Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Univesitas
Proklamsi 45
Yogyakarta
Penentu utama kualitas pembelajaran
adalah guru atau dosen sebagai pihak yang memberikan materi pelajaran. Apabila
dosen tidak menguasai materi pelajaran, jangan harap mahasiswa akan memahami
apalagi berprestasi dalam pelajaran itu. Situasi ruang perkuliahan menjadi
tidak nyaman, dan mahasiswa akan merendahkan dosen yang tidak mampu tersebut.
Kenyataan pahit ini baru saya sadari ketika saya menjadi dosen yang mengampu
psikologi sosial di Fakultas Ilmu Sosial & Politik di Universitas Andalas
Padang pada tahun 1986-1994. Saya menjadi bahan tertawaan mahasiswa. Rasanya masih
terngiang lagu daerah Gelang sipatu
gelang yang dinyanyikan mahasiswa pada saat saya mengajar psikologi sosial.
Lagu itu menggambarkan saat-saat seseorang mau berpamit untuk pulang. Artinya,
mahasiswa pamit mau pulang karena cara dosen mengajar sangat membosankan.
Sangat menyakitkan. Satu hal yang menarik adalah, ketika saya mengajar
statistik ilmu sosial, semua mahasiswa taat pada instruksi saya, suasana kelas
nyaman, dan mahasiswa senang dengan pelajaran statistik.
Ketika pindah dan bekerja di Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta pada tahun 1996, saya diminta
untuk mengajar psikologi sosial. Belajar dari kenyataan pahit di Padang
tersebut, saya berusaha untuk menguasai psikologi sosial dan pelajaran lain
yang menjadi tugas saya. Penguasaan ilmu-ilmu itu saya lakukan secara kreatif.
Berikut adalah ulasan beberapa usaha kreatif saya dalam hal penguasaan
ilmu-ilmu psikologi dan sekaligus membuat mahasiswa menjadi lebih mudah
memahaminya.
Usaha kreatif saya yang pertama yaitu dengan
menulis artikel. Artikel tersebut kemudian saya kirimkan ke surat kabar lokal Yogya Post, dan saya menjadi pelanggan
kolumnis. Artikel itu tentang peristiwa sehari-hari dan saya jelaskan dengan
berbagai teori psikologi sosial. Cara tersebut sederhana namun sangat mengena,
dan dampaknya saya menjadi percaya diri dalam memberikan materi. Materi
pelajaran menjadi lebih terasa membumi. Sasaran artikel saya tidak hanya surat
kabar saja, tetapi juga majalah, siaran radio, blog menulis, bahkan juga siaran
di televisi.
Usaha kreatif kedua yaitu menaikkan
partisipasi mahasiswa dalam proses pembelajaran. Partisipasi itu dapat
diperoleh dengan cara memberi tugas mahasiswa untuk membuat soal-soal dan
menjawab soal-soal tersebut. Langkah selanjutnya yaitu meminta mahasiswa untuk
ikut mengoreksi jawaban ujian tengah semesternya. Masing-masing mahasiswa
mengoreksi hasil kerjanya sendiri kemudian membubuhkan nilai yang sesuai dengan
kunci jawaban bukan sesuai dengan keinginannya. Strategi ini memunculkan
kekhawatiran bahwa mahasiswa akan mengganti jawaban ujiannya. Tentu saja kekhawatiran
itu sudah saya antisipasi sebelumnya yaitu dengan membuat soal essai bukan soal
yang bersifat benar salah (check point).
Selain itu, saya sudah menandai terlebih dahulu lembar jawaban mahasiswa yang
terlampau banyak coretan-coretannya. Tentu saja proses menandai lembar jawaban
itu dilakukan secara tidak kentara.
Usaha kreatif ketiga yaitu memberikan
waktu pengerjaan soal-soal ujian secara longgar. Apabila dosen-dosen lain hanya
memberikan waktu pengerjaan soal-sosal ujian sekitar satu sampai dua jam, maka
waktu yang saya berikan pada mahasiswa sekitar empat jam. Oleh karena waktunya
sangat longgar, maka mahasiswa diijinkan menyelesaikan ujian di tempat-tempat
yang nyaman seperti taman atau perpustakaan. Bahkan tidak jarang, mahasiwa
diijinkan membawa pulang soal-soal ujian kemudian hasilnya dikumpulkan keesokan
harinya (take home exam). Strategi
ini sangat rawan terhadap munculnya perilaku curang. Untuk mengatasi perilaku
curang, maka cara yang terbukti manjur adalah mengharuskan mahasiswa menjawab
pertanyaan ujian dengan tulisan tangan (tidak boleh menggunakan mesin
pencetak). Berdasarkan cara ini telah ’tertangkap basah’ beberapa mahasiswa
yang berlaku curang. Indikator perilaku curang antara lain kata-kata dan
kalimat yang digunakan sama dengan teman-temannya, gaya menulisnya berbeda
dengan gaya menulis pada tugas sehari-hari. Memang betul strategi ini melelahkan
karena saya harus ekstra waspada, namun hasilnya memuaskan. Saya menjadi lebih
yakin dalam membubuhkan nilai, tanpa mahasiswa dapat mengelaknya.
Usaha kreatif keempat yaitu menggunakan
kemajuan teknologi informasi. Artikel pada harian Kompas tanggal 5 Desember
2012 yang berjudul Hasil pendidikan
berbasis TIK lebih baik, menunjukkan bahwa proses belajar mengajar akan
menjadi lebih mudah dipahami siswa dan orangtua, bila guru menggunakan
teknologi informasi. Teknologi informasi yang saya gunakan yaitu mengirimkan
materi pelajaran melalui internet, materi pelajaran ditayangkan melalui blog
menulis, dan menginstruksikan mahasiswa untuk menggunakan e-book yang telah
tersedia di perpustakaan. Untuk memperlancar proses mengajar, saya juga
mempersiapkan proyektor secara mandiri, sehingga mahasiswa menjadi lebih fokus
perhatiannya pada materi pelajaran.
Bagaimana dengan respon mahasiswa
terhadap usaha-usaha kreatif yang saya lakukan ini? Pertanyaan itu seharusnya
ditujukan pada mahasiswa di Padang. Merekalah yang bisa menilai kondisi saya
sebelum dan sesudah berupaya secara kreatif dalam mengajar. Meskipun demikian
apabila ingin dilihat tolok ukurnya, maka sepanjang saya mengajar berbagai
pelajaran mulai tahun 1996 sampai dengan sekarang, tidak ada mahasiswa Universitas
Proklaamsi 45 yang mentertawakan saya. Mahasiswa antusias dalam mengikuti
pelajaran dan bersedia mengikuti instruksi-instruksi saya. Bahkan mereka juga
terdorong untuk menerbitkan tugas-tugasnya di media massa, termasuk di blog
menulis. Berbagai artikel tersebut kemudian saya kompilasikan sehingga menjadi
buku diktat. Mahasiswa menjadi lebih mudah dalam mengikuti pelajaran.
Apa saja dampak pada partisipasi
mahasiswa dalam hal pemahaman materi kuliah? Pada mulanya mereka terkejut
dengan sistem pengajaran yang menekankan kepercayaan ini, namun akhirnya mereka
menikmatinya. Mereka menjadi lebih memahami cara-cara menjawab soal-soal ujian.
Mahasiswa tidak mungkin mengganti jawaban karena soal-soal ujiannya adalah
essai. Dampak selanjutnya adalah diskusi di kelas menjadi lebih hidup karena
jawaban mahasiswa beraneka ragam, sehingga wawasan mahasiswa lainnya juga
semakin beragam. Dampak selanjutnya yaitu terjalin rasa saling percaya antara
mahasiswa dan dosen, bahwa dosen tidak akan semena-mena dalam memberi nilai
akhir. Jadi sebenarnya strategi pembelajaran yang menekankan pada rasa percaya
ini membuka peluang bagi mahasiswa dan dosen untuk saling terbuka terhadap
kritik baik dalam hal pemberian nilai, kualitas materi pelajaran, gaya
mengajar, dan etika menghadiri perkuliahan. Strategi seperti ini bahkan juga
membuka peluang bagi mahasiswa untuk berkonsultasi untuk memecahkan
persoalan-persoalan yang dihadapinya. Hubungan mahasiswa dan dosen menjadi
semakin dekat.
Salah satu indikator keberhasilan dalam
proses pengajaran yang berkualitas yaitu mahasiswa menjadi lebih disiplin dalam
mengikuti perkuliahan. Selama ini kedisiplinan mahasiswa terjaga dengan baik,
karena saya sering memberi tugas kepada mahasiswa pada setiap akhir kuliah.
Tugas-tugas itu sebenarnya tidak sulit, namun memang membutuhkan kesungguhan
mahasiswa untuk mengerjakannya. Oleh karena hampir setiap minggu ada tugas
untuk mahasiswa, maka dampaknya saya sering kewalahan dalam mengoreksi tugas.
Apalagi bila ada mahasiswa yang terlambat mengerjakan tugas dengan alasan
minggu sebelumnya tidak masuk.
Untuk mengatasi keruwetan dalam
mengoreksi tugas kuliah, maka ada dua cara yang sering saya lakukan yaitu:
·
Pengumpulan tugas tidak boleh terlambat. Saya menekankan
kepada mahasiswa bahwa terlambat mengumpulkan tugas berarti saya menjadi sering
terlupa mengoreksi, sehingga mahasiswa juga yang dirugikan.
·
Pengerjaan tugas dilakukan dengan standar tertentu yaitu:
harus diketik dan maksimum satu lembar saja. Standar ini dimaksudkan agar
mahasiswa terbiasa untuk menulis dengan ringkas. Selain itu, mahasiswa yang
tidak memperhatikan kemajuan teknologi menjadi terpaksa belajar mengoperasikan
komputer.
Standar pengetikan tugas itu memang
memunculkan masalah baru yaitu mahasiswa menjadi saling mencontek. Apalagi bila
jenis tugas itu adalah meringkas dari satu bab pada literatur berbahasa
Inggris. Hal ini dapat diketahui dengan mudah dari miripnya cara mengetik tugas
(pilihan jenis huruf, pilihan kata-kata, jarak margin, dan sumber referensi).
Untuk mengatasi hal ini maka yang saya lakukan adalah mengembalikan tugas itu
kepada mahasiswa yang tugasnya mirip kemudian menyuruh mahasiswa untuk menulis
ulang. Tentu saja mahasiswa tidak dapat menyangkal, karena saya selalu
memberikan bukti-bukti yang akurat tentang perilaku curang tersebut.
Bagaimana dengan perilaku keteladanan
saya sebagai dosen, sehingga semua instruksi-instruksi saya dikerjakan mahasiswa
dengan senang hati? Dalam setiap perkuliahan, saya selalu menekankan agar
mahasiswa mempertanyakan kembali tentang keteladanan dosen. Apabila mahasiswa
diminta menulis, maka dosen juga harus memberi contoh tentang cara menulis
dengan baik. Oleh karena itu, untuk mendorong proses pemahaman pada mahasiswa,
maka saya mewajibkan mahasiswa untuk menulis tentang konsep-konsep psikologi yang
diterima di perkuliahan. Dalam proses penulisan konsep-konsep tersebut,
seringkali hasil tulisannya tidak optimal. Hal ini karena tujuan mahasiswa
menulis hanya untuk memenuhi tugas perkulaihan semata. Agar hasil tulisan
mahasiswa menjadi lebih optimal dan sekaligus menjawab berbagai persoalan yang
timbul di masyarakat maka saya selalu berusaha mencari informasi tentang lomba
karya tulis ilmiah. Di
media massa dan juga di dunia maya, sangat banyak informasi tentang lomba
menulis. Saya mewajibkan mahasiswa untuk mengikuti lomba menulis tersebut.
Agar semangat mahasiswa terjaga dalam
hal menulis, maka saya harus memberi teladan. Saya juga mengikuti lomba menulis
tersebut. Jadi tujuan mahasiswa dan dosen mengikuti lomba menulis tidak hanya
agar mahasiswa lebih memahami konsep
psikologi, tetapi juga menambah prestasi mahasiswa. Kelak daftar riwayat hidup
mahasiswa akan semakin penuh dengan karya-karya menulis yang membanggakan. Hal
ini pernah terjadi pada lomba menulis yang diselenggarakan oleh Tupperware.
Kebetulan sekali saya dan semua mahasiswa yang mengambil mata kuliah saya mengikuti
lomba menulis tersebut dan mendapat hadiah dari Tupperware. Dampak yang tidak
terkira dari usaha-usaha mengikuti loma menulis dan publikasi di media massa
adalah nama Universitas Proklamasi 45 menjadi lebih terkenal.
Catatan:
Versi pertama tulisan ini adalah untuk keperluan
sertivikasi dosen yang diselenggarakan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi pada 9-15
November 2012
4 Comments
Capek deh ikut kuliahnya bu Shinta. Setiap minggu tugas and tugas and tugas. Kapan mainnya? Stres deh. Tapi kalau tdik ada tugas, yah ngantuk juga
ReplyDeletejika capek menjadi mahasiswa seorang dosen yang demikian, lebih baik anda tak perlu kuliah saja lah.
DeleteTapi kuliah saya keren kan? Salam, A. Shinta
ReplyDeletethanks atas info dan pengalamannya kawan. kebetulan saya termasuk alumni andalas padang
ReplyDeleteTidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji