BERKARYA
DENGAN PENUH SYUKUR DI RRI
Fx. Wahyu Widiantoro
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Perilaku memaafkan dan mengampuni merupakan upaya
dalam menyelesaikan suatu konflik. Pemaafan merupakan cara yang efektif dalam
penyelesaian konflik antar pribadi. Individu membutuhkan kemampuan untuk
mengelola emosi negatif dengan mengembangkan emosi positif sehingga mampu
menyikapi segala permasalahan yang dihadapi dengan baik.
Enright (1998), menyebutkan, dalam pemaafan
dibutuhkan kemampuan untuk melewati berbagai emosi negatif seperti kebencian,
kemarahan, penolakkan, dan keinginan berbalas dendam. Hal tersebut dapat
dicapai dengan menyuburkan emosi positif seperti tindakan-tindakan yang baik,
memunculkan empati, dan bahkan rasa cinta.
McCullough, dkk (2001), menambahkan bahwa
perilaku memaafkan adalah konsep dasar yang menghambat seseorang untuk tetap
mempertahankan permusuhan maupun upaya balas dendam. Perilaku memaafkan pada
akhirnya akan meningkatkan motivasi pada diri seseorang untuk melakukan konsiliasi
yang bersifat lebih konstruktif bagi pihak yang bertikai.
Memaafkan adalah pusat untuk membangun manusia
yang sehat dan mungkin salah satu proses yang paling penting dalam pemulihan
hubungan interpersonal setelah konflik (Toussaint dan Webb, 2005).
Individu memutuskan untuk memaafkan sebab hal
tersebut dapat meminimalkan suatu konflik yang terjadi dan menciptakan hubungan
interpersonal yang lebih baik. Pertanyaan selanjutnya, apakah individu tersebut
dapat menjamin bahwa individu yang telah dimaafkan tidak akan mengulang
kesalahannya? Tentunya dibutuhkan upaya untuk saling memperbaiki secara
berkesinambungan. Adanya upaya yang tidak sekedar memaafkan tetapi lebih pada
mengampuni.
Perilaku memafkan serupa dengan konsep yang
diperkenalkan oleh Corey (2005), yang merujuk pada proses melepaskan segala
bentuk perasaan-perasaan negatif yang menyertai suatu peristiwa. Demikian
Enright (1998), menjelaskan bahwa perilaku memaafkan adalah adanya tindakan
sebagai upaya yang dilakukan seseorang untuk tidak membalas menyakiti orang
lain atas apa yang telah dilakukannya, melainkan memberikan pengampunan.
Perilaku mengampuni mencakup adanya unsur menyembuhkan,
membangun, mendidik terhadap individu lain yang dapat dimulai dari sikap
memaafkan. Individu agar dapat mengampuni maka harus mengolah diri sendiri
hingga mampu memafkan orang lain. Perilaku memaafkan cenderung hanya sebatas
toleransi dan menghindari konflik interpersonal. Selanjutnya, individu
diharapkan mampu mengampuni yaitu membina hubungan interpersonal tersebut
secara berkesinambungan. Mengampuni
ibaratnya memberikan pipi kanan setelah pipi kiri ditampar. Agaknya hal itu
hanya bisa dilakukan oleh orang-orang sufi. Kita sebagai orang kebanyakan,
bisakah meneladani perilaku orang-orang sufi tersebut? Butuh hati yang besar
untuk bisa mengampuni musuh / orang yang telah berperilaku tidak menyenangkan
kepada kita. Mengampuni tidak berarti melupakan. Oleh karena itu, langkah
cerdik yang bisa diterapkan yaitu berinteraksi sosial secara cerdik dan
berstrategi dengan cermat.
Tulisan ini adalah topik siaran di RRI
Yogyakarta, sebagai hasil kerjasama dengan Fakultas Psikologi UP45 Yogyakarta.
Nara sumber utama siaran in adalah dosen Fx. Wahyu Widiantoro,
S.Psi., MA, yang sering diberi gelar the
priest. Pada siaran 5 Juli 2017 tersebut, pak Wahyu ditemani oleh 2
mahasiswa yang haus prestasi yaitu Ningnurani dan Fatkul Azis.
Dua mahasiswa tersebut sudah sering menorehkan berbagai prestasi mengagumkan. Semoga
siaran ini terus berlansung dengan lancar.
Referensi:
Corey, G. (2005).Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy 7th Edition.
Belmont: Brooks/Cole – Thompson learning.
Enright, R.D. (1998). Forgiveness As a Choice: A Step By Step Process for Resolving Anger and
Restoring Hope. Washington DC: APA Life Tools.
McCullough, M.E., Worthington, E.L., Rachal,
K.C., Sandage, S.J., Brown, S.W., & Hoght, T.L. (2001). Interpersonal
Forgiving in Close Relationship II: Theoritical Elaboration and Measurement. Journal of Personality and Social Psychology,
1586-1603.
Toussaint, L & Webb, J.R. (2005). Gender
Differences in the Relationship Between Empathy and Forgiveness. Journal of Social Psychology. Vol. 145,
No.6: 673–685.
Suggested
citation:
Widiantoro, F. W. (2017). Memaafkan dan Mengampuni. RRI Yogyakarta. 5 Juli 2017.
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji