Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

PARENTING DI ERA MILINEAL


PELATIHAN PENDAMPINGAN PADA PARA ORANGTUA DI PAKUNCEN

Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta

Menjadi orangtua adalah salah satu tahap perkembangan manusia yang sangat penting. Hal ini karena seseorang setelah menjadi ibu / ayah, maka ia mempunyai tugas berat yaitu merawat dan mendidik anak. Ketrampilan merawat dan mendidik anak akan diperoleh seseorang melalui praktek langsung, yang mungkin saja akan dibimbing oleh ibu / perawat / orang lain yang berkompeten. Bila seseorang mendapat kesempatan dibimbing oleh orang-orang tersebut, maka sebenarnya ia sangat beruntung. Hal ini karena selama ini belum ada kursus parenting / cara-cara menjadi orangtua yang baik. Beruntung sekarang sudah ada persyaratan untuk mendapatkan sertifikat sebelum seseorang melangsungkan perkawinan. Sertifikat pra-nikah ini dilaksanakan oleh Kementerian Agama dan Kementerian Kesehatan, dan berlangsung selama 3 bulan. Salah satu materinya adalah cara-cara merawat dan mendidik anak.


Persoalan tentang pendidikan anak muncul sepanjang masa. Ketika anak masih kecil, persoalan yang biasa muncul adalah sulitnya anak makan dan tidur secara teratur; anak sulit makan sayur; anak terlalu terpaku pada gawai; anak terlambat berbicara dan berjalan; anak lebih patuh pada asisten rumah tangga daripada ibu; anak lambat dalam penguasaan kemampuan toilet training; anak mengalami pelecehan seksual dan sebagainya. Respon orangtua yang tidak sabar dalam menghadapi persoalan-persoalan itu adalah dengan memukul / kekerasan fisik lainnya. Kadang kala, orangtua memukul anak tanpa anak mengetahui alasannya. Bahkan pemukulan itu juga dilakukan terhadap ibu. Inilah yang disebut dengan fenomena kekerasan dalam rumah tangga.

Ketika anak menapak usia remaja, persoalan pendidikan anak bertambah rumit. Hal ini karena remaja cenderung lebih patuh pada kelompok teman sebayanya daripada orangtua. Pada masa kanak-kanak, sebaliknya, ketergantungan anak pada orangtua sangat tinggi. Persoalan yang mencuat di Yogyakarta akhir-akhir ini adalah perilaku klithih yang dilakukan oleh remaja. Perilaku klithih adalah perilaku agresif (memukul, menyabet/ menebas, bahkan membunuh) terhadap orang-orang yang dijumpainya. Korban bahkan tidak / belum kenal dengan pelaku klithih. Situasi ini sangat memprihatinkan. Oleh karena itu perlu adanya upaya-upaya pencegahan kekerasan dalam rumah tangga yang harus dilakukan secara sistematis agar anak-anak Yogyakarta ini dapat tumbuh dengan sehat, aman, dan optimal.

Agar upaya-upaya pencegahan kekerasan terhadap anak berhasil maka perlu dijelaskan apa saja kekerasan / pengalaman buruk yang dialami anak. Kekerasan pertama dan sangat berbahaya yang dialami anak adalah kekerasan seksual, baik secara fisik maupun non fisik. Hal ini penting untuk dijelaskan karena:
Ø  Banyak anak yang tidak berani menceriterakan pengalaman kekerasan yang dialaminya sehingga hidupnya menjadi sangat membingungkannya.
Ø  Seringkali anak tidak tahu bagaimana menggambarkan segala sesuatu yang telah dialaminya, dan orang dewasa juga gagal memahminya.

Kesulitan anak dalam mengekspresikan kekerasan seksual yang dialaminya, menyebabkan mereka mengalami kesulitan di sekolah. Bahkan mungkin saja anak kemudian lari ke narkoba, lari dari rumah, sulit makan dan ada kecenderungan untuk bunuh diri. Oleh karena perilaku kadang kala sulit dipahami, maka mungkin saja anak yang mengalami kekerasan seksual tersebut akan berperilaku seperti anak-anak lainnya dan tidak menampilkan tanda-tanda yang mencurigakan. Jadi dalam hal ini orangtua perlu waspada tentang segala situasi yang terjadi pada anak. Kewaspadaan itu bisa terjadi bila hubungan antara anak dan orangtua harmonis. Bila orangtua merasa tidak sanggup mengatasi permasalahan anaknya dan membutuhkan bantuan, maka UPT P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak). UPT tersebut juga bisa dihubungi melalui telepon (0274) 514419. Lokasi UPT adalah di Jl. Batikan No. 20 Yogyakarta.

Berikut identifikasi bila anak mengalami kekerasan seksual secara fisik:
Ø  Area intim / kemaluan anak disentuh seseorang dan hal itu menimbulkan gairah pada pelaku.
Ø  Pelaku menyuruh anak untuk menyentuh area intim / kemaluan pelaku.
Ø  Pelaku memasukkan sesuatu ke dalam kemaluan / anus anak.
Ø  Pelaku memaksa anak laki-laki untuk memasukkan benda / penis ke lubang anal / dubur atau mulut.

Kekerasan seksual pada anak secara non fisik akan terjadi bila:
Ø  Pelaku menunjukkan video, foto, atau gambar pornografi.
Ø  Pelaku menyuruh anak untuk menonton berbagai hal yang berhubungan dengan seks.
Ø  Pelaku mengintip anak yang sedang mandi atau sedang berada di toilet.
Ø  Pelaku melakukan chatting seksual melalui telepon / internet, kemudian menyuruh anak untuk berpose tidak wajar.

Tanda awal kemungkinan terjadinya kekerasan seksual pada anak:
Ø  Perilaku anak berubah drastis misalnya murung, menutup diri, tidak mau bersekolah, enggan bermain, tidak bernafsu makan dan mengurun diri.
Ø  Anak berperilaku memberontak / menentang.
Ø  Anak menolak figur tertentu
Ø  Anak berperilaku aneh misalnya menggunakan mainan / benda lainnya sebagai rnagsangan seksual.

Tanda fisik akibat kekerasan seksual pada anak:
Ø  Anak merasa sakit, terjadi pendarahan atau keluar cairan dari kemaluan / anusnya.
Ø  Anak merasa sakit yang ebrulang-ulang setiap kali ia buang air kecil.
Ø  Anak menjadi sering mengompol
Ø  Anak merasa nyeri atau kesulitan berjalan / duduk.
Ø  Ada bercak darah di pakaian anak.
Ø  Beberapa bagian tubuh anak ada memar yang tidak biasa tanpa alasan yang memadai.

Tulisan ini adalah laporan dari kegiatan pengabdian dosen UP45 berdasarkan undangan dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Perlindungan Anak Kodya Yogyakarta. Pelatihan dilakukan di Kantor Kalurahan Pakuncen Yogyakarta, pada Sabtu 8 November 2019. Selain saya, fasilitator pelatihan ini adalah Fx. Wahyu Widiantoro, S.Psi., MA., Camat Pakuncen (Bapak Jemari, SH), dan Polresta (Bapak Kardiyana). Pejabat UPT P2TP2A yang datang pada acara tersebut adalah Ibu Udi dan Ibu Santi. Jumlah hadirin adalah 30 orangtua. Mereka sangat antusias mengikuti pelatihan ini.





Post a Comment

0 Comments