Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Bahasa Media Bisa Timbulkan Kecemasan



Nurul Istiyani
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Foto : Elisa
Media merupakan alat informasi yang digunakan untuk mengetahui berita terkini. Semakin banyak media bermunculan maka harus selektif dalam menilai keakuratan berita. Media berlomba-lomba untuk mendapatkan rating tinggi dengan cara berita dibuat sedahsyat mungkin. Hal ini membuat orang awam terhadap media merasa cemas. Mereka hanya mendengarkan atau melihat berita dari satu pihak dan langsung mempercayainya. Misalnya berita tentang gempa di Swiss, diberitakan akan berdampak tsunami di Indonesia. Tsunami akan terjadi hampir diseluruh bagian Indonesia. Kenyataanya, tsunami memang terjadi namun tidak sebesar yang diberitakan dan tidak menimbulkan kejadian yang mengerikan.
Pemahaman akan bahasa yang digunakan oleh media itu penting. Apabila kita awam terhadap bahasa berita media yang terkadang memberitakan berita yang dilebih-lebihkan tentu akan menimbulkan kecemasan. Kecemasan adalah suatu keadaan dimana terjadi ketegangan pada berbagai syaraf dan gangguan emosi pada psikis seseorang (Tasyarnani, 1996).  Kecemasan seseorang biasanya timbul apabila dihadapkan pada kondisi yang tidak menyenangkan atau menekan dirinya. Berita yang disiarkan oleh media mempunyai andil menimbulkan kecemasan seseorang. Kemasan bahasa media yang terkesan bombastis terkadang membuat seseorang cemas. Contoh berita bencana gunung berapi tahun 2010 yang diberitakan oleh media X. Dalam berita tersebut menyatakan bahwa gunung tersebut akan meletus dengan dampak letusan radius 20km. Berita tersebut menjadikan warga menjadi cemas. Sehingga, media X sempat tidak diperbolehkan untuk menayangkan berita kembali. Kemasan bahasa berita pada media seperti ini yang perlu diwaspadai. Kita harus pandai mempersepsikan bahasa berita tersebut. Apabila kita pandai dalam mempersepsikan bahasa berita tentu berita itu bukanlah hal yang menakutkan dan patut untuk dikhawatirkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Ilmi (2003) melibatkan 60 mahasiswa Yogyakarta yang berasal dari Kalimantan Selatan menyatakan bahwa antara persepsi berita di TV dengan kecemasan mempunyai hubungan yang signifikan. Semakin negatif persepsi individu terhadap berita TV maka semakin tinggi pula kecemasan individu tersebut.  Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa terdapat 54 subjek (77,10%) memiliki persepsi  terhadap berita criminal sedang dan  16 subjek (22,90%) yang memiliki persepsi terhadap berita kriminal tinggi. Oleh sebab itu perlu adanya pemahaman terhadap bahasa berita agar tidak terjadi persepsi negative yang menimbulkan kecemasan.

Sumber:
Ilmi, J. (2003). Hubungan antara Persepsi terhadap Berita Kriminal di Televisi dengan Kecemasan pada Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan)  Fakultas Psikologi UP 45 Yogyakarta
 Tyasrini.1996. “Hubungan kecemasan dengan produktivitas kerja pada Karyawan”. Skripsi (tidak diterbitkan) Fakultas Psikologi UP 45 Yogyakarta.