Toni Isbandi
Foto : Elisa |
Pemerintah
untuk tahun 2012 telah menganggarkan 216 trliun untuk mendukung kebijakan
pemberian subsidi BBM ini. Namun pada bulan Agustus 2012 pemerintah meminta
tambahan kuota dari kapasitas yang telah disepakati sebanyak 40 juta kiloltermenjadi
44,2 juta kiloliter. Agus Martowardoyo (MenKeu) kemudian memberi peringatan
bahwa anggaran pengadaan subsidi BBM ini pada akhir tahun 2012 ini akan tembus pada
sampai 302 triliun, dan hal ini akan mengganggu anggaran sektor lain. Anggaran
sebesar itu sama dengan alokasi anggaran Departemen Pendidikan, sehingga banyak
ahli kemudian menyarankan untuk mengurangi besar jumlah subsidi BBM tersebut
yang sebaikya digunakan untuk membangun infastruktur yang diperkirakan mampu
membangunan jalan sepanjang 1000 km.
Karena disinyalir pengguna BBM bersubsidi ini justru masyarakat golongan
menengah ke atas, sehingga kebijakan subsidi BBM ini saat sudah tidak tepat
sasaran.
Peringatan
Agus Marto tersebut pada akhirnya terbukti, pada bulan November 2012 pemerintah
lagi-lagi meminta penambahan kuota BBM bersubsidi sebanyak 1,2 juta kiloliter
dikarenakan stok BBM bersubsidi akan habis sekitar tanggal 24 Desember 2012. Penambahan
ini dilakukan karena dibeberapa daerah sudah terjadi kelangkaan BBM, sehingga
banyak POM Bensin tutup karena kehabisan stok BBM.
Akhirnya ada
suatu pertanyaan pada pemerintah, apakah pemerintah tidak bisa menyusun
perencanaan yang baik sehingga penetapan alokasi BBM bersubsidi tersebut
mempunya deviasi kesalahan yang cukup besar yang berakibat pada alokasi
anggaran yang sudah ditetapkan. Pertamina sebagai lembaga yang ditunjuk untuk
pelaksanaan kebijakan BBM bersubsidi ini, menerangkan bahwa persediaan BBM yang
akan didistribusikan sudah siap 20 hari sebelumnya. Artinya bahwa tidak masalah
dalam mengatur pelaksanaan pendistribusian BBM bersubsidi ini. Namun yang jadi
masalah kenapa kuota BBM bersubsidi ini yang telah dihitung dengan cermat dan
akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di Indonesia kurang? Hal disinyalir
oleh banyak pihak karena perbedaan harga tersebut.
Perbedaan
harga ini kemudian mengakibat maraknya penyelundupan dan penyelewengan penggunaan BBM bersubsidi baik dilakukan pada
skala kecil, sedang dan besar.Pada skala kecil banyak dilakukan di daerah
perbatasan seperti perbatasan Indonesia dengan Timor Leste, dimana banyak pengemudi
angkot yang memodiifikasi tangki bahan bakarnya dengan kapasitas besar sehingga
mampu memuat banyaka bahan bakar. kemudian mereka menuju perbatasan Timor Leste
dan menjual BBM bersubsidi ini dengan keuntungan 2500/liter. Sehingga mereka
tidak perlu susah-susah mencari penumpang untuk mengejar setoran.
Pada skala
sedang banyak industri yang memanfaatkan BBM bersubsidi ini dimana mereka tidak
boleh memakainya. Modusnya dengan melakukan kerjasama dengan Pom Bensin, atau
ada beberapa pengusaha yang punya pabrik sekaligus punya beberapa Pom Bensin.
Sehingga mereka tidak perlu repot negosiasi dengan pemilik atau petugas Pom
Bensin.
Pada skalam
besar tentu saja penyelendupan BBM bersubsidi ke Malaysia dan Singapura dengan
kapal-kapal tanker dengan kapasitas ribuan ton. Pada bulan November 2012,
Kepolisian Air Riau menangkap 5 kapal tanker yang akan menyelendupan BBM bersubsidi ke
negara tetangga tersebut dengan nilai ratusan juta sampai miliar rupiah. Karena
prestasi tersebut Kepala Kepolisian Air Riau tersebut mendapat tekanan dan
ancaman berbagai pihak terutama pejabat, tokoh politik dan jenderal.
Dikarenakan
penyelewengan dilakukan pada berbagai level apalagi banyak orang besar yang
terlibat dan hukum sulit untuk menjangkaunya, maka solusi sederhana yang
memungkinkan untuk dilakukan oleh pemerintah adalah mengurangi besarnya angka
subsidi sehingga tidak terjadi perbedaan harga BBM dengan negara-negara
tetangga maupun dengan sektor industri. Meskipun akan muncul masalah lainnya
seperti inflasi sehingga masyarakat Indonesia akan menanggung beban hidup yang
semakin sulit.
Akhir cerita,
sebenarnya ada apa dengan negeri ini. Negeri yang selalu didengang dengungkan
sebagai negeri dengan masyarakat yang ramah dan punya keluhuran budi yang
tinggi, namun saat ini ketika telah diberikan hal-hal yang baik justru menghasilkan hal-hal buruk. Perubahan apa sebenarnya yang
terjadi? Apakah pemerintahnya yang becus dan memberi tauladan yang buruk
sehingga masyarakatnya kemudian mencontoh dengan melakukan keserakahan seperti
yang mereka lakukan. Kalau begitu adanya, pertanyaannya masihkah kita punya
etika? Kalau iya, bagaimana kita bisa merubahnya dan kembali pada keluhuran
nenek moyang kita dulu.
3 Comments
Halo Pak Toni, saya teman lama, sama-sama dari SMA Gama. Pak Toni juga pinter nulis ya. Apa pak Toni juga mempraktekkan segala sesuatu yang ditulis? Misalnya memilih naik sepeda daripada motor sebagai bentuk kepedulian terhadap krisis energi?
ReplyDeletehalo adik kelas. tidak juga. kebetulan rumah saya ke kantor sekitar 24 km. jadi saya menggunakan motor bebek kemana2. lumayan irit.
ReplyDeletehalo pak Toni,saya adik kelas pak Toni dulu,Bagaimana bapak menilai pemerintah menangani masalah energi?
ReplyDeleteTidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji