Arundati Shinta
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Foto : R. Chepi |
Topik diskusi tersebut memang sesuai dengan permasalahan
ketengakerjaan Indonesia
sekarang ini yang mana angka penganggugran intelektual cenderung meningkat.
Agaknya Bapak Rektor juga mengkhawatirkan tentang masa depan para wisudawan
itu. Beliau menginginkan apa saja yang bisa diperbuat oleh UP45 untuk membantu
para wisudawan tersebut dalam menata hari depannya.
Dalam tulisan ini saya tidak akan mengulas tentang apa dan
bagaimana tes psikologi, karena topik itu akan saya ulas pada terbitan
berikutnya. Saya hanya mengatakan kepada Bapak Rektor, bahwa tes psikologi
tidak dapat ‘dilatihkah’ seperti halnya bimbingan tes bagi pelajar SMU yang
akan mengikuti ujian masuk perguruan tinggi. Saya hanya mengatakan kepada
beliau bahwa sebaiknya para wisudawan yang ingin mencari kerja tersebut
berlatih secara mandiri dalam soal-soal yang mirip dengan psikotes.
Materi yang mirip dengan psikotes ternyata banyak tersedia di
berbagai toko buku. Seperti halnya kemampuan mengisi TTS (teka-teki silang),
berlatih mengerjakan soal-soal yang mirip psikotes ternyata membuat kita
menjadi lebih akrab dengan istilah-istilah asing, melatih kemampuan numerik,
melatih logika, dan melatih kemampuan verbal. Selanjutnya untuk topik wawancara
pekerjaan, saya juga tidak membahas secara mendalam, karena topik tersebut
sudah sering dibicarakan pada mata kuliah psikologi personalia. Kalau pun
wawancara pekerjaan itu mau dilatihkan pada para wisudawan, maka perlu semacam
pelatihan khusus untuk mereka karena mereka tidak berasal dari fakultas
psikologi.
Saya sebenarnya agak sedih juga karena tidak mampu menyumbang
ide secara ces-pleng (manjur) pada
para pencari kerja tentang psikotes dan wawancara pekerjaan, namun setelah
menjelajah puluhan informasi tentang kiat mencari pekerjaan saya mendapatkan
alamat yang sangat menggoda. Alamat itu adalah:
Cobalah untuk membuka alamat tersebut, dan banyak hal menarik
yang akan dijumpai antara lain: berbagai soal-soal mirip tes psikologi termasuk
kunci jawabannya, kiat-kiat membuat lamaran pekerjaan baik dalam bahasa Inggris
maupun Indonesia,
dan kiat-kiat menghadapi tes wawancara pekerjaan.
Topik selanjutnya yang ingin saya diskusikan dalam tulisan
ini dan relevan dengan dikusi dengan Bapak Rektor adalah tentang kiat-kiat
mendapatkan pekerjaan dalam waktu singkat. Saya sangat menekankan tentang
faktor keberuntungan yang harus dimiliki oleh para wisudawan tersebut. Keberuntungan
dalam hal ini sama sekali tidak berhubungan dengan hal-hal yang berbau mistik
atau spranatural. Hal ini karena keberuntungan sebenarnya dapat diciptakan.
Oleh karena keberuntungna merupakan ciptaan, maka tentu ada langkah-langkahnya
yang harus dilakukan oleh para pemburu pekerjaan.
Apa saja langkah-langkah untuk meraih keberuntungan dalam berburu
pekerjaan? Kiatnya sangat sederhana yaitu kita harus selalu menaikkan
kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan. Analoginya adalah apabila kita ingin
menjadi sebuah pohon yang besar dan kuat, maka kita harus selalu berada di
tanah yang subur. Agar tanah subur maka pupuk harus selalu tersedia, akses pada
sinar matahari harus tersedia, ketika kita masih berupa tunas pohon maka tidak
ada ayam yang akan mematuk-matuk bibit itu, tidak ada orang yang akan
menginjak-injak bibit itu, setelah batang menjadi besar tidak ada orang yang
usil ingin menebang pohon.
Untuk berburu pekerjaan, hal-hal yang perlu kita lakukan
untuk memperbesar kemungkinan mendapatkan pekerjaan antara lain:
- Melamar / mengirimkan surat lamaran sebanyak-banyaknya. Hal ini seperti menjala ikan. Semakin sering menebar jala, semakin banyak kemungkinannya mendapatkan ikan. Pengalaman sahabat Nicholas Simarmata, S.Psi, MA, lulusan UGM, sangat menyentuh. Dia sudah menyebar lamaran pada 200 perusahaan dari Aceh sampai Papua, dan hasilnya nihil. Ia kemudian menyebar lamaran pada semua perguruan tinggi di Jawa. Hasilnya sekali lagi nihil. Dia berpikir mungkin kemampuan kognisinya tidak laku di dunia kerja, sehingga ia memutuskan kemampuan ototnyalah yang harus ditawarkan. Tanpa malu-malu, ia menjadi tukang angkut-angkut di Bali. Saya membayangkan kalau saya belanja di mall dan tukang angkutnya seganteng dia, maka dompet saya pasti cepat bolong. Padahal kurang apa Nicholas itu? Dia masih muda, prestasi akademik mengagumkan, lulusan universitas ternama. Kenyataan pahit memang harus dihadapinya.
Hal yang menarik
adalah tidak lama kemudian dia mendapat peluang mengajar di Program Studi
Psikologi Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Bali. Tentu saja
keberuntungan itu tidak datang begitu saja. Coba kalau sesudah lulus dia hanya
mengirimkan 10 surat
lamaran saja, apakah dia akan menjadi seperti sekarang? Jadi, keberuntungan memang
tidak akan jatuh begitu saja di tangan kita. Keberuntungan memang harus
diciptakan.
- Perbanyak dan perluaslah jaringan sosial. Semakin banyak teman yang dikenal, semakin luas pula kemungkinan kita untuk menjadi orang yang beruntung dalam mencari pekerjaan. Orang yang senang bergaul cenderung menerima banyak informasi, sehingga pengetahuannya akan lebih luas daripada orang yang kurang senang bergaul. Oleh karena informasinya luas, maka orang-orang yang ekstrovert tersebut juga memiliki peluang keberuntungan yang lebih luas (Wiseman, 2003).
Cara operasional yang
disarankan untuk berlatih agar kita mampu mempunyai jaringan sosial yang luas
ialah bercakap-cakap paling tidak satu kali seminggu dengan orang yang baru
dikenal atau teman yang sudah lama tidak dijumpai. Tema percakapan dengan teman
lama pasti seputar tentang pendidikan (sudah lulus atau belum, jurusan yang
diambil), pekerjaan (status pekerjaan, lokasi bekerja, deskripsi tugas), status
perkawinan (sudah menikah atau belum), jumlah anak (sudah punya anak atau
belum, jumlah anak). Tema-tema percakapan itu seperti halnya tema percakapan
pada saat reuni dan perayaan hari-hari besar yang mana semua orang bertemu dan
menanyakan kabar masing-masing. Orang yang berkepribadian introvert (tertutup)
cenderung tidak suka dengan situasi-situasi ramai seperti itu, sehingga
kemungkinan mendapatkan informasi tentang pekerjaan juga terbatas. Dengan
perkataan lain, orang dengan kepribadian introvert adalah mempunyai
probabilitas keberutungan yang rendah.
- Peluang keberuntungan juga akan semakin besar bagi para pemburu pekerjaan jika mereka mempersiapkan diri dengan berlatih berbagai soal-soal yang mirip dengan psikotes. Pada umumnya orang-orang yang baru saja lulus dari suatu universitas cenderung untuk tidak mau menengok lagi buku-buku pelajarannya, skripsi, atau tugas akhirnya. Mereka merasa sudah jenuh, dan ingin berganti suasana. Situasi emosi semacam itu dapat diarahkan secara produktif yaitu dengan mengisi waktu berlatih soal-soal yang mirip dengan psikotes. Upaya mandiri tersebut mengandung tantangan yaitu kesediaan untuk belajar lagi. Sungguh sulit bagi para lulusan itu untuk belajar lagi, duduk di meja membuka buku, berburu informasi melalui internet atau kenalan. Semakin lama mereka menganggur, mereka cenderung menarik diri sehingga peluang keberuntungannya menjadi berkurang.
Hal yang menyedihkan
adalah orang-orang yang berburu pekerjaan dan sering ditolak oleh organisasi
yang dilamarnya cenderung mengembangkan konsep diri yang learned helplessness (Myers, 1994). Learned helplessness yaitu keyakinan bahwa dirinya memang
ditakdirkan untuk menganggur, tidak berdaya, dan tidak pantas untuk mendapat
pekerjaan. Keyakinan ini merupakan hasil belajar yaitu pengalaman selalu
ditolak. Untuk bangkit dari keyakinan yang buruk itu memang membutuhkan tekad
besar. Caranya seperti ditulis di atas yaitu sering bergaul, sering mencari
informasi, mengirimkan lagi surat lamaran tidak henti, berlatih psikotes, dan
berusaha memperbaiki surat lamaran pekerjaan.
Keberuntungan dalam hal apa pun, termasuk mendapatkan
pekerjaan, memang harus diciptakan. Hal ini karena keberuntungan tidak akan
turun dari langit. Semakin pandai kita menciptakan peluang keberuntungan, maka
semakin dekatlah Dewi Fortuna dalam kehidupan kita.
Daftar pustaka:
Myers, D. G. (1994). Exploring social psychology. New
York: McGraw-Hill, Inc.
Wiseman, R. (2003). The luck factor: The four essential
principles. New York:
Miramax Books, Hyperion.
5 Comments
Saya juga sudah lama menganggur, rasanya kok suliiit banget dapat pekerjaan. Saya sudah sering ikut wawancara pekerjaan, tetapi kok ya gagal and gagal and gagal lagi. Saya sudah sering kerja sebagai relawan pada berbagai sekolah miskin, terlantar, dan hampir tutup. Namun Dewi Fortuna tidak mau berpaling pada saya. Apa yang salah pada saya? Barangkali Tuhan memang sedang menguji saya ya. Atau saya kurang zakat barangkali?
ReplyDeleteAnda memang kurang beruntung dalam berburu pekerjaan. Sudah berapa lamaran yang dikirim? Lebih banyak atau lebih sedikit daripada teman saya Mas Nicholas? Kalau lebih sedikit, ya kirimkan lagi yang banyak. Coba diskusikan dengan teman yang pandai bahasa Inggris, jangan-jangan bahasa Inggris Anda yang perlu dicek lagi. Mengenai zakat / berderma, janganlah Anda suka berhitung-hitung dengan Tuhan. Tuhan mau membalas atau tidak, itu urusan Dia. Kita tidak bisa dong menjalankan praktek 'jual-beli' dengan Tuhan. Jangan putus asa. Salam sukses tuk Anda, A. Shinta.
DeleteTernyata http://keberuntungan.web.id itu isinya tentang berbagai tes psikologi. Wah nggak nyangka ya saya beruntung banget. Dapat latihan tes psikologi, gratis lagi. Saya berencana masuk S3, dan anak saya mau masuk S2. Jadi kami berdua bisa latihan bareng tes TPA. Terima kasih ya Bu Shinta. Ditunggu tulisan berikutnya tentang tes-tes psikologi.
ReplyDeleteSaya tertarik dengan tulisan anda mengenai Psikotest. Psikotest merupakan salah satu hal yang penting dalam melihat perkembangan manusia yang diberikan dari hasil test itu. Untuk mencoba psikotest anda dapat mencoba psikotest pada link Psikotes Gunadarma
ReplyDeleteTulisanya sangat menarik,saya bisa melihat dari sudut pandang yang berbeda, ternyata mencari bekerjaan itu bukan hanya tentang bagimana cara menulis surat lamaran pekerjaan dengan benar dan tips dan trik saat wawancara kerja, namun keberuntungan kita dalam usaha dan memiliki strategi untuk mendapat pekerjaan juga dibutuhkan.
ReplyDeleteTidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji