Sigit Meliyanto
Teknik Perminyakan
Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Pekerja pengecet jembatan Janti (Foto : Sigit M) |
Jembatan layang atau juga biasa disebut fly over menjadi salah satu sarana
alternatif mengatasi kemacetan dan persimpangan yang sangat ramai, selain itu
juga untuk jalan melintasi rel kereta, sungai serta halangan lainya. Di
Yogyakarta, sedikitnya ada tiga, jembatan layang Lempuyangan, Kaliabu, dan satu
lagi dalam tahap pembangunan yakni di
persimpangan Jombor (Sleman). Dari sekian itu, Janti termasuk yang terpanjang dan
begitu ramai dilewati kendaraan karena berada di jalur antar kota (Jogja-Solo).
Selain itu didukung banyaknya kampus, pusat perbelanjaan, hotel, bandara, dan
pusat keramaian lainya.
Belum lama ini, di jembatan Janti ada program cat ulang
dari dinas PU. Proyek tahunan ini bertujuan untuk merevitalisasi warna jembatan
yang sudah kotor, dan banyaknya tulisan hasil corat-coret oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab. Ya, dinas PU
harus menganggarkan budget lebih
tentunya untuk hal ini, juga dua kali dalam setahun untuk pengecatan tambal
sulam, sekedar menutupi kotornya jembatan dari jamur dan hasil semprotan
berbagai tulisan tidak bermutu.
Pada tahun ini, cat ulang dilakukan pada bulan Maret,
tepatnya dimulai tanggal 13 Maret 2013 dan ditargetkan selesai selama 21 hari.
Pada proyek ini ada 15 pekerja yang menggarapnya dimana 4 pekerja dari Surabaya
dan sisanya dari Yogyakarta. Keterangan ini saya dapat dari bapak Ari yang
bertanggung jawab mengawasi pekerja. Siang
itu saat rolasan (istirahat makan
siang) saya sempat berbincang-bincang dengan bapak Ari.
Foto : Sigit M |
Pria yang berdomisili di Surabaya itu,
mengutarakan keprihatinanya terhadap perbuatan sejumlah oknum tak bertanggung
jawab yang mencorat-coret jembatan Janti tersebut. “Waduuuhh mas, polemiknya disitu mas, sebenarnya itu tinggal
masyarakat sendiri, terlebih kesadaran anak-anak mudanya” tutur pak Ari sambil
geleng-geleng kepala memperlihatkan kekesalanya .
Tak bisa
dipungkiri memang yang diungkapkan oleh beliau, apabila yang biasa
mencorat-coret jembatan adalah anak-anak muda, bahkan tak sedikit yang masih
duduk di bangku sekolah. Bahkan, sempat beliau memergoki pada malah hari
setelah pukul 12 malam beberapa pemuda yang terlihat masih berusia belasan
tahun sedang meminum minuman beralkohol. “Kemarin yang di ujung sana itu ada
anak-anak muda mungkin SMP kelas 2 atau kelas 3 gitu lah , dengan beberapa
botol miras, malam-malam itu mas, sekitar habis jam 12 lebih yang jelas” terang
pak Ari.
Saat itu, saya juga meminta izin untuk mengambil gambar
aktivitas pengecatan. Beliaupun memperbolehkan. Salah satu bagian jembatan yang
sudah di cat dan baru beberapa hari (belum ada 3 hari) namun sudah di coret
dengan cat semprot lagi. Berikut gambar yang saya ambil.
Terlihat jelas coretan baru yang begitu besar,
ironisnya tak hanya satu, namun kurang lebih ada 7 spot semprotan baru.
Tak berhenti disitu obrolan kami,
bahkan beliau menawari saya untuk ikut makan dan minum, karena memang waktu itu
sedang jam istirahat. Sempat beliau membandingkkan kenakalan remaja tentang
aksi corat-coret ini. “kalau kita
bandingkan ya mas, Jogja ini lebih
parah, kemarin di Palangkaraya mungkin dua kali lipat panjang jembatan ini, itu
saja baru 3 bulanan ada satu dua coretan. Tapi di Jogja ini mas, waduh baru dua malam saja sudah
beberapa coretan” ungkap pengawas pekerja itu. Beliau juga menambahkan
harapanya agar ada kerjasama dari beberapa lembaga yang berwenang, terlebih
peran mahasiswa dalam hal membina kenakalan remaja ini.
Sebenarnya,
kenakalan remaja jelas termasuk masalah kesejahteraan sosial. Dimana dalam hal
ini Dinas Sosial yang harus berperan dalam pembinaan remaja. Disamping itu juga
dari berbagai lembaga seperti LSM, sekolah tempat remaja bernaung, dll. Namun,
peran yang paling penting adalah dari pendidikan, pengawasan, dan pengarahan
oleh lingkungan keluarga, yakni orang tua.