Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

PELATIHAN PENGELOLAAN SAMPAH YANG RAMAH LINGKUNGAN

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS SDM DOSEN

Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta


Hukum sampah (the law of waste) terdiri dari dua pernyataan (Prasetya, 2019). Pertama, setiap orang menghasilkan sampah. Kedua, tidak seorangpun yang bersedia ketempatan sampah (mendapatkan kiriman sampah). Biasanya, seseorang mendapatkan kiriman sampah berdasarkan imbalan yang tertentu besarnya. Hal ini terjadi karena sampah memang tidak menarik penampilannya, menimbulkan aroma yang busuk, dan dianggap tidak mempunyai manfaat apa pun. Materi yang tidak menarik ini memang sesuai dengan definisi dari sampah menurut UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan / atau proses alam yang berbentuk padat (Pasal 1).


Berdasarkan UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah tersebut, ada dua hal penting yang harus dikemukakan, yakni:
  1. Limbah merupakan kewajiban dari perusahaan untuk membayar pengelolaan limbah yang dihasilkan. Istilahnya adalah 3P atau polluter’s pay principle. Konsekuensinya: upaya pengendalian pencemaran adalah tanggung jawab pelaku usaha.
  2. Sampah atau limbah dari masyarakat (municipal waste) pengelolaannya berdasarkan konsep pelayanan publik (public services). Konsekuensinya: Sampah merupakan tanggung jawab Pemerintah.  


Persoalan yang mendasar dari UU No. 18 tahun 2008 tersebut adalah tidak menyebutkan tanggung jawab masyarakat dalam pengelolaan sampah. Padahal sampah berasal dari masyarakat. Kalau semua persoalan ditangani Pemerintah maka beban kerja Pemerintah akan terlalu berat. Dampaknya adalah pelayanan masyarakat akan tercecer. Selain itu, menggantungkan diri pada Pemerintah berarti tidak mendidik masyarakat untuk lebih bertanggung jawab terhadap sampahnya.

UU No. 18 tahun 2008 tersebut juga membahas tiga konsep penting yakni pengurangan sampah, pembatasan sampah, dan penanganan sampah. Ketiga istilah tersebut berbeda level penerapannya.

Ø  Pengurangan sampah berada pada level produsen. Contoh tindakan adalah membatasi limbah dari produk yang dihasilkan. Limbah bisa berbentuk cair, padat, atau gas. Bila suatu materi untuk menjadi suatu produk dan ternyata limbahnya mencapai 90% dari materi tersebut, maka proses produksi itu dikategorikan tidak efisien.

Ø  Pembatasan sampah ada pada level konsumen. Contoh tindakan ada tiga yaitu pembatasan, menggunakan kembali (reuse), dan mendaur ulang suatu produk (recycle). Pembatasan dalam hal ini berarti konsumen membatasi pembelian atau penggunaan suatu produk. Istilahnya adalah menahan diri  / bijak untuk membeli suatu produk. Menggunakan ulang suatu produk, misalnya plastik pembungkus digunakan berkali-kali. Mendaur ulang suatu produk misalnya pembungkus suatu produk diubah menjadi kompos.

Ø  Penanganan sampah ada pada level sampah / sisa penggunaan oleh konsumen. Pada level penanganan sampah ini ada lima tindakan yaitu pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir. Pihak-pihak yang melaksanakan penangan sampah adalah TPS (Tempat Penampungan Sementara), TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) dan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir).

Berdasarkan tiga konsep penting di atas (pengurangan, pembatasan dan penanganan) tentang sampah, maka seharusnya tidak perlu adanya musibah yang disebabkan oleh sampah. Tidak perlu ada yang sampai meninggal dunia gara-gara tertimbun sampah. Tidap perlu adanya penyakit yang terjadi karena polusi sampah. Tidak perlu adanya fenomena banjir karena sungai menjadi tempat sampah yang luas. Tidak perlu adanya fenomena habitat laut rusak karena mengkonsumsi sampah plastik. Jadi sebenarnya sampah itu bisa dicegah dan dikelola. Inilah yang disebut dengan istilah antroposentris yang berarti manusia adalah pusat dari segalanya. Artinya segala peristiwa buruk bisa dicegah, karena semua kejadian adalah hasil dari tindakan manusia itu sendiri. Hal ini berbeda dengan peristiwa meletusnya gunung berapi, yang merupakan musibah atau peristiwa alam yang tidak bisa diprediksi datangnya / dicegah.

Tulisan ini adalah sebagian dari materi pelatihan sampah yang diadakan PIAT (Pusat Inovasi dan Agroteknologi UGM Yogyakarta. Pelatihan diadakan di jalan Tanjung Tirto, Kali Tirto, Berbah, Tanjung, Kalitirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman Yogyakrta – 55573. Pelatihan dilakukan pada 19 Juni 2019. Adapun tujuan penulis mengikuti pelatihan antara lain:

Ø  Untuk mencari informasi lebih detil tentang pengolahan sampah. Hal ini karena penulis sedang menggarap percobaan tentang mendaur ulang sampah dapur menjadi kompos melalui metode keranjang Takekura.

Ø  Untuk memperkaya kualitas SDM di Fakultas Psikologi. Peningkatan kualitas SDM telah menjadi salah satu syarat bagi akreditasi Prodi Psikologi maupun institusi UP45.

Ø  Untuk menerapkan dan memberi contoh pada mahasiswa yang mengikuti pelajaran Psikologi Lingkungan dan Psikologi Inovasi. Hal ini karena pengolahan sampah membutuhkan kreativitas dan ketekunan yang tinggi.

Ø  Untuk menterjemahkan visi dan misi UP45 yang bergerak dalam bidang energi. Sampah adalah bagian energi.





Penulis mengikuti pelatihan tersebut bersama dengan Ibu Ai Siti Patimah, alumni Fakultas Teknik Perminyakan UP45 Yogyakarta. Ibu Ai kini sedang menempuh studi S3 di UGM, dan beliau adalah utusan dari Pusat Studi Teknik Lingkungan di Universitas Papua, Manokwari, Papua Barat. Semoga kerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan di Papua ini memberi manfaat yang nyata bagi kedua belah pihak.


Daftar Pustaka

Prasetya, A. (2019). Sampah domestik: Karakteristik, konsep pengelolaan dan regulasi. Pelatihan pengelolaan sampah oleh Pusat Inovasi dan Agroteknologi (PIAT) Universitas Gadjah Mada, 19 Juni, Yogyakarta. 








Post a Comment

0 Comments