STRATEGI
UNTUK MENDAPATKAN NILAI BAGUS PADA MATA KULIAH DENGAN MODEL UJIAN MENULIS ESSAY
Arundati
Shinta
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Menulis esay (karangan bebas / dengan
tema tertentu) adalah tugas yang harus dilakukan mahasiswa bila ia ingin
mendapatkan nilai bagus pada suatu mata kuliah. Menulis essay / karya tulis
juga ketrampilan yang harus dikuasai mahasiswa dalam menyusun skripsi / tesis /
disertasi. Pada intinya, menulis merupakan cara mahasiswa untuk menunangkan
ide-idenya sehingga dosen bisa menilai kemampuan mahasiswa dalam menyerap ilmu
selama di perguruan tinggi. Bila tulisannya bagus maka dosen dengan senang hati
memberinya nilai tinggi. Masyarakat yang membaca karya tulis juga dapat memetik
manfaat yakni adanya pengetahuan yang baru. Pengetahuan baru itu berguna untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahn yang dihadapinya. Dalam dunia pendidikan
ada kredo yang berlaku bahwa publish or
perish yang artinya publikasikan karya tulismu sebab tidak ada publikasi
berarti mati / hilang dari peredaran dunia pendidikan.
Persoalan yang berhubungan dengan
menulis ini adalah mahasiswa tidak terlatih / tidak menguasai ketrampilan menulis.
Alasannya beragam antara lain:
1)
Tidak senang dengan kegiatan menulis. Ini
sebenarnya alasan yang agak aneh, karena bila tidak senang menulis maka ia
tidak perlu menjadi mahasiswa.
2)
Tidak terbiasa dan merasa tidak mampu
menulis. Alasan ini juga aneh karena seseorang sudah menjadi mahasiswa maka
pada hakekatnya ia sudah bisa menulis dan ia sudah lulus dari tingkatan
pendidikan sebelumnya (SD-SMA). Kemungkinannya, ia memang hanya terbiasa
menulis perubahan status / memberi komentar saja di media sosialnya. Menulis memang
membutuhkan pemikiran yang integratif, bukan sekedar menulsi perubahan status. Selain
itu, menulis essay juga dibatasi dengan berbagai peraturan (misalnya jumlah
kata, jenis huruf, dan sebagainya), dan aturan tersebut sering dianggap sebagai
hambatan menulis.
3)
Terdesak oleh waktu, karena mahasiswa
juga bekerja pada sebuah instansi. Mereka termasuk kategori mahasiswa karyawan.
Alasan ini masih bisa dipahami, namun tetap bisa disiasati yakni dengan
pengelolaan waktu serta pembuatan “Kartu Pintar”. Pembuatan Kartu Pintar telah
menjadi sebagian tugas dari dosen-dosen tertentu. Bila pembuatan kartu pintar
itu dilakukan mulai dari semester pertama dan selalu rutin dikerjakan maka menulis
essay merupakan tugas yang sangat mudah dilaksanakan.
4)
Mungkin masih banyak alasan lainnya,
sehingga tugas menulis essay adalah tugas yang sangat berat dilakukan. Selain itu,
semua alasan adalah benar, semua mahasiswa adalah benar serta berhak
mendapatkan nilai bagus karena sudah membayar SPP. Dosen sebaliknya, harus
memberikan nilai bagus pada mahasiswa, karena tugas dosen adalah melayani kebutuhan
mahasiswa.
Berikut adalah panduan bagi mahasiswa
yang harus menulis essay sebagai salah satu penentuan kelulusannya.
SOAL UJIAN:
Tulislah sebuah artikel singkat maksimum
1.000 kata tidak termasuk daftar pustaka. Artikel tentang burnout pada dosen (kuliah ke-13). Artikel itu kemudian harus
dipublikasikan di majalah MoveOn Psikologi UP45. Tata tulis artikel sesuai
dengan aturan pada saat ujian mid yang lalu.
JAWABAN:
BURNOUT PADA DOSEN: STRATEGI CERDIK UNTUK
MENGHADAPINYA
UJIAN
AKHIR PSIKOLOGI INDUSTRI & ORGANISASI
(Semester
Genap 2019/2020)
|
1)
Tulislah judul yang
menarik perhatian pembaca. Saya biasa menulis judul ketika tulisan selesai.
2)
Usahakan pilih tema yang
sudah Anda lakukan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga Anda seperti menulis
pengalaman sendiri.
|
|
Arundati
Shinta (NIK. 1.60 / DY / UP45)
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
PENDAHULUAN
Dosen adalah posisi yang mulia dan
bergengsi di masyarakat Indonesia. Hal ini karena persyaratan untuk menjadi
dosen adalah sangat tidak mudah. Di Indonesia, persyaratan paling rendah adalah
pendidikan level S2. Selain itu, persyaratan kematangan emosi juga sangat
menentukan kesuksesan seorang dosen. Kematangan emosi ini penting karena dosen
merupakan profesi yang sifatnya melayani, yakni melayani kebutuhan mahasiswa
dalam bidang akademik.
Di samping itu, dosen juga dituntut
untuk melakukan kegiatan tri dharma perguruan tinggi yakni mengajar, melakukan
pengabdian pada masyarakat dan meneliti. Melayani kebutuhan mahasiswa termasuk
dalam dharma mengajar. Belum lagi, bila dosen itu menduduki jabatan struktural
seperti rektor, dekan dan sebagainya. Jadi profesi dosen adalah sangat pelik
dan saling kait-mengait. Oleh karena itu tidak heran bila dosen rentan dengan
fenomena burnout atau gejala yg
berasal dari terpaparnya individu pada sumber-sumber stress, dalam jangka waktu
yang lama. Salah satu gejalanya adalah individu menarik diri (withdrawal) dari organisasi
(Riggio, 2003).
|
Dua paragraf di atas
adalah pembahasan tentang variabel dependen / terikat / yang menjadi target. Pihak
yang menjadi target adalah dosen bukan burnout.
Gampangannya paragraf itu membahas tentang WHAT. Lengkapi dengan referensi.
Referensi harus tercantum juga di daftar pustaka. Satu paragraf sekitar 8-10
baris.
|
|
Persoalan
klasik yang berhubungan dengan dosen adalah rendahnya gaji yang diterima setiap
bulannya, dan rendahnya kematangan emosi. Tulisan ini lebih tertuju pada
rendahnya kematangan emosi dosen. Hal ini penting karena kematangan emosi erat
hubungannya dengan kesuksesan dosen dalam melayani kebutuhan mahasiswa dan
masyarakat. Bisa dibayangkan ketika dosen membentak-bentak mahasiswa karena
mahasiswa terlambat mengumpulkan tugas, meskipun hanya 5 menit saja. Idealnya, dosen mempunyai kematangan emosi yang tinggi
sehingga tidak mudah mengalami burnout
dan bisa menjadi suri tauladan bagi lingkungan sosialnya.
|
Suatu tulisan harus ada
persoalannya. Persoalan adalah kesenjangan antara kenyataan dan hal-hal
ideal. Semakin lebar kesenjangannya, semakin serius persoalan itu.
Perhatikan, kata-kata yang bertinta merah ya.
|
|
Jadi pertanyaan yang harus dijawab dalam
tulisan ini adalah apa yang bisa
dilakukan oleh orang-orang termasuk kita sendiri ketika berhadapan dengan dosen
/ profesi lain yang mengalami burnout.
Hal ini penting karena dua alasan. Pertama, kita tidak bisa memaksa seorang
dosen / profesi lain untuk berubah menjadi lebih santai dalam menghadapi
tekanan pekerjaan. Akan lebih bijak kalau kita sendiri berusaha mengubah diri
daripada menyuruh orang lain untuk berubah (Mahmudah, Hary, Shinta, Suryani
& Harahap, 2020). Alasannya, status kesehatan mental kita adalah tanggung
jawab kita sendiri bukan orang lain (Shinta, Widiantoro & Yosef, 2015).
Kedua, kita tidak ingin bila semua permasalahan kita menjadi terlantar (menjadi
korban) karena orang yang dihadapi mengalami burnout. Oleh karena itu, sangat disarankan kita harus berperilaku
cerdik ketika berhadapan orang-orang yang mudah burnout.
|
Jelaskan lagi dengan
lebih tegas / eksplisit tentang persoalan yang harus dijawab dalam tulisan
ini. Jelaskan mengapa hal itu penting untuk dijawab. Kalau perlu gunakan bold (huruf yang ditebalkan).
|
|
Strategi Cerdik Menghadapi Dosen yang Burnout
- Hal penting yang harus dipahami adalah kita sedang mempunyai permasalahan, misalnya perolehan nilai pelajaran yang tidak sesusai dengan harapan. Kita sebagai mahasiswa merasa sudah menyelesaikan semua tugas dengan paripurna, namun nilai dari dosen sangat buruk. Permasalahan itu akan selesai bila ada komunikasi yang baik antara dosen dan mahasiswa. Pemahaman bahwa kita mempunyai permasalahan akan menuntun diri sendiri untuk menentukan pihak mana yang butuh bantuan. Pihak yang butuh bantuan adalah kita atau mahasiswa yang nilainya buruk. Oleh karena berada pada pihak yang butuh bantuan, maka kita harus berbesar hati menghadapi perilaku dosen yang tidak ideal tersebut.
- Pelajari karakter dan kebiasaan dari dosen tersebut dan penuhi tuntutannya yang masuk akal. Misalnya, dosen tersebut senang bila mahasiswa sering menulis dan tulisan itu dipublikasikan. Penuhi kesenangannya dosen tersebut. bahkan kalau perlu, lebihi prestasi dosen burnout tersebut. Tindakan ini akan meluluhkan hatinya, karena kita tampak berusaha menyamakan diri dengan dosen itu. Bukankah orang-orang yang serupa akan saling tertarik? (Fisher, 1982; Franzoi, 2003). Apakah perilaku ini disebut dengan ‘cari muka’? Memang harus diakui bahwa dalam hidup ini kita harus cari muka, sebab hal itu adalah salah satu strategi untuk bertahan hidup.
- Ketika menghadapi dosen yang sedang bermasalah dengan dirinya sendiri itu, maka kita harus tenang dan kalem. Selain itu bawa semua bukti bahwa kita memang sudah mengerjakan semua tugas. Ini tidak mudah, karena mahasiswa sering teledor dalam mengumpulkan arsip. Bila dihadapkan dengan bukti-bukti lengkap, maka dosen seperti tidak berkutik, dan terpaksa meninjau ulang cara-cara penilaiannya paling tidak pada mahasiswa yang mempertanyakan sistem penilainnya.
- Bila semua usaha sudah dilakukan dan ternyata hasilnya negatif, maka kita juga harus berlapang dada. Artinya, memang di dunia ini tidak semua hal sesuai dengan harapan kita. Justru mahasiswa yang lapang dada ini sebenarnya sudah ‘menampar’ dosen yang rendah kematangan emosinya. Untuk semester berikutnya, bila berhadapan dengan dosen yang burnout lagi, maka strategi yang lebih cerdik perlu dibangun lagi. Semenjak awal kuliah (kontrak belajar), mahasiswa perlu kritis terhadap sistem dosen dalam memberi penilaian. Berilah masukan yang konstruktif. Sesungguhnya dosen itu juga punya perasaan malu, ketika mahasiswanya mempunyai pandangan yang lebih luas namun tidak sombong / menuntut untuk dilayani.
|
No. 1-4 adalah menjawab
pertanyaan tulisan.
|
|
Penutup
Menghadapi situasi sulit, kita butuh
kecerdikan. Apalagi bila situasi sulit tersebut berhubungan dengan nasib kita.
Hal mendasar berhadapan dengan situasi sulit yakni dosen yang burnout adalah kita sebagai mahasiswa
harus bisa berpikir tenang, jernih, sabar, dan kalem. Orang-orang yang burnout
pada umumnya mudah meledak-ledak seperti api. Bila api dibalas dengan api, maka
situasi akan semakin buruk.
|
Dalam penutup perlu
ditekankan lagi tentang intisari jawaban dari pertanyaan yang harus dijawab
dalam tulisan ini.
|
|
Daftar Pustaka
Fisher, R. J. (1982). Social psychology: An applied approach. New
York: St. Martin Press.
Franzoi, S. L. (2003). Social psychology. 3rd ed.
Boston: McGraw Hill.
Mahmudah, S., Hary, T.A.P., Shinta, A., Suryani, R. &
Harahap, D.H. (2020). Pimpilan level menengah yang buruk komunikasinya:
Haruskah karyawan keluar?. Jurnal
Psikologi. 16(1), 65-74.
Riggio, R. E. (2003). Introduction to industrial / organizational
psychology. New Jersey: Upper Saddle River.
Shinta, A.,
Widiantoro, W. & Yosef, L.G. (2015). Belajar menjadi pemimpin baik dalam organisasi
dengan kepemimpinan buruk. Prosiding. Seminar Nasional Psikologi dan Kemanusiaan:
Perkembangan Manusia dan Kesejahteraan Psikologi. Program Studi Magister
Psikologi DPPS Universitas Muhammidayah Malang. 13-14 Januari 2015.
http://mpsi.umm.ac.id/files/file/37-45%20Arundati.pdf
|
Perhatikan cara menulis
daftar pustaka.
1)
Apa yang tertulis di
daftar pustaka harus tercantum dalam naskah.
2)
Usahakan menggunakan tulisan
/ hasil karya tulis dari dosen-dosen psikologi up45, karena hal itu memberi
nilai tinggi.
3)
Perhatikan cara menulis
jurnal dan buku berbeda lho.
4)
Usahakan pakai pustaka
berbahasa asing
|
|
|
Strategi cerdik agar
dapat menulis dengan baik versi dosen
a)
Jangan plagiat ya. Tulis
sumbernya
b)
Buat kalimat-kalimat
yang pendek dan lengkap.
c)
Perhatikan sistematika
penulisan. Ada judul, pembukaan, persoalan, jawaban persoalan, penutup, dan
daftar pustaka.
d)
Pakai foto ya. Usahakan
foto diri dengan latar belakang yang sesuai dengan tema yang dtulis. Butuh
usaha, memang. Misalnya tema sampah, maka latar belakang foto diri ada
beberapa hal antar lainL Bank Sampah, sampah yang menggunung, pemulung, tong
sampah, sekolah adiwiyata, mesin pencach sampah, dan sebagainya.
|
|
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji