Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Pemimpin Psikopat



Nunuk Priyati
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

   Pagi yang tak biasa, cuaca mendung penuh abu berterbangan dimana – mana. Abu vulkanik akibat meledaknya gunung kelud jumat lalu. Hari sabtu, tepat pukul 08.00 aku sudah diruangan semejak 10 menit yng lalu. Dan selama itu aku belum menghasilkan sesuatu. Aku tak menyadari jika sepuluh menitku telah kubuang untuk menyesali sebuah keputusan. Bekerja sebagai karyawan di perusahaan ini layaknya menjadi seorang pengabdi. Itu sebabnya, banyak dari kerabat kerja yang memilih untuk resign. Di perusahaan lain mereka mendapat gaji yang layak dan setidaknya hasil kerja keras mereka dihargai. Kadangkala penghargaan dan kehormataan memang menjadi suatu hal yang pokok, sebab cukup dengan penghargaan dan kehormatan semangat seseorang dapat berkobar.  Ingin menjadi yang lebih baik lagi, lagi dan lagi.
   “ HRD tuh yang dari dulu kerjaannya ga pernah beres. Mulai dari penilaian karyawan, pajak, sampai arsip file – file karyawan yang paling sederhana aja ga pernah selesai dengan baik”. Suaranya terdengar mendoktrinku. Kalimat panjang kali lebar tadi bisa saja dipersempit, yang intinya bahwa aku ga bisa kerja. Aku mencoba kuat dengan membentuk seutas senyum dibibirku, meski sebenarnya mungkin saat iyu mataku berkaca – kaca. Disetip meeting akulah yang selalu dipojokkan, entah apa alasannya. Tak da satupun hasil kerjaku yang ia anggap, padahal dalam sebulan ini aku sampai lembur sepuluh hari. Mungkin taka apa jika aku dikasih uang lembur, tapi lembur di perusahaan ini seperti sebuah ibadah yang kita kerjkan tanpa mengharap imbalan. Higga aku selalu berpikir jika sekarang aku sedang menabung amalan baik, maka suatu waktu aku akan menuainya.
   Aku pria muda, seorang lulusan magister psikologi Amerika. Dulu aku mengira, lulusan amerika akan banyak membantuku di dunia kerja. Aku selalu bergaya dengan Negara itu tiap kali aku pulang ke Indonesia saat liburan. Tapi sekarang, apa yang bisa aku banggakan dari potensiku yang dipandang mnol besar. Setelah perusahaan papah bangkrut ditanganku dan terpaksa aku harus menjadi karyawan diperusahaan orang.
   “Dit, kau ini berbakat. Kelurlah dari perusahaan ini, ikutlah denganku. Perusahaanku sedang membutuhkan staff baru, aku yakin disana aku akan semakin berkembang. Aku tahu benar siapa kamu dit, selain pekerja keras kau juga orang yang tak mengenal patah semangat”. Minggu lalu, rillo baru saja mengambil surat keterangan kerja dan memprovokasi aku untuk keluar.
   “Dit, bu prita itu pemimpin psikopat. Sekarang ia hanya membunuh karakter kita. Tapi esok lusa, bisa jadi ia akan mencekek leher kita dengan tangannya. Dia takut jika jabatannya lengser oleh orang – orang berpotensi  seperti kita. Coba kau ingat, siapa saja yang telah memilih keluar dari perusahaan ini ? mereka semua telah muak dengan cacian dan makian prita ! Prita Cuma bias ngomong doing. Dit, sekarang mereka sudah jadi orang di perusahaan lain”. Semua kalimat rillo terus bergumam ditelingaku. Jika perusahaan papah bangkrut ditanganku, bukankah sebab aku seorang pemula. Sebab perusahaan papah yang telah memasuki masa krisis, perusahaan papah yang memiliki segudang hutang.
   Wanita itu selalu terlihat anggun dengan gamis berwarna mencolok yang dikenakannya. Jilbabnya yang menjuntai menutupi dada dan punggungnya , membuat ia terlihat amat muslimah. Senyumannya manis selalu memesona. Tapi hari ini, ia menutup wajahnya dengan masker hijau agar terhindar dari abu vulkanik. Dia yang senantiasa terlihat tegas dan bijak disetiap kali rapat. Hingga semua orang tak mampu membantah satupun perkataannya, meski sebenarnya ucapannya tak sesuai hati nurani kita.
   Wanita itu yang sering disebut nama prita, ibu prita. Dari saudaranya aku tahu banyak tentang dia yang bermuka dua. Dia yang berambut pirang oleh semir, dia yang biasa ikut senam anak remaja dengan memakai singlet dan celana strit sepaha. Paha yang menggoda pria – pria bermata dua. Aku juga tahu, dia memiliki banyak lelaki selingkihan. Satu diantaranya termasuk sekretaris barunya. Berdasarkan berita yang menyebar, ia juga termasuk oknum yang telah melakukan tindak korupsi.
   Perusahaan ini, perusahaan kakek tua yang telah lama terbaring koma. Bu prita hanyalah seorang tangan kanannya.
   “ Kasihan kakek mas adit. Sudah lama koma, masih juga dikhianati orang kepercayaannya. Tapi percayalah mas adit, cepat atau lambat kebohongsn pasti akan terbongkar. Janganlah pergi, kau satu – satunya orang harapan nenek sekarang”. Nenek itu menatapku dalam, dari pancaran sinar matanya, ia meminta belas kasihan.
   Aku masih duduk dibangkuku. Menatap lekat – lekat wanita itu menuju sebuah pintu. Ia memasuki ruang kerjanya, ia sedang menikmati hasil korupsinya. Aku dengar, dia baru saja membeli apartmen mewah ditengah kota.                                                             

Post a Comment

0 Comments