Rauf Wanda A.N.R
Teknik Perminyakan
Foto : Istimewa |
Dapat kita lihat saat
ini, untuk pemenuhan kebutuhan akan energi berbanding terbalik dengan produksi
yang dilakukan. Tingkat konsumsi meningkat, akan tetapi angka produksi tak
kunjung mengalami penambahan. Langkah cepat harus segera diambil untuk
mengimbangi hal tersebut. Tentunya dengan menemukan cadangan baru, dan dapat
memproduksikannya secara ekonomis. Energi non konvensional sekarang mulai jadi
pilihan. Setelah melirik dan mencoba eksplorasi shale gas dan Coal Bed Methane
(CBM), pemerintah Indonesia mulai mengembangkan wacana untuk terjun menggarap
Shale Oil.
Sebelumnya akan
dibahas mengenai apakah shale Oil tersebut? Shale Oil adalah batuan sedimen
yang mengandung mineral organik. Dengan teknologi saat ini, serpihan minyak dan
gas akan diekstrak setelah air, pasir serta zat kimia dipompakan ke bawah tanah
dengan tekanan tinggi agar batuan pada formasi dapat terpecah. Proses ini
sebelumnya sudah dibahas mengenai pekerjaan Hydraulic
Fracturing atau Hyfrac, juga
terkenal dengan sebutan Fracking. Shale
Oil umumnya terletak sekitar 7.000-14.000
feet di bawah permukaan tanah. Shale
Oil sendiri memiliki kelebihan, yaitu lebih bersih dibandingkan dengan batu
bara. Saat ini, yang sudah menjadi tolak ukur untuk pengembangan proyek Shale
Oil adalah Amerika Serikat.
Di Amerika, sudah
berhasil terlebih dahulu untuk memproduksikan gas non konvensional jenis shale
gas dalam jumlah yang lumayan besar. Amerika juga sudah berhasil untuk memproduksikan
Shale Oil hingga 700.000 barel per hari di North
Dakota dengan teknologi Hydraulic
Fracturing. Yang menjadikan salah satu perubahan peran AS di pasar migas
global, karena negara adidaya tersebut sudah mampu untuk mengekstrasi Shale
Oil.
Menurut keterangan
dari majalah Global Energi (2013) bahwa secara geologi, endapan bitumen banyak
terakumulasi di pulau bagian barat Indonesia, yaitu pulau Sumatera. Tepatnya
berada di Sumatera Tengah, daerah Padanglawas, Kecamatan Sitiung dan Kecamatan
Kotabaru, Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Melihat adanya potensi
tersebut, Indonesia berharap dapat mengikuti jejak AS untuk segera dapat
memproduksikan Shale Oil. Seperti halnya gas non konvensional lainnya yaitu Coal
Bed Methane (CBM).
Namun seiring dengan
berkembangnya non konvensional energi,
juga muncul berbagai hambatan. Persoalan teknologi, dana dan dari
kondisi geografis di negara Indonesia menjadi kendala dalam proyek pengembangan
Shale Oil untuk meggantikan peran energi konvensional. Kedepannya, sudah
saatnya untuk segera lebih lanjut
mengembangkan dan mengerjakan potensi sumber daya non konvensional energi
seperti Shale Gas, Coal Bed Methane (CBM), dan Shale Oil. Ini dilakukan sebagai
langkah yang tanggap akan cadangan migas di Indonesia yang kian lama semakin
menipis.
Daftar Pustka :
Kusdyanto,
Agung Dkk. 2013. Ikuti Jejak AS, RI Incar Shale Oil. PT.
Prima nadia Gravia Surabaya : Global Energi. Edisi 19, 10
Juni-10 Juli 2013,
hal.68-71.
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji