MENGAPA KITA MARAH: CARA MENGELOLA EMOSI
MARAH
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Reaksi
emosional dan perilaku manusia dipengaruhi bukan oleh peristiwa yang dialami,
melainkan oleh intrepretasi (pemaknaan)-nya terhadap peristiwa itu (Albert
Ellis, 1975). Oleh karena itu orang yang berbeda dapat bereaksi berbeda
terhadap perisitwa sama. Hal ini disebut teori ABC. A adalah Adversity,
kenyataan yang ada. A ini akan mengaktifkan intrepretasi kita terhadap
peristiwa itu (B, Belief = pemaknaan tentang diri kita). B ini akan
menggerakkan C (C = consequence), berupa perasaan sikap atau perilaku kita.
Sebagai
contoh, seorang anak harus berjalan kaki ke sekolah selama 20 menit (A). Ia
memaknai tindakan berjalan kaki itu sebagai hal yang melelahkan / tidak
menyenangkan dirinya (B). Dampaknya, sepanjang jalan ke sekolah ia terus
menggerutu, atau mungkin saja menolak sekolah (C). Contoh lain, seorang anak
diharuskan ke sekolah dengan berjalan kaki selama 20 menit (A). Ia memberi
makna tindakan jalan kaki ke sekolah sebaga hal yang menyehatkan (B). Dampaknya
ia akan ke sekolah dengan berjalan kaki dan ia sangat bersemangat (C).
Seseorang
bisa berperilaku terkendali atau justru terlihat kalem ketika mendapatkan suatu
peristiwa (A), bergantung pada B. Jadi muara semua tindakan seseorang dalam
menghadapi suatu persoalan nampaknya ada pada B atau pemaknaan tentang kenyataan
A itu. Bila individu memaknai suatu persoalan (A) secara pahit (B), maka konsekuensinya
(C) ia akan berperilaku negaitf seperti membanting pintu, berteriak-teriak,
bahkan mungkin saja membunuh orang yang dianggap sebagai sumber permasalahan.
Oleh
karena itu, bila kita mengahadapi suatu peristiwa yang menimbulkan emosi marah,
maka sebelum bertindak kita bisa melakukan ebrbagai hal seperti:
- Mengambil nafas panjang
- Melakukan introspeksi dan menanyakan pada diri sendiri = Apa yang mendasari perasaan marah saya? Pesan apa yang akan diterima oelh orang lain dari tindakan yang saya lakukan? Apakah tindakanku akan lebih banyak berdampak positif / negatif?
- Melihat-lihat pemandangan yang indah di luar rumah, untuk menenangkan emosi.
- Bahkan ada yang lari-lari keliling rumah, untuk meredakan rasa marahnya.
Kita
perlu melakukan analisis diri untuk mengambil time out (tindakan meninggalkan
situasi konflik begitu kita merasakan kemarahan yang intens dan tidak
terkendali). Tujuan time out adalah untuk menghentikan peningkatan kemarahan
agar kita dapat berpikir jernih dan terhindar dari tindakan drastis yang akan
disesali di kemudian hari.
Kapan
kita perlu mengambil time out? Secepatnya, begitu kita mengenali kemarahan diir
sendiri meningkat. Dalam situasi time out ini, sebaiknya kita menghindari
hal-hal seperti:
- Tidak pergi menyetir mobil
- Minum alkohol
- Menggunakan obat
- Berkumpul dengan orang lain yang akan membuat emosi kita makin panas.
Untuk
menghadapi persoalan, kita mempunyai 3 pilihan perilaku:
- Pasif = perilaku ini akan membuat diri kita tidak nyaman, dan merasa terhina karena hak-hak kita dilanggar.
- Agresif = hal ini akan mengakibatkan orang lain terluka
- Asertif = mengemukakan sega sesuatu secara jujur, namun tidak dengan kekerasan. Ini sulit, karena orang sering tidak mua kehilangan muka.
Orang
yang egonya terlalu besar, akan sulit mengambil time out, karena gengsinya
terlalu besar. Ia merasa diri kalah bila ia pergi. Orang yang besar hati, akan
paham bahwa kadang mundur setapak atau diam adalah lebih terpuji dan bijaksana.
Sumber tulisan:
Poerwandari,
K. (2016). Psikologi: Anger management. Kompas.
18 Juni, hal. 25.
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji