UPAYA PENINGKATAN KUALITAS SDM DOSEN
MELALUI
TRAINING
TENTANG SAMPAH
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Sampah akan lebih mudah dimanfaatkan dan dikelola
bila dilakukan proses pemilahan mulai dari sumbernya yaitu rumah tangga. Rumah
tangga adalah sumber sampah terbesar. Ada sekitar 60% sampah yang berasal dari
sampah organik. Sampah organik bisa berasal dari dapur (kitchen waste), taman
(garden waste) dan dari organisasi / perusahaan. Sampah anorganik berasal
rumah, sekolah, organisasi / perusahaan. Meskipun sumbernya sama, namun
kemudahan musnahnya sampah berbeda-beda. Sampah organik lebih mudah diserap
oleh alam daripada sampah anorganik. Sampah anorganik terutama plastik bahkan
bisa mencapai 100 tahun, baru benar-benar bisa terurai di alam. Sampah organik
bisa terurai di alam secara lebih cepat. Sampah dapur kira-kira bisa terurai 40-60
hari.
Tulisan ini lebih tertuju pada sampah
organik. Alasannya, mayoritas warga enggan (malas) mengelola sampah dapurnya.
Sampah dapur hanya diserahkan kepada petugas sampah. Padahal sampah dapur ini
mempunyai manfaat yang luar biasa yaitu membuat tanah menjadi subur. Selain itu
kompos bisa menjadi sumber penghasilan. Masalahnya adalah warga malas membuat
kompos. Apa alasan kemalasan tersebut? Alasan-alasan yang bisa diperoleh antara
lain:
Ø
Merasa
tidak ada waktu yang cukup untuk mengurus sampah dapur.
Ø
Merasa
jijik, karena sampah organik menghasilkan belatung dan bau
Ø
Merasa
kesulitan mengadakan peralatannya.
Sebetulnya membuat kompos dari sampah dapur
adalah sangat sederhana dan mudah. Persyaratan utamanya yaitu kemauan. Bila
kemauan sudah ada, maka akan ada jalan lebar untuk membuat kompos. Kemauan itu
untuk mengatasi rasa malas dan banyaknya alasan yang dikemukakan untuk menutupi
keengganan mengelola sampahnya sendiri. Pembuatan kompos yang paling mudah
adalah dengan metode Takakura. Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh Mr.
Takakura, warga Jepang, di Surabaya pada 2004. Berdasarkan metode ini, proses
pengomposan ini tidak menimbulkan bau, sehat, tidak menimbulkan lalat, tidak
menimbulkan belatung, dan tempatnya bisa diletakkan di tempat yang bersih
(misalnya dapur atau dekat dengan mesin cuci).
Selain pengelolaan sampah organik, pelatihan
ini juga memberikan ide tentang pengolahan sampah anorganik terutama sampah
kemasan. Pada akhir pelatihan, para peserta diajak untuk membuat gantungan
kunci dari sampah kemasan. Itu adalah pekerjaan sederhana, namun ternyata
sangat sulit diselesaikan. Hal ini karena tangan peserta pada umumnya kurang
terampil mengerjakan pernak-pernik. Kemungkinannya, pelajaran pra karya pada
masa lampau kurang dikuasai. Selain itu
Tujuan saya mengikuti pelatihan adalah: (1)
Untuk meningkatkan kualitas SDM sebagai pengampu Psikologi Lingkungan. Belajar
melalui sebuah pelatihan ternyata sangat menyenangkan dan tentu lebih paham
daripada membaca buku. (2) Partisipasi dalam pelatihan ini merupakan kegiatan
untuk menterjemahkan visi Universitas Proklamasi 45 dan Fakultas Psikologi,
yaitu yang berkaitan dengan energi. Sampah adalah bagian dari sumber energi
yang selama ini jarang dilirik oleh masyarakat.
Pelatihan pengelolaan sampah dapur tersebut
terlaksana pada hari Minggu 14 Juli 2019 di Hotel Burza Jalan Jogokaryan
Yogyakarta. Pesertanya cukup banyak, namun pada umumnya para ibu. Hal ini
karena perempuan cenderung lebih peduli pada sampah daripada laki-laki. Wakil
dari UP45 dalam pelatihan ini adalah Ibu Ai Siti Patimah dan saya. Ibu Ai juga
alumni dari UP45 yang sedang melanjutkan studi S3 bidang lingkungan hidup di
UGM. Topik disertasinya adalah sampah, sehingga partisipasi dalam pelatihan ini
sangat relevan.
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji