PERLINDUNGAN PEREMPUAN DALAM SITUASI BENCANA
DI KOTA YOGYAKARTA
Amin Nurohmah, M.Sc.
Biro Psikologi Fakultas Psikologi UP45
Yogyakarta
Komitmen
Pemerintah Kota Yogyakarta dalam mengaplikasikan pembangunan yang responsive
gender cukup kuat. Hal ini bisa dilihat dalam
Rencana strategis Pemerintah Kota Yogyakarta yang
menjelaskan secara ideal visi, misi, strategi, tujuan dan capaian
tentang keadilan dan kesetaraan gender. Secara
konseptual rencana strategis telah
mengakui dan menetapkan nilai dan issu gender
sebagai bagian dari pembangunan. Bahkan secara progresif, pemerintah Kota Yogyakarta menetapkan sasaran pembangunan
melalui program affirmasi kepada lima kelompok
rentan yaitu, perempuan, anak, lansia, difable dan orang miskin.
Kota
Yogyakarta sebagai kawasan perkotaan di DIY yang terdiri dari 14 kecamatan
secara
umum berdasarkan indeks Risiko Bencana Indonesia
menduduki ranking 408 dengan skore 125 atau
berada di kelas risiko sedang. Dibandingkan dengan Kabupaten lain di DIY, Kota
Yogyakarta mempunyai frekuensi kejadian Bencana yang
relatif lebih rendah dibanding yang lain.
Namun demikian, intensitas beberapa kejadian bencana harus menjadi kewaspadaan
tinggi bagi masyarakat Kota Yogyakarta. Resiko
bencana sebagai potensi kerugian akibat bencana terhadap kehidupan, status
kesehatan, mata pencaharian, aset dan jasa yang dapat
terjadi pada suatu masyarakat tertentu selama
beberapa periode waktu tertentu di masa depan. Resiko yang ditanggung setiap
orang, atau kelompok orang akibat kejadian
bencana jelas berbeda-beda tergantung dari kapasitasnya.
Diskusi Kelompok Penguatan Sinergisitas dan Komitmen Menyusun Road Map Perlindungan Perempuan Dalam Situasi Bencana |
Bencana
tidak hanya berdampak secara fisik, tetapi berpengaruh secara psikologis, dan
saling
berkaitan. Korban bencana alam sering mengalami
gangguan psikologis setelah terjadi bencana, korban
menderita kehilangan dan trauma yang berisiko pada kecemasan, gangguan tidur,
marah yang tidak terkendali, depresi, dan
problem perilaku lain yang merupakan respon terhadap bencana, disamping itu korban mengalami berbagai masalah, seperti konflik
keluarga, gangguan. dalam rumah tangga dan
sosial, masalah kesehatan, kehilangan keluarga, dan kehilangan harta benda. Perempuan dan anak merupakan salah satu kelompok
yang rentan mengalami kekerasan berbasis
gender (KBG). Situasi bencana dapat meningkatkan risiko terjadinya KBG karena
akan timbul permasalahan psikologis dan sosial
yang berhubungan dengan bencana. Upaya pencegahan
dan penanganan KBG dalam situasi bencana memiliki tantangan yang jauh lebih
besar jika dibandingkan pada situasi normal.
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak melaksanakan kampanye Three Ends (tiga akhiri) yaitu:
1.
Akhiri kekerasan terhadap
perempuan dan anak,
2.
Akhiri pedagangan manusia dan
3.
Akhiri kesenjangan ekonomi
terhadap perempuan.
Diskusi Kelompok Penguatan Sinergisitas dan Komitmen Menyusun Road Map Perlindungan Perempuan Dalam Situasi Bencana |
Kewaspadaan dan kapasitas masyarakat menghadapi
bencana menjadi kunci dalam menekan risiko akibat bencana. Oleh sebab itu Dinas
Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan, dan Perlindungan Anak menyelenggarakan Workshop
FPKK Kecamatan sekaligus Menyusunan Roadmap Perlindungan Perempuan Dalam
Situasi Bencana Di Kota Yogyakarta. Kegiatan yang berlansung pada Tanggal 21 Oktober
2019, bertempat di Gedung TP PKK Kota Yogyakarta jl. Kenari No 56
Komplek Balaikota (Gedung Dinas Pemuda dan Olahraga) tersebut dihadiri oleh 50
orang terdiri dari perwakilan kecamatan, anggota FPKK Kecamatan dan polsek
Se- Kota Yogyakarta. Biro Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
berperan aktif sebagai fasilitator kegiatan dan memandu jalannya workshop untuk
merumuskan tujuan penting antara lain mengidentifikasi potensi bencana di Kota
Yogyakarta, Penguatan komitmen, sinergi, penggalangan dan perluasan
perlindungan perempuan dan anak dalam situasi bencana, dan Menyusun road map
perlindungan perempuan dalam situasi bencana.
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji