Oleh : Nunuk Priyati
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Kemiskinan telah menjadi momok
terendiri dalam kehidupan. Dimana sebab kemiskinan banyak anak bangsa putus
sekolah karena faktor biaya. Adapun beberapa dari mereka tidak mendapat
dukungan dari pihak keluarga dan beberapa diantara mereka yang lain merasa
minder dengan keadaan mereka yang miskin. Padahal pemerintah dan beberapa
lembaga pendidikan lainnya telah berupaya menyediakan bantuan untuk keluarga
kurang mampu yang berniat, semangat dan mau melanjutkan sekolah.
Untuk anak – anak yang berfikiran
maju atas pendidikan, mereka akan mengejar beasiswa untuk meanjutkan sekolah
mereka meski mereka tidak mendapatkan bantuan secara keseluruhan atau yang
sering disebut dengan beasiswa penuh. Bahkan dengan keadaan keluarga yang
berada pada strata sosial kelas miskin, mereka menjadi semangat dan serius
dalam belajar. Begitupula dengan orangtua mereka yang kebanyakan bekerja
sebagai petani atau buruh, mereka mendukung anak untuk sekolah dan berusaha
memberikan hak – haknya. Hal tesebut bisa mereka tunjukan dengan berusaha
menutup kekurangan beasiswa guna
membayar biaya sekolah secara penuh (lunas) dan berusaha memenuhi kebutuhan hidup sang anak.
Selain itu, disela – sela kesibukannya, orangtua juga meluangkan waktunya untuk
sekadar mengobrol sebagai tanda perhatian dan kasih sayang pada anak.
Dalam masa mengenyam pendidikan
formal, beberapa anak yang berasal dari keluarga miskin memanfaatkan peluang –
peluang dibidang lain untuk berprestasi. Misalnya, mereka mengikuti berbagai
lomba untuk merubah keadaan keluarga kearah yang lebih baik. Mereka juga tidak
mudah putus asa saat mengalami kegagalan dalam sebuah persaingan, misalnya,
saat mereka kalah dalam perlombaan.
Berdasarkan ilustrasi diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa orang yang berada dalam taraf kemiskinan belum tentu
mengalami gangguan mental atau yang sering disebut dengan sakit mental. Seperti
yang dikemukakan Dunham (dalam Notosoedirjo, M & Latipun, 2001) bahwa
kemiskinan tidak selalu menimbulkan sakit mental. Penulis juga memberikan
prediksi bahwa jika orangtua yang berada dalam taraf kemiskinan dapat
memperhatikan anak dan mencoba memenuhi kebutuhan anak, hal tersebut dapat
membuat kesehatan mental anak baik.
Ada beberapa cara pengendalian yang
dapat dilakukan oleh keluarga dalam taraf ekonomi rendah (miskin) agar
kesehatan mereka tetap baik. Dari orangtua seharusnya dapat memanajement
keuangan dengan baik, sehingga anak bisa mendapatkan bagian yang selayaknya. Selain itu, orangtua mempunyai
waktu untuk berkomunikasi dengan anak sebagai bentuk perhatian dan kasih
sayang. Begitupula dengan anak yang selalu semangat mengejar impian, cita –
cita dan untuk berprestasi meskipun dari keluarga yang berada dalam taraf
kemiskinan, sehingga orangtua mereka menjadi bangga. Berdasarkan ilustrasi
tersebut, interaksi yang baik antara orangtua dan anak membuat kesehatan mental
baik. Sebagaimana pandangan Faris dan Dunham (1970 dalam Notosoedirjo, M &
Latipun, 2001) bahwa interaksi sosial sangat mempengaruhi keehatan mental.
Daftar
Pustaka :
Notosoedirjo,
M &Latipun. (2001) Kesehatan Mental Konsep dan Penerapan. Malang : UMM
Press.
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji