Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

MAHASISWA PSIKOLOGI UP45 YANG KEREN:



PROGRAM MEMULIAKAN SAMPAH MELALUI
PENATAAN & PEMILAHAN SAMPAH


Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta


Perilaku peduli pada sampah tentu tidak terbentuk dalam satu dua hari, namun hal itu merupakan hasil dari rangkaian proses belajar. Proses belajar itu bermula dari pengamatan, perenungan, mencoba perilaku, mengamati hasil perilaku percobaan tersebut, merevisi, mencoba perilaku baru lagi, dan akhirnya menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang terjadi dalam jangka waktu lama, akhirnya menjadi karakter. Itulah prinsip belajar dari Kolb (1984). Kolb sangat menekankan bahwa perilaku baru (misalnya perilaku peduli pada sampah) adalah merupakan proses, bukan hasil akhir. Hal ini karena manusia pada hakekatnya adalah makhluk pembelajar dan berakal budi.


Persoalan yang relevan dengan perilaku peduli pada sampah adalah sangat sedikit generasi muda yang peduli pada sampah. Pada umumnya mereka mempersepsikan bahwa tong sampahnya sangat besar, luas, dan tersedia di mana-mana. Tong sampah itu berupa jalan raya, lantai sekolah, halaman kampus, di balik pohon, di toilet, dan masih banyak tempat lainnya. Intinya adalah anak-anak muda itu enggan meletakkan sampah mereka pada tempat sampah yang tersedia. Dampaknya tentu saja lingkungan menjadi kotor.

Siapa yang salah bila lingkungan kampus kotor, kumuh, dan tidak menarik? Pihak managemen kampus sudah mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk mengendalikan kebersihan kampus. Para petugas cleaning service sudah berkeringat membersihkan sampah, menyapu lantai dan halaman setiap saat. Kenyataan yang ada, sampah masih muncul juga. Mata kuliah Psikologi Lingkungan juga sudah menjadi mata kuliah wajib. Perilaku peduli sampah di kalangan para mahasiswa masih saja belum terbentuk. Ironinya, para dosen dan karyawan juga belum peduli pada sampah yang ada di lingkungan kampus. Petunjuknya adalah mereka masih sering meletakkan sampah kecil (abu rokok, tisu, potongan-potongan kertas, bungkus permen, botol / gelas air minum kemasan yang kosong) secara sembarangan saja. Hal itu terlihat sangat jelas ketika prodi / fakultas / universitas mengadakan hajatan seperti rapat dan seminar. Sampah-sampah itu paling-paling hanya dikumpulkan kemudian dibuang begitu saja dibelakang mushola dan dibakar.

Apa yang harus dilakukan? Beruntunglah sekumpulan mahasiswa Psikologi UP45 peduli pada sampah. Sesudah mengadakan hajatan Studium Generale pada 27 Februari 2016 yang lalu, mereka berinisiatif memilah-milah sampah berdasarkan jenisnya. Plastik bungkus makanan dipisahkan dengan kardusnya. Perilaku memilah-milah sampah itu sering disebut sebagai perilaku memuliakan sampah. Perilaku memuliakan sampah berarti mengubah persepsi dari membuang menjadi memanfaatkan sampah (Faizah, 2008). Memanfaatkan sampah berarti mahasiswa tersebut mampu menggali potensi tersembunyi dari sampah yang ada di depannya.


Perilaku memuliakan sampah telah dimulai oleh sekelompok mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Banyak tantangan yang harus diahadapi, seperti ejekan. Bagaimanapun, mahasiswa Fakultas Psikologi UP45 telah bertindak nyata. Orang-orang yang mengejeknya adalah orang yang hanya bisa memberikan opini negatif tanpa solusi yang nyata. Diharapkan mahasiswa lain serta generasi muda lainnya juga terinspirasi dari program unggulan Fakultas Psikologi UP45 ini yaitu memuliakan sampah. Program ini sesuai dengan kata-kata bijak yaitu kebaikan hendaknya dimulai dari diri sendiri, dan dimulai sekarang juga.


Daftar Pustaka

Faizah (2008). Pengelolaan sampah rumah tangga berbasis masyarakat (Studi Kasus di kota Yogyakarta). Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Kolb, D.A. (1984). Experiential learning Experience as the source of learning and development. Englewood Cliffs, NJ.: Prentice Hall.

Post a Comment

0 Comments