Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

MENCIPTAKAN KEMANDIRIAN PADA ANAK


IMPLEMENTASI MOU UP45 DENGAN RADIO SONORA YOGYAKARTA

Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta


Anak yang mandiri adalah impian dari setiap orangtua. Anak yang mandiri adalah anak yang bisa menata kamarnya sendiri, mencuci bajunya sendiri, menyeterika bajunya sendiri, tidak perlu diingatkan untuk belajar terus, bangun tidur pada pagi hari tepat waktu kemudian berbenah dan segera berangkat sekolah, dan mampu bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya. Adakah anak dengan karakteristik meseperti itu? Rasa-rasanya memang sangat jarang ada anak dengan karakter sangat hebat seperti itu. Pertanyaannya, mungkinkah kita mempunyai anak dengan karakter seperti itu? Paling tidak mendekati karakter seperti itu?


Mempunyai anak dengan karakter mandiri seperti itu, adalah sangat mungkin. Persoalannya adalah orangtua sering kali menuntut berlebihan sehingga membuat anak menjadi jengkel. Sebagai contoh, anak sudah bersedia mencuci bajunya sendiri namun terbatas hanya baju sekolahnya saja. Orangtua biasanya merasa tidak puas, dan menuntut semua baju anak (baju sekolah, baju untuk di rumah dan baju untuk bepergian) dibereskan oleh anak sendiri. Selanjutnya, mungkin saja anak hanya mau merapikan tempat tidurnya sendiri sedangkan ruang belajarnya tetap berantakan. Alasannya adalah kamar tidur itu dihuni oleh dua anak, sehingga anak merasa keberatan bila satu kamar menjadi tanggung jawabnya secara penuh. Penghuni lainnya tidak mempedulikan kebersihan kamar. Terjadilah seperti yang diramalkan orang-orang yakni pertengkaran antara kakak adik dalam hal penataan ruang belajar.

Bagaimana cara membuat anak mandiri, paling tidak untuk urusannya sendiri? Hal-hal yang perlu dilakukan orangtua antara lain:
1)    Orangtua hendaknya bisa menghargai usaha anak, sekecil apa pun. Bila anak hanya mampu mencuci baju sekolah saja, maka tetaplah orangtua memberi apresiasi. Penghargaan ini penting karena anak akan merasa dirinya berharga dan berkontribusi dalam urusan rumah tangga. Hendaknya orangtua tidak membandingkan dengan usaha dari anak-anak lainnya. Adanya perbandingan menyebabkan anak merasa kalah.

2)    Usahakan orangtua untuk tidak langsung membantu bila anak menghadapi kesulitan. Dalam hal ini memang perlu ada sedikit rasa tega dari orangtua. Apalgi bila anak yang sedang merasa kesulitan itu mengeluh, menangis dan perilaku menyedihkan lainnya. Orangtua tentu tidak sanggup bila melihat anaknya menderita dan segera turun tangan menyelesaikan persoalan anak. Strategi yang mungkin perlu dicoba adalah orangtua pura-pura bepergian hanya dalam waktu sebentar, ketika orangtua mengetahui anak sedang menghadapi masalah. Dalam hal ini yang penting untuk diperhatikan adalah perkiraan orangtua terhadap berat ringannya masalah yang dihadapi anak. Kalau persoalannya berat dan gawat darurat, maka orangtua haru segera tanggap dan memberi bantuan.

3)    Perlu adanya diskusi dengan seluruh anggota keluarga tentang persoalan yang dihadapi keluarga. Ini penting untuk membangun komitmen. Bila hal ini tidak dilakukan, maka anak sulung bisa saja merasa keberatan akrena harus mengerjakan pekerjaan yang paling berat. Sementara itu anak bungsu bisa bermalas-malasan karena statusnya sebagai anak yang paling kecil.

Adapun punggawa siaran kali ini adalah Bapak Fx. Wahyu Widiantoro, S.Psi., MA., dan Bapak Yudha Andri Rianto, S.Psi. Bapak Wahyu adalah dosen Psikologi UP45. Bapak Yudha Andri kini adalah Kepala Sekolah Cita Loka Yogyakarta, sekolah yang selalu menjadi rujukan para orangtua yang peduli dengan pendidikan pada anak yang humanis. Bapak Yudha Andri ini juga salah satu alumni berprestasi dari Fakultas Psiologi UP45.

Tulisan ini adalah laporan dari pelaksanaan kerjasama antara UP45 dengan Radio Sonora Yogyakarta. Siaran dengan Radio Sonora ini berlangsung pada 12 November 2019, pukul 10.00-11.00. Pada siaran kali ini, pertanyaan yang datang dari para pendengar jumlahnya sangat banyak, mengingat nara sumbernya piawai dalam mengantarkan pesan-pesannya. 









Post a Comment

0 Comments