Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

KANTIN KEJUJURAN GOES TO KOS-KOSAN



Sigit Meliyanto
Fakultas Teknik
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta


(Foto : Sigit M)
Kantin kejujuran sudah tidak asing di telinga kita. Ya, banyak sekolah mulai dari sekolah dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat bahkan perguruan tinggi mengadakan program ini. Kantin kejujuran merupakan sebuah media penjualan yang bertujuan untuk melatih kejujuran setiap pembeli karena tidak pernah ditunggui oleh penjaga/pemilik, jadi kantin ini tidak hanya mencari keuntungan semata. Kantin ini pada mulanya dikenalkan oleh KPK yang bertujuan untuk menyelamatkan anak didik dan generasi muda pada umumnya dari jeratan budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Lebih dari itu, sekolah dan institusi pendidikan pada umumnya dipercaya masyarakat sebagai sarana efektif dalam memberantas budaya buruk dan penyakit yang merugikan bangsa itu. Hal itu terbukti berhasil di berbagai daerah.
Lalu bagaimana di luar institusi resmi seperti yang sudah-sudah? Ternyata tidak hanya di kalangan akademis saja kantin kejujuran ini. Seperti contohnya adalah konsep usaha yang dikembangkan oleh bapak Sarjono berkepala empat, yang tinggal di Karang Kajen, Yogyakarta. Beliau mencoba mengaplikasikanya dikos-kosan daerah Yogyakarta. Beliau menggeluti usaha dagang dibidang penjualan roti. Konsep awal ia mencoba kantin kejujuran di kos-kosan didasari beberapa alasan. Disamping karena memang tuntutan kebutuhan hidup, juga untuk melatih kejujuran seperti halnya kantin kejujuran lainya.

 
(Foto : Sigit M)
“Dari pada saya setorkan ke warung-warung malah kadang rugi mas, kan lama habisnya padahal roti-roti saya tidak tahan lama, jadi pada njamur” ungkap pak Sarjono. Pria bersahaja ini juga menceritakan pasang surut usahanya itu. Tentu saja butuh keberanian dan keyakinan yang lebih menjalankan usaha semacam ini. Bagaimana tidak, bukan hanya usaha yang tidak diawasi secara langsung, tapi juga warga kos dari berbagai belahan Indonesia, bahkan warga Negara Asing (WNA) yang tentunya memiliki sifat dan watak berbeda-beda. Bisa dibilang hanya orang berkeyakinan tinggi dan nekatlah yang berani menjalankan system perdagangan seperti ini.
Ini foto bapak Sarjono, sepeda motor sederhana cukup tua. Setiap hari motor ini setia mengantarkan mencari rezeki untuk keluarganya. Ditemani satu keranjang besar dan dua keranjang tanggung di taruh di belakang. Motor tua ini terbiasa memikul beban berat roti-roti. Foto ini diambil di halaman masjid At-Taqwa Komplek Yadara-PJKA Babarsari, Depok, Sleman. Waktu itu beliau sedang menyetor roti ke kos-kosan tepat di samping masjid tersebut yang juga menjadi tempat kosan penulis.
Sambil melepas lelah, sengaja penulis tanya-tanya tentang pekerjaanya ini. Ternyata usaha ini sudah berjalan sekitar empat tahun, dimana dulu awal mulanya hanya menyetor ke warung-warung saja, namun karena perputaran uang yang dirasa kurang dan banyak roti tidak habis atau njamur mulai lah putar otak hingga munculah ide seperti itu.
Setiap harinya pak Sarjono mampu menyetor hingga 250 roti kemasan kecil dengan kisaran harga Rp.1.500 hingga Rp.2.000 saja. Murah bukan? Dagangan diambil langsung dari pabriknya langsung di daerah Bantul dan sekitarnya. “Wah kalau omset kecil mas, tapi alhamdulillah cukup untuk kebutuhan keluarga, ya untungnya sekitar Rp.50.000 ribu seharinya” terang pak Sarjono dengan sedikit malu. Memang benar, penghasilan itu tak bisa dilihat dari nominalnya saja, namun dari keberkahanya juga.
Selama kurun waktu tiga tahun terakhir jumlah kos yang disetori roti ini mencapai 80 tempat. Dengan frekuensi setoran tiap tiga hari sekali dan berjumlah 10-15 roti tiap kos.
Lalu seperti apa dampaknya, baik bagi dirinya dan juga warga kos yang mayoritas adalah mahasiswa? Untuk dirinya beliau mengungkapkan sejauh ini usaha yang digelutinya ini lancar-lancar saja dan makin hari makin berjalan mulus. Nah, bagaimana dengan objeknya? Adakah dampak yang signifikan? Setelah penulis tanya, hal itu sulit terlihat pencapaianya karena memang patokanya hanya bisa dilihat dari jumlah uang yang terkumpul apakah sesuai dengan seharusnya atau tidak, selain itu penghuni kos yang relatif berganti-ganti.
Dinilai dari segi manfaat tentunya ini memiliki dampak yang sangat positif. Tidak hanya mendidik karakter mahasiswa atau warga kos lainya yang sudah masuk dikehidupan lebih kompleks dari sebelumnya. Tentunya lebih banyak kegiatan atau hal-hal yang dilakukan yang berpotensi menuju jurang korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sehingga dengan salah satu cara ini diharapkan dapat menanamkan dan menjaga karakter jujur dan bersih pemuda Indonesia sebagai pilar dan generasi penerus bangsa. Semoga ini menjadi langkah kecil dari seorang pejuang penanam kejujuran, bapak Sarjono dan rekan-rekanya yang berjumlah sekitar 20 orang itu bermanfaat dan berdampak besar bagi masa depan kejujuran di Negara kita ini, Aamiin.

Post a Comment

1 Comments

  1. Hebat benar mas Sigit bisa menjumpai orang sebaik Pak Sarjono. Semoga mas Sigit ketularan menjadi baik hatinya juga. Amiiin.

    ReplyDelete

Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji