VALENTINE DAN MELUPAKAN MANTAN
Arundati Shinta
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Valentine selalu berhubungan dengan
urusan kasih sayang, coklat, pacar, bersenang-senang, serta makan malam yang
romantis dengan diterangi lilin. Hal itu masih ditambah dengan berbagai baju
warna merah jambu. Semua itu tidak salah, bahkan hari raya Valentine bisa
menggerakkan ekonomi rakyat. Persoalannya adalah orang-orang yang patah hati
ditinggal pacar, cenderung semakin bersedih pada hari Valentine ini. Ia akan
menengok kiri-kanan dan yang ditemui adalah semua temannya bersenang-senang. Apa
yang harus dilakukannya pada hari Valentine ini?
Perayaan Valentine ini cenderung
disalah artikan. Berdasarkan sejarah, hari Valentine sebenarnya adalah nama
seorang biarawan Katolik yaitu Santo Valentinus. Pada waktu itu, raja yang
sedang berkuasa adalah Kaisar Claudius II. Kaisar telah melarang pemuda Romawi
untuk menikah dengan perempuan Romawi. Para pemuda itu disuruh berperang saja.
Larangan kaisar tersebut membuat Santo Valentinus marah. Hal ini karena
dorongan untuk mendapatkan cinta kasih adalah salah satu kebutuhan dasar. Untuk
menentang Kaisar Claudius II tersebut, Santo Valentinus telah mengorbankan
diri, demi terpenuhinya kebutuhan dasar para pemuda tersebut (Wargiati, 2016).
Jadi sesungguhnya suasana hari
Valentine adalah sedih, bukan bersenang-senang. Hari Valentine diubah menjadi
suasana bersenang-senang untuk kepentingan ekonomi belaka. Oleh karena itu,
individu yang sedang patah hati pada saat hari Valentine ini tidak perlu
berlarut-larut kesedihannya. Masih banyak hal positif yang bisa dilakukan untuk
memerangi rasa sedih.
Apa saja yang bisa dilakukan oleh
individu yang patah hati? Cara yang bisa dilakukan adalah menggali potensi yang
selama ini terpendam. Bila proses penggalian potensi ini dilakukan secara rutin
dan tekun, maka bukan mustahil potensi berbuah prestasi mengagumkan. Ketika
prestasi diraih, maka bisa jadi individu tersebut bersyukur telah patah hati
pada saat hari Valentine. Bila tidak patah hati, maka potensinya tidak akan
tergali dengan baik.
Cara lain untuk melupakan mantan
adalah dengan menjual barang-barang kenangan. Tidak melihat barang-barang
tersebut, maka individu akan melupakan mantannya. Biasanya barang-barang yang
diberikan itu cenderung barang yang bagus dan mahal. Oleh karena itu individu
cenderung sulit untuk berpisah dengan barang bersejarah tersebut. Keberanian
untuk menjual/menyumbangkan barang bersejarah itu ibaratnya merelakan mantan
untuk pergi. Usaha-usaha penyembuhan patah hati menjadi lebih cepat.
Diskusi tentang hari Valentine dan
melupakan mantan ini telah disiarkan di RRI Programa I Kotabaru Yogyakarta yang
bekerjasama dengan Fakultas Psikologi UP45. Siaran itu dilakukan pada hari rabu
tanggal 17 Februari 2016, pukul 20.15-21.00. Penyiarnya adalah mas Ferry. Nara
sumber yang lain adalah dua mahasiswa cemerlang dari Fakultas Psikologi UP45
yaitu Sri Mulyani dan Unsha. Sri Mulyani adalah mahasiswa Psikologi UP45 yang berasal
dari kelas karyawan, dan pernah mendapatkan bea siswa PPA / BBM dari Pemerintah
Indonesia. Unsha adalah mahasiswa Psikologi UP45 yang juga dapat dibanggakan
prestasinya. Ia bekerja sambil kuliah. Ia mampu mengatur waktu dengan baik.
Unsha adalah contoh mahasiswa yang unggul.
Pada siaran kali ini banyak respon
yang masuk antara lain dari Ibu Mujiyem di Srandakan, Bu Rahayu dari jl.
Parangtritis, dan Bapak Toha dari Girimulyo Yogyakarta. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul sekitar strategi
mengatasi patah hati ditinggal pacar, stress ditinggal mantan, dan cara bergaul
secara lebih luas.
Daftar Pustaka
Wargiati, A. (2016). Meluruskan esensi
Valentine’s day. Kedaulatan Rakyat,
15 Februari, halaman 12.
1 Comments
mantan bukan untuk dilupakan
ReplyDeleteheeee
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji