif bertanya dan berdiskusi. Ia sangat haus akan ilmu pengetahuan. Energinya seolah
tiada habis, karena ia masih bekerja membantu keuangan keluarganya. Ketrampilannya
dalam bidang memasak dan teknologi informasi telah membuatnya menjadi mahasiswa
yang selalu sibuk dengan kegiatan posisitif. Semoga seluruh mahasiswa UP45
mempunyai kepedulian sosial yang juga tinggi seperti halnya Sri Mulyaningsih.
Berikut
adalah abstrak dari tulisan Sri Mulyaningsih yang dibawakannya pada Call for
Papers: International Conference and Workshop on School Counseling.
MOTIVATING
A SLOW LEARNER STUDENT TO MASTER MATH
THROUGH
INDIVIDUAL COUNSELING
Mathematic usually is perceived
negatively. Majority students are afraid to math. This is because mathematic
demands students to think coherently, systematically, and logically. The
problem is that most of children do not possess those high quality way of
think. The problem becomes harder since the math teachers are rarely have
attractive and innovative teaching methods; parents and other adults are seldom
to understand math comprehensively. Therefore even normal students have
difficulties in understanding math, let alone the slow learner students. The
slow learner student has to confront double obstacles. First, she has to deal
with the difficulty in understanding math. Second, she has to deal with
teacher/parents frustration in explaining math. Comparing to a normal child, a
slow learner child possess minor deviation i.e. having limited IQ but not
belong to the mental retarded criterion, easy to forget, easy to be distracted,
difficult to understand simple facts, and possess low academic achievement. In
physical appearance, the slow learner child is nearly same with the normal
child. There are three strategies to cope with a slow learner child in
understanding math. Firstly, counselor has to be trusted by the child and
became her confidence friend. This strategy can be achieved through an
intensive personal counseling. Secondly, counselor has to explain math in very
simple techniques i.e. simple language, gentle voice but clear, and patient.
This math tutorial has to be given repeatedly in order to overcome
forgetfulness and distraction. Counselor has to praise frequently in order to
boast the child’s self-confidence. Thirdly, counselor has to encourage parents
to face the child together and to learn on how to deal with a special child.
These three strategies have been done repeatedly.
4 Comments
Mbak Sri Mulyani, bagaimana saya bisa bertemu denganmu? Anak saya juga seperti anak slow learner, dan saya bingung. Bolehkah saya main ke Psikologi UP45? Jam berapa ya saya bisa bertemu denganmu?
ReplyDeletesalam ibu Detika.
Deletesenang sekali ketika bisa bertemu dengan ibu untuk sharing pengalaman.
saya beraktifitas banyak di malam hari, karena jam perkuliahan saya malam hari. pagi-sore saya bekerja.
semoga Allah mengizinkan kita bertemu di hari Sabtu/ahad mulai pukul 15.00.
terimakasih ibu Detika.
salam Sri
Bu Shinta, bagaimana caranya bisa ikut menulis seperti Sri Mulyaningsih itu ya? Apa yang harus saya lakukan? Saya juga ingin keren seperti mbak Sri. Saya mahasiswa UP45, tetapi bukan dari Fakultas Psikologi. Saya dari Fakultas Teknik.
ReplyDeletelangsung menghubungi bu. shinta mb. Lin
Deletesaya yakin beliau bisa membantu mb. Lin
event terdekat akan ada Call Paper lagi di Univ. Muria Kudus semarang.
semoga mb. lin bisa ikut serta dalam seminar itu.
langsung hubungi bu. shinta mb..
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji