Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Budaya Karir Yang Stereotip Gender



Nurul Istiyani
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta

Foto : Elisa
Stereotip adalah suatu pandangan masyarakat yang mengkatagorikan orang-orang dalam beberapa kategori (Witt, 2006). Pandangan ini terjadi karena adanya kebiasaan yang melekat sejak dulu. Kebiasaan ini diyakini oleh masyarakat sehingga menjadi budaya. Stereotip pada karir yaitu pandangan yang membatasi karir berdasarkan gendernya. Gender merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aspirasi karir (Domenico & Jones, 2006). Banyak pekerjaan yang hanya diperuntukkan untuk laki-laki saja atau perempuan saja.
Pandangan yang stereotip pada karir mempersempit kreativitas masyarakat. Adanya budaya yang karir yang stereotip gender ini menjadikan anak-anak semenjak kecil dikondisikan berperan sesuai peran gendernya. Cita-cita anak semenjak kecil juga diarahkan untuk sesuai dengan peran gendernya. Perlakuan yang stereotip gender yang terjadi dari orang tua ke anak menjadikan minat anak yang stereotip gender juga. Minat anak dipengaruhi oleh pengalaman anak semasa kecil, figure orang tua, pekerjaan-pekerjaan yang sering anak-anak lihat (Witt, 2006). Minat-minat anak yang terkondisikan stereotip gender ini membedakan pekerjaan mereka yang terpilah-pilah. Pekerjaan feminim ditandai dengan pekerjaan yang membutuhkan ketekunan, bersifat domestik, dan teliti. Pekerjaan feminim antara lain suster, penari, guru bahasa (Domenico & Jones, 2006). Pekerjaan laki-laki biasanya ditandai dengan pekerjaan yang bersifat keras, mengedepankan logika. Pekerjaan maskulin antara lain pilot, tentara (Crespi, 2003; Hess & Ferree, 1987; Domenico & Jones, 2006).
Dalam era globalisasi pandangan karir yang stereotip gender sangat merugikan. Laki-laki dan perempuan merasa terbatasi dalam hal mengembangkan potensi mereka yang terhalang dengan peran gender. Padahal, didalam tubuh setiap manusia terdapat sisi feminim dan maskulin sekaligus. Hanya saja, kadar sisi feminim dan maskulin tersebut lebih dominan yang mana. Apabila seorang laki-laki lebih dominan feminim dan maskulinnya itu bukan perihal yang salah. Begitu pula dengan perempuan, apabila sisi maskulinnya lebih menonjol daripada sisi feminimnya itu bukan suatu hal yang disalahkan. Sehingga minat merekpun terkadang berlawanan dengan keinginan orang tuanya. Oleh karena itu, sejak dini orang tua disarankan untuk menanamkan pendidikan anak yang androgini. Androgini yaitu dimana setiap orang dapat berperan sebagai maskulin dan feminim sekaligus. Apabila pandangan androgini ini membudaya, maka semakin terbuka luas peluang bagi orang untuk memasuki dunia kerja tanpa memperhatikan peran gender dan kemampuan mereka dapat berkembang optimal.

Daftar Pustaka:
Crespi, I. (2003). Gender socialization within the family: a study on adolescents and their parents in Great Britain. Paper prepared for BHPS. Retrieved on December 8,2013 from
http: //www.mariecurie.org/annals/volume3/crespi.pdf

Domenico, D. M, & Karen, H.J. (2006). Career aspirations of women in the 20th century. Journal of career and technical education, 22(2), 1-7. Kennesaw Mountain High School. The University of Georgia.

Hess, B. B & Ferree, M. M. (1987). Analyzing gender: A handbook of social science research. New York: Sage Publication.

Witt. 2006. Teachers also contribute in forming the gender stereotypic behavior of children. Gender role socialization also comes from the mass media, primarily television. Psychological journal 7 (21).