PENDIDIKAN KARAKTER IAYP DI UP45 DIUJI KEBERMANFAATANNYA
Arundati Shinta
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Pendidikan karakter
IAYP (International Award for Young
People) adalah strategi cerdas yang ditemukan oleh Kurt Hahn (1896-1974)
seorang ahli pendidikan dari Jerman. Pendidikan karakter IAYP tersebut atau
DoEA (The Duke of Edinburgh’s Award) kini dipimpin oleh HRH The Duke of
Edinburgh atau Pangeran Phillip dari Inggris (Belgutay, 2012). Pendidikan
karakter IAYP disebut cerdas karena kegiatannya sangat sesuai dengan generasi
muda usia 14-25 tahun. Pada usia tersebut, anak-anak muda digembleng dengan berbagai
kegiatan yang menuntut munculnya perilaku bertanggung jawab, tidak berperilaku
prokrastinansi, mandiri, jujur, dan tekun. Rangkaian kualitas sumber daya
manusia unggul itulah yang ingin dimasukkan oleh Kurt Hahn dalam benak dan hati
anak-anak muda. Anak-anak muda adalah pemimpin pada masa depan. Oleh karena itu
mereka harus dipersiapkan sejak remaja, bahkan kalau memungkinkan sejak masa
kanak-kanak.
Apa saja kegiatan
IAYP? Kegiatan utama ada tiga yaitu rekreasi dan olah raga, ketrampilan, dan
pelayanan masyarakat. Pendidikan karakter IAYP ini ada tiga level yaitu
perunggu, perak, dan emas. Untuk level perunggu, kegiatan oelah raga,
ketrampilan, dan pelayanan masyarakat masing-masing dilakukan minimal 60
menit/minggu, selama 3 bulan. Kegiatan selanjutnya adalah spesialisasi, yang berupa
salah satu dari 3 kegiatan utama tersebut. Kegiatan spesialisasi ini juga
dilakukan minimal 60menit/minggu selama 3 bulan. Setelah kegiatan utama usai,
maka kegiatan selanjutnya adalah petualangan. Petualangan ini dilakukan selama
2 hari satu malam. Contoh kegiatan petualangan adalah kemping, naik gunung,
atau kegiatan luar ruangan lainnya serta dilakukan di luar kota. Pada masa Kurt
Hahn masih hidup, maka petualangan yang dilakukan adalah berlayar. Anak-anak
muda Jerman harus mempunyai fisik yang bagus kondisinya, dan senang
berpetualangan menjelajah negeri. Cobalah bayangkan, apabila kondisi fisik para
pemuda Indonesia juga bugar, maka Indonesia akan maju.
Persoalan yang
paling sering muncul dalam pelaksanaan kegiatan IAYP adalah peserta sering
malas, tidak teratur, dan sering menunda-nunda (prokrastinansi) dalam melakukan
kegiatan. Alasan yang paling sering dikemukakan peserta pada leader (pembina peserta) adalah adanya
kegiatan kuliah, belajar karena besoknya ada ujian, melakukan praktikum,
mengantar ibu ke pasar, dan sebagainya.
Semua alasan adalah
benar karena memang dikemukakan untuk membenarkan suatu perilaku. Pada intinya
peserta minta dimaafkan karena tidak melakukan 3 kegiatan tersebut secara
rutin. Padahal rutinitas adalah dasar pembentukan kebiasaan. Kebiasaan yang
dilakukan terus menerus akan membentuk karakter. Bila peserta secara rutin
melakukan pelayanan masyarakat, maka ia terbiasa menolong orang lain yang
kesusahan, sehingga karakter peduli pada orang yang lemah menjadi terbentuk
(melekat) pada diri individu.
Kebiasaan
menunda-nunda melaksanakan kegiatan inilah yang menarik untuk diteliti. Penelitian
dilakukan oleh Singgih Purwanto, seorang mahasiswa Psikologi Univesitas
Proklamsi 45 Yogyakarta. Ia juga peserta program IAYP, dan sudah menyelesaikan pada
level perunggu dan perak. Sebagai peserta program IAYP, Singgih juga pernah
terlambat melakukan kegiatan. Ia juga menyaksikan puluhan teman-temannya gagal
dalam menyelesaikan program pendidikan karakter itu. Singgih menjadi penasaran,
mengapa banyak temannya yang gagal dalam menyelesaikan program IAYP, padahal kegiatan-kegiatannya
sangat sederhana.
Berbekal penelitian
tentang prokrastinansi (Steel, 2007), Singgih mewawancarai 30 teman-temannya di
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Hasil wawancara dan penelitiannya
menunjukkan bahwa mahasiswa melakukan prokrastinansi karena mereka kurang
berhati-hati dalam menatap masa depannya. Mereka kurang mampu berkonsentrasi,
tidak mampu membuat perencanaan, dan kurang mempunyai keinginan untuk mencapai
sesuatu yang lebih tinggi dalam hidupnya. Singkat kata, mahasiswa yang terbiasa
menunda-nunda pelaksanaan suatu tugas, cenderung gagal dalam menyelesaikan
kegiatan IAYP. Kebiasaan menunda-nunda kegiatan IAYP ini akan terbawa dalam
kehidupan sehari-hari. Mahasiswa akhirnya mempunyai karakter prokrastinansi.
Untuk mengatasi
prokrastinansi, maka Singgih menyarankan agar peserta belajar untuk
berkonsentrasi, membuat perencanaan kegiatan dan selalu memacu diri untuk
mencapai sesuatu yang lebih tingggi (need for achievement). Agar prokrastinansi
itu tidak menjadi penyakit kelak di kemudian hari, maka mahasiswa Universitas
Proklamasi 45 Yogyakarta diajak Singgih untuk melakukan kegiatan IAYP dengan bersungguh-sungguh.
Mumpung masih mahasiswa, masih muda umurnya, belum berkeluarga, dan belum
bekerja, maka pembentukan karakter terpuji harus segera dilakukan, yaitu
melalui kegiatan IAYP.
Pada 29 September 2016,
Singgih dan 62 temannya telah diwisuda di Hotel Grand Cokro Yogyakarta. Berkat
ketekunan dan perilaku tidak menunda-nunda, maka Singgih dinobatkan menjadi
salah satu wisudawan dengan predikat cum-laude.
Raktor UP45 memberi selamat atas prestasi Singgih yang luar biasa ini. Dalam
wisuda tersebut ada 4 teman Singgih yang juga diwisuda. Mereka adalah Romadhon,
Nurul Komari Sari Apriliani, Yusna Hanung Purwandari, dan Richanatus Syarifah. Istimewanya,
empat sekawan itu juga mengikuti program IAYP meskipun berbeda level. Romadhon
dan Nurul sudah menyelesaikan level perak, sedangkan Yusna dan Richanatus sudah
menyelesaikan level perunggu. Keistimewaan kedua, mereka berlima lulus tepat
waktu yaitu 4 tahun. Ini adalah bukti nyata bahwa program IAYP juga ikut mensukseskan
proses belajar mahasiswa.
Wisuda S1 tersebut
pada hakekatnya merupakan saat bagi pembuktian bahwa karakter mereka
benar-benar telah teruji melalui program IAYP. Ketika mereka bekerja dalam
suatu organisasi, maka mereka benar-benar dituntut untuk disiplin mengerjakan
tugas, tekun, bertanggung jawab, mandiri, jujur, serta yang penting adalah
tidak melakukan prokrastinansi. Semoga program IAYP yang bagus ini tetap dapat
terlaksana dengan lancar di Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta.
Daftar
Pustaka
Belgutay, J. (2012). Why paper qualifications are no longer enough.
Tesconnect, January 27, 2012.
Retrieved from
http://www.tes.co.uk/article.aspx?storycode=6169505
Steel, P. (2007). The nature of
procrastination: A meta-analytic and theoretical review of quintessential
self-regulatory failure. Psychology
Bulletin. 133(1), 65-94
1 Comments
Selamat, semoga ke-5 wisudawan/i secepatnya dpt pekerjaan sesuai yg dicita2kan?
ReplyDeleteTidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji