Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

MEMBANGUN SDM BERKUALITAS MENUJU INSAN CENDIKIA, BERDIKARI, DAN BERAKHLAKUL KARIMAH



Ahmad Yani 
Manajemen Fakultas Ekonomi 
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
        
     Memasuki era globalisasi mampu merubah wajah peradaban dunia, mulai dari tradisi, gaya hidup, serta tingkah laku manusia. Globalisasi seolah-olah dunia sempit  dengan kecanggihan teknologi yang semakin berkembang  sehingga manusia mampu melakukan apapun mulai dari terbang keangkasa luas, sampai pada pendeteksian suatu kejadian yang masih akan terjadi. Seperti telah menjadi hukum kahidupan, bagaimana proses globalisasi itu telah di identifikasikan sejak munculnya manusia (Homo Sapiens) di muka bumi ini.
             Membicarakan definisi tentang globalisasi mungkin tidak akan pernah selesai sampai di sini, karena ruang lingkup globalisasi sendiri sangat luas. Dalam kaitanya yang sangat erat antara  proses globalisasi dengan pembangunan SDM generasi muda yang berkualitas untuk menuju insan cendikia, berdikari, serta berakhlakul karimah. Spesifikasi generasi muda mengarah pada pembentukan mental yang baik maupun buruk dalam perkembangan proses globalisasi, contoh kecil dengan adanya media internet, merupakan hasil dari kemajuan elektronik sehingga seseorang bisa menggakses pengetahuan apapun yang dibutuhkanya, namun di sisi lain ada dampak buruk terhadap pembentukan mental, moral, serta pemikiran generasi muda. Media internet disalahgunakan, seperti melihat video porno dan penyimpangan-penyimpangan lainya.  Secara tidak di sadari  hal tersebut akan berpengaruh pada perkembangan moral pemuda.  Tak jarang kita temui pemuda/pemudi  yang masih di bawah umur melakukan perbuatan sakral  (berupa sex bebas serta tindak pornografi lainya).
              Pada dasarnya tak ada maksud untuk mengarahkan tulisan ini pada pembahasan semacam hal tersebut, namun ada keterkaitan antara pembentukan moral dengan kejadian-kejadian tersebut. Jika hal Ini  masih tetap dibiarkan tanpa ada kontrol maksimal  dari kedua orang tua maupun dari pihak pemerintah selaku penyelenggara tatanan hukum dalam pendidikan dan kecerdasan generasi muda, akan menjadi peminpin bangsa pada masa selanjutnya. Apabila hal tersebut dibiarkan maka pembentukan karakter anak (pemuda)  akan semakin menjadi rusak. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa pembentukan karakter seseorang dimulai dari kebiasaanya mulai sejak dini. Jika dibiarkan hal-hal buruk memasuki pikiran mereka, maka akibatnya akan menjadi kebiasaan yang sulit untuk diubah.  Analoginya apabila tumbuhan yang masih muda, mudah diarahkan pertumbuhan dahanya, namun batapa sulitnya mengarahkan dahan  yang sudah berusia tua.   Jadi pembentukan moral generasi muda di mulai dari sejak anak tersebut mengenal lingkungan hidupnya sendiri.

              Evaluasi terhadap pengembangan skill generasi muda sangat penting. Dari proses ini tentu malibatkan peran orang tua karena otoritas tertinggi bagi seorang anak berada di tangan orang tua, seperti halnya memilihkan agama, memilih tradisi, memilih pendidikan dan lain sebagainya. Anak yang baru lahir tak ubahnya adalah kertas putih yang bersih hak serta kebebasan ada ditangan orang tua. Ditulis “merah” atau “hitam” kertas itu, pentingnya kedekatan dan pendidikan anak (pemuda)  dalam keluarga karena pada hakikatnya “anak-anak belajar dari kehidupan di dalam keluarga“  seperti dalam ungkapan yang sederhana ini. Jika seorang anak hidup dalam suasana penuh kritik, maka ia belajar untuk menyalahkan, jika seorang anak hidup dalam permusuhan ia akan belajar untuk berkelahi, jika seorang anak hidup dalam ketakutan, ia belajar untuk gelisah, jika seorang anak hidup dalam belaskasihan diri, ia belajar mudah memaafkan dirinya sendiri. Jika seorang anak hidup dalam ejekan, ia belajar untuk merasa malu. Jika seorang anak hidup dalam kecemburuan, ia belajar bagaimana iri hati. Jika seorang anak hidup dalam rasa malu, ia belajar untuk merasa bersalah. Jika seorang anak hidup dalam semangat jiwa besar, ia belajar untuk percaya diri. Jika seorang anak hidup dalam menghargai orang lain, ia belajar setia dan sabar. Jika seorang anak hidupnya di terima apa adanya, ia belajar untuk mencintai dirinya sendiri. Jika seorang anak hidup dalam suasana rukun, ia belajar untuk menghargai arti sebuah perdamaian. Jika seorang anak hidupnya di mengerti, ia belajar bahwa sangat baik mempunyai cita-cita. Jika seorang anak hidup dalam suasana adil, ia belajar akan kemurahan hati. Jika seorang anak hidup dalam kejujuran dan sportivitas, ia belajar akan kebenaran dan keadilan, jika seorang anak hidup dalam rasa aman, ia percaya kepada dirinya dan percaya pada orang lain.  Jika kamu hidup dalam ketentraman, anak-anakmu akan hidup dalam ketenangan batin. (J. Dross, SJ hal,28)
              Dari ungkapan-ungkapan diatas sangatlah  jelas bahwa pembentukan karakter seseorang sangat di pengaruhi oleh keberadaan lingkungan keluarga, karna hal yang pertama kali di kenal oleh anak sebelum masa remaja  adalah keluarganya sendiri.
              Membahas tentang peran keluarga dalam pembentukan mental generasi muda hingga bisa mencapai tujuan yang di inginkan yaitu insan  yang cendikia, berdikari, dan berakhlakul karimah. Sangatlah penting. Karna secara esensial kemajuan suatu bangsa tergantung pada moral generasi muda sebagai calon  pemimpin bangsa di masa selanjutnya, “pemuda hari ini adalah penerus masa depan”.  Keluar dari konteks tradisi politik di Indonesia sebagai suatu acuan dasar terhadap perkembangan serta kemajuan bangsa yang  ujung tombaknya tersimpan  dalam karakter generasi muda. Kalau kita memahami secara teoritis “pemuda hari ini adalah penerus masa depan”  berarti apabila moral pemuda pemudi hancur, maka bangsa akan semakin cepat melebur, tanggung jawab pemuda pada dasarnaya  sangatlah besar karna tuntutan menjadi pemimpin bukanlah hal yang mudah, seorang pemimpin tentu adalah figur yang luhur, bisa memberi teladan yang baik, insan yang cendikia, berdikari, serta berahklakul karimah, lebih mengedepankan hati nurani, dan mampu memberi  kesejahteraan bagi rakyat. Dalam usaha mencapai kepemimpinan seperti tersebut tentu banyak batu loncatan yang harus di lalui oleh para generasi muda sehingga bisa membingkai kalimat ”pemuda/pemudi yang berkualitas adalah embrio bangsa yang bermutu”, sekali lagi  merupakan tuntutan wajib bagi seorang pemuda dalam ihwal kepemimpinan dan imperialisasi bangsa. 
             Peran pemuda bagi kesejahteraan bangsa sangat besar. Mulai dari pembangunan infrastruktur bangsa, ekonomi, pendidikan, serta ketentraman bagi lingkungan social. Namun nilai-nilai tersirat dibanyak bidang di hidangkan begitu lihai, maka di butuhkan cara yang bisa membantu dan mempermudah generasi muda dalam membentuk kebiasaan berefleksi, menilai nilai-nilai dan sebab akibat bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya, menilai teknologi yang di kembangkan dan seluruh spektrum program-program sosial. kebiasaan-kebiasaan dalam jiwa generasi muda  tidak hanya dibentuk lewat kejadian-kejadian kebetulan. Kebiasaan hanya di kembangkan lewat latihan yang teratur dan terus-menerus. Maka tujuan membentuk kebiasaan refleksi harus diusahakan oleh lingkungan sosial, tentu memakai cara yang sesuai dengan kematangan pemuda sesuai dengan jenjang yang berbeda-beda. Sehingga kita tidak hanya semena-mena mengejar hasil dan lupa akan kemampuan untuk berhasil. (J.Drost, SJ hal 7)
              Logika dasar atas kebenaran sebuah perkembangan bangsa yang di mulai dari kesadaran generasi muda yaitu adanya pemuda-pemudi yang menghormati para leluhur serta para  pahlawan sebagai suatu symbol pengabdian terhadap bangsa dan sugesti terhadap perjuangan yang telah mereka lakukan. Menghormati idiologi pancasila sebagai falsafah hidup. Menjaga perdamaian, menumbuhkan rasa hormat antar sesama kalangan yang lain ras, budaya , agama, serta membangun rasa bakti social, gotong royong, dalam hal kebaikan. Sehingga menciptakan lingkungan tentram, damai, dan sejahtera.
              Namun implikasi-implikasi generasi muda dalam eksistensinya untuk menciptakan kesejahteraan bangsa tidak selalu mengalir. Terkadang masih kita temui kurang kesadaran para pemuda dalam pengaruhnya pada lingkungan sekitar, semisal adanya tindakkriminal yang oknum-oknumnya terdiri dari para  pemuda/pemudi, tawuran kebut-kebutan liar, mabuk mabukan dan lain sebagainya. Hal ini kebanyakan didominasi oleh para pelajar SMA dan setingkatnya, apabila seusia SMA saja mereka sudah rusak moralnya maka akan semakin sulit untuk mengarahkan jalan hidupnya sehingga bisa terbentuk kepribadian yang ungul. menarik benang merah mengenai  kasus kenakalan tersebut adanya upaya serta kesabaran dari kita untuk mengayomi, memberi pengarahan pada pemuda  dengan cara menanamkan rasa kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Memberi kepercayaan agar mereka bisa menghargai hidupnya sendiri.
              Satu, dua tahun ke depan secara pasti “pemuda hari ini akan menjadi penerus masa depan” seperti menjadi kodrat manusia pada umurnya yang sudah mulai  tua, segala sesuatu pada dirinya pasti  akan  berubah dan melemah, baik ingata, kemampuan, lebih-lebih tenaganya. Tentu atas alasan rasional ini pemerintah memberi kebijakan pada setiap pemimpin maupun pengajar serta badan  birokrat lainya untuk (Free) berhenti dari pekerjaannya “Pensiun”, dari sinilah kita bisa membuktikan bahwa pemuda hari ini adalah penerus masa depan. Logika sederhananya “ Lantas kalau bukan pemuda siapa lagi yang akan menjadi penerus masa depan”. Mungkin seperti itulah pernyataan yang pantas untuk menjadi fondasi atas pentingnya pembentukan karakter generasi muda sehingga bisa mencapai tujuan luhur yang diimpikan bersama yaitu pemimpin  dengan hati nurani serta integritas moral yang tinggi.
              Hidup berbangsa dan bernegara dewasa ini terutama dalam masa reformasi, bangsa Indonesia sebagai bangsa harus memiliki visi serta pandangan hidup yang kuat agar tidak terombang ambing di tengah-tengah masyarakat internasional. Perkataan lain bangsa Indonesia harus memiliki nasionalisme serta rasa kebangsaan yang kuat. Hal ini dapat terlaksana bukan melalui suatu kekuasaan atau hegemoni ideology melainkan suatu kesadaran berbangsa dan bernegara yang berakar pada sejarah bangsa dan akal budi generasi muda (Prof. Dr. Kaelan , M.S hal 12) Contoh yang teoritis  perilaku generasi muda lebih seru gaungnya dari pada suaranya.  Dalam kebudayaan sekarang ini, kaum muda belajar menanggapi citra hidup dari cita-cita yang sudah mulai dirasakan dalam hati mereka. Uraian mengenai dedikasi total, melayani yang miskin, tata Negara yang adil, masyarakat bebas rasisme, dapat mendorong mereka berefleksi. Teladan yang hidup membawa mereka melewati refleksi kepada berusaha menghidupkan apa yang di uraikan. Maka  perkembangan terus menerus mengharuskan kita hidup sebagai manusia dewasa, purna, dan baik sehingga teladan kita menantang generasi muda untuk tumbuh menjadi pria dan wanita yang bermutu, cerdas, bertanggung jawab, perhatian, memupuk rasa nasionalisme yang tinggi, lebih-lebih berakhlakul karimah.    
               Asas kepercayaan antara hubungan masyarakat dengan para remaja sehingga bisa tercapai system simbiosis mutualisme dalam lingkungan sosial, adanya keterbukaan dari masyarakat, penerapan budaya berbasis kearifan local sebagai alternative dalam mengatasi segala masalah. Serta aktualisasi terhadap perkembangan era globalisasi pada saat sekarang ini sehingga para pemuda bisa dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan hidupnya.

Daftar Pustaka :
             Kaelan, M. S. Prof,Dr. 2004 Pendidikan Pancasila. Proses reformasi UUD Negara Amandemen 2002 pancasila sebagai system filsafat pancasila sebagai etika politik paradigma, bermasyarakat berbangsa dan bernegara Yogyakarta:  Paradigma
              SJ,J. Drost, 1998.  Proses Pembelajaran Sebagai Proses Pendidikan.Grasindo Jakarta: PT Grasindo.


Post a Comment

0 Comments