IMPLEMENTASI
MOU UP45 DENGAN RADIO SONORA YOGYAKARTA
Arundati
Shinta
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Mendidik anak hendaknya
tidak dengan kekerasan. Bila anak dibiasakan melihat dna mengalami tindakan kekerasan
dari orangtuanya, maka ia akan menirunya. Ia akan berpendapat bahwa kekerasan
adalah cara berkomunikasi yang bisa dierima oleh orang-orang dewasa. Sebagai
ilustrasi, ayah yang sering melakukan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga,
berupa memukul) istri dan anaknya. Ketika anak dewasa, ia juga akan melakukan
hal serupa pada keluarganya sendiri. Hal ini bisa dijeaskan melalui teori
sosial kognitif dari Albert Bandura. Teori tersebut menekankan bahwa suatu
perilaku terjadi karena merupakan hasil pengamatan semenjak usia dini. Anak
adalah seorang peniru yang ulung. Apalagi orang-orang yang diamati adalah
orang-orang signifikan yakni orangtua, yang bisa memberikan reward (hadiah / imbalan) dan punishment (hukuman). Reward dan punishment itu merupakan penguat perilaku, sehingga anak menjadi
terbiasa dengan kekerasan.
Persoalan yang berhubungan
dengan kekerasan adalah tindakan kekerasan itu sudah terlanjur terjadi dalam
keluarga. Di sisi lain, perubahan perilaku sulit dilakukan. Artinya, meskipun
orangtua sudah dinasehati untuk tidak melakukan KDRT, namun orangtua tetap saja
melakukan kekerasan terhadap anggota keluarganya. Orangtua tidak menyadari
bahwa kelak anak akan menirunya juga. Jadi dalam hal ini orangtua tidak
menyadari bahwa perilakunya yang penuh dengan kekerasan adalah suatu hal yang
buruk. Bahkan, ironinya, mendidik dengan kekerasan dianggap sebagai salah satu
karakteristiknya. Orangtua justru mengagungkan kekerasan. Anggapannya adalah
anak yang dididik dngan keras kelak akan menjadi orang yang tangguh dalam
menghadapi permasalahan.
Ketika keluarga sebagai
satuan terkecil dalam masyarakat sedang mengalami masalah dan tidak mampu
mengatasinya, maka masyarakat hendaknya bertindak menolongnya. Siapa masyarakat
itu? Masyarakat dalam hal ini adalah tetangga, RT, RW, Kalurahan, dan
seterusnya. Jadi bila orangtua melakukan pendidikan yang penuh kekerasan pada
anaknya, maka tetangganya bisa mengingatkan. Bila nasehat-nasehat tetangga itu
belum manjur maka ketua RT, RW bisa maju dan memberi nasehat. Ketua RT dan RW
mempunyai wewenang untuk membuat warga yang tinggal di daerah kekuasaannya hidup
dengan tenang dan nyaman. Jadi intinya adalah anak akan memahami bahwa
pendidikan yang penuh dengan kekerasan ternyata tidak disukai di lingkungan
masyarakat.
Adapun
punggawa siaran kali ini adalah Bapak Fx. Wahyu Widiantoro, S.Psi., MA., Ibu
Lucia Setyawahyuningsih, SH., M.Kn., dan Bapak Yudha Andri Rianto, S.Psi. Bapak
Wahyu adalah dosen Psikologi UP45. Ibu Lucia Setyawahyuningsih, SH., M.Kn.
adalah dosen Fakultas Hukum UP45. Bapak Yudha Andri kini adalah Kepala Sekolah
Cita Loka Yogyakarta, sekolah yang selalu menjadi rujukan para orangtua yang
peduli dengan pendidikan pada anak yang humanis. Bapak Yudha Andri ini juga
salah satu alumni berprestasi dari Fakultas Psiologi UP45.
Tulisan ini adalah laporan dari pelaksanaan kerjasama antara
UP45 dengan Radio Sonora Yogyakarta. Siaran
dengan Radio Sonora ini berlangsung pada 29 Oktober 2019, pukul 10.00-11.00.
Pada siaran kali ini, pertanyaan yang datang dari para pendengar jumlahnya
sangat banyak, mengingat nara sumbernya piawai dalam mengantarkan
pesan-pesannya.
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji