Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

KEPALA SEKOLAH DAN MODEL PERILAKU PRO-LINGKUNGAN HIDUP (MEMULIAKAN SAMPAH)


PROSES PENGURUSAN PREDIKAT ADIWIYATA (GREEN SCHOOL)
DI SMP N I SLEMAN YOGYAKARTA

Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
dan
Ai Siti Patimah
Pusat Studi Lingkungan Hidup, Universitas Papua, Manokwari, Papua Barat


Tujuan utama program Sekolah Adiwiyata adalah membiasakan anak-anak, karyawan dan guru sekolah (warga sekolah) untuk cinta lingkungan hidup. Semua kegiatan sekolah selalu berorientasi pada perawatan dan perbaikan lingkungan hidup. Sebagai contoh, kantin sekolah hendaknya dikelola berdasarkan prinsip hidup sehat, bersih, dan memuliakan lingkungan hidup (KLH & Kemendikbud, 2012). Bungkus makanan yang dijual di kantin diutamakan berasal dari daun atau bahan-bahan yang mudah terurai di alam. Jadi kantin hendaknya memproduksi sampah organik. Proses penguraian sampah organik tersebut dilakukan melalui proses pengomposan. Oleh karena itu di pojok kantin harus ada keranjang Takekura atau komposter untuk skala rumah tangga. Kalau pun makanan yang dijual di kantin itu harus menggunakan bungkus plastik, maka sampah plastiknya kemudian dibersihkan, dikeringkan, dan dikumpulkan berdasarkan jenisnya. Sebagian plastik tersebut kemudian menjadi materi dasar pelajaran prakarya. Sisa plastik kemudian ditabung di Bank Sampah sekolah. Makanan yang dijual pun harus sehat, yakni tidak menggunakan pewarna alami atau bahan-bahan yang berbahaya. Salah satu bahan berbahaya adalah daging ayam yang sudah kadaluwarsa (ayam tiren, mati kemarin atau sudah menjadi bangkai baru kemudian disembelih dan selanjutnya dikonsumsi manusia).


Predikat yang sangat bergengsi di lingkungan sekolah yaitu Adiwiyata, tidak hanya mensyaratkan kantin sekolah yang pro-lingkungan hidup. Kegiatan-kegiatan lainnya di sekolah juga harus mencerminkan perilaku cinta lingkungan hidup. Visi misi sekolah harus mencerminkan perilaku cinta lingkungan hidup. Warga sekolah membawa bekal makanan dan minuman dari rumah, sehingga mengurangi sampah plastik kemasan makanan / minuman. Materi dasar pelajaran prakarya adalah mendisain sampah plastik menjadi barang-barang berguna / barang kerajinan. Warga sekolah terlibat aktif dalam memelihara dan merawat taman, pengolaan sampah sekolah, dan kebersihan prasarana sekolah.

Persoalan yang berhubungan dengan program Sekolah Adiwiyata adalah adanya ketergantungan yang tinggi pada figur Kepala Sekolah (Shinta, 2019). Hal ini karena kesuksesan pengurusan borang Adiwiyata cenderung berdasarkan prakarsa dan inovasi dari Kepala Sekolah. Kepala Sekolah yang bermotivasi kuat dalam lingkungan hidup, akan membuat sekolah yang dipimpinnya berhasil mendapatkan gelar Adiwiyata. Warga sekolah lainnya cenderung kurang termotivasi dalam pengurusan predikat Adiwiyata. Alasan di sebaliknya adalah sangat klasik yaitu warga sekolah kurang mampu mengapresiasi sampah dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan lingkungan hidup (Shinta & Daihani, 2019). Apresiasi rendah terhadap sampah berasal dari gaya pendidikan dalam keluarga serta kebiasaan di masyarakat yang memang kurang mengapresiasi sampah. Hal ini sangat berbeda dengan di Jepang, yang mana para ibu dilibatkan pemerintah untuk mengelola sampahnya sendiri (Nggeboe, 2016). Dampaknya adalah anak-anak Jepang juga terbiasa mengapresiasi sampahnya.

SMPN I Sleman sedang berbenah untuk mendapatkan predikat Adiwiyata tingkat kabupaten. Sosok Kepala Sekolahnya berusaha mendidik dirinya sendiri untuk mendapatkan regulasi diri pro-lingkungan hidup. Regulasi diri artinya seseorang berperilaku tertentu karena ia yakin dengan nilai-nilai yang tinggi dari perilaku tersebut, meskipun tidak ada orang lain yang melihatnya. Hal ini berarti individu mempunyai motivasi internal yang tinggi (Bandura, 1986). Kepala Sekolah sadar bahwa ia menjadi model perilaku (suri tauladan) bagi warga sekolah, sehingga perilakunya akan selalu menjadi objek pengamatan warga sekolah. Oleh karena itu Kepala Sekolah akan selalu berperilaku pro-lingkungan hidup di mana pun ia berada. Motivasi internalnya yang kuat dalam lingkungan hidup akan menular pada warga sekolah lainnya.

Salah satu cara Kepala Sekolah untuk memotivasi para guru untuk berperilaku pro-lingkungan hidup adalah dengan mengadakan pelatihan pengolahan sampah dengan metode Keranjang Takekura. Tujuannya adalah para guru dapat mengolah sampah di kantor guru dengan cara yang ramah lingkungan. Tujuan yang lebih luas lagi adalah para guru dapat mengolah sampahnya sendiri dalam kehidupan sehari-hari di rumahnya. Berdasarkan pelatihan tersebut dan juga motivasi yang kuat dari Kepala Sekolah, maka diharapkan para guru dapat berperilaku pro-lingkungan hidup, baik di sekolah maupun di rumah.


Tulisan ini adalah laporan pelaksanaan kegiatan Pengabdian Masyarakat oleh para dosen UP45 dan juga alumninya. Kegiatan tersebut dilaksanakan di SMPN I Sleman Yogyakarta. Keterlibatan alumni UP45 adalah memberikan pengetahuan dan ketrampilan tentang pengolahan sampah model Takekura. Kegiatan ini berlangsung pada 2 September 2019.


Daftar pustaka:

Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: A social cognitive theory. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

KLH & Kemendikbud (2012). Panduan Adiwiyata: Sekolah peduli dan berbudaya lingkungan. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup & Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Nggeboe, F. (2016). Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah: Perspektif penerapan sanksi dan peraturan daerah. Jurnal Hukum PRIORIS. 5(3), 265-275.

Shinta, A. (2019). Penguatan pendidikan pro-lingkungan hidup di sekolah-sekolah untuk meningkatkan kepedulian generasi muda pada lingkungan hidup. Yogyakarta: Best Publisher.

Shinta, A. & Daihani, D.U. (2019). The implementation of creative civic education on waste management to strengthen national resilience. This paper has been presented in the 12th International Indonesia Forum Conference with the theme “Rising to the Occasion: Indonesian Creativity, Ingenuity, and Innovation in a World in Transition”, at National Cheng Kung University, Tainan, Taiwan, on 26 and 27 June.


Post a Comment

0 Comments