MENDORONG MOTIVASI BERPRESTASI ANAK MELAUI
KEGIATAN MENGGAMBAR
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Motivasi
berprestasi adalah dorongan yang ada pada manusia untuk bertindak lebih baik
daripada masa-masa lampau. Tindakan itu bertujuan untuk memuaskan
kebutuhan-kebutuhannya. Kebutuhan manusia ada tiga yaitu kebutuhan untuk
berprestasi (nAch, need for achievement),
kebutuhan untuk berafiliasi (nAff, need
for affiliation), kebutuhan untuk berkuasa (nPow, need for power). Individu yang mempunyai motivasi berprestasi yang
tinggi maka nAch-nya cenderung tinggi dan nAff serta nPow rendah. Pada
hakekatnya semua orang mempunyai tiga macam dorongan tersebut, hanya
tingkatannya saja yang berbeda-beda.
Bagaimana caranya
agar anak-anak mempunyai motivasi berprestasi tinggi? Anak-anak bisa didorong
motivasi berprestasinya dengan cara mereka diperkenalkan pada hal-hal yang
menyenangkan setelah selesai menyelesaikan suatu tugas. Tugas itu adalah
menggambar suatu bentuk yang mirip piala. Perkenalan pada hal-hal yang
menyenangkan adalah dengan memperlihatkan suatu piala hasil kejuaran lomba
menggambar. Anak-anak harus mendapat penjelasan bahwa piala itu merupakan hasil
perjuangan yang berat, yaitu menggambar suatu bentuk dengan bagus.
Kriteria bagus untuk suatu gambar sangat subjektif. Meskipun
demikin, untuk ukuran anak-anak usia 3,5 - 5 tahun, gambar yang bagus adalah
semua bagian kertas terisi penuh dengan warna-warna pastel. Tidak ada satu bagian
pun yang berwarna putih. Selain itu bentuk piala terlihat jelas, tidak ada
coretan-coretan yang melanggar garis piala. Warna piala harus lebih kuat
daripada warna latar belakang. Latar belakang boleh ditambah dengan hiasan atau
ornamen-ornamen. Warna pada piala tidak perlu dominan kuning emas, namun juga
boleh dibubuhi warna bermacam-macam seperti halnya warna kue lapis.
Bagaimana hasil menggambar anak-anak TK Kamulan? Anak-anak
tampak sangat bergairah menggambar, apalagi sebelumnya mereka diijinkan untuk
memegang piala. Mereka menggambar piala dengan bentuk piala sudah dibubuhkan
terlebih dahulu oleh guru gambar pada suatu kertas putih. Bentuk piala itu
digambar dengan pensil. Dari sekitar 12 anak, hanya 3 anak yang betul-betul
patuh pada instruksi guru gambar. Tiga anak tersebut bisa membedakan warna
latar belakang dan warna bentuk utama. Tiga anak tersebut memang berusia sudah
lebih tua daripada anak-anak lainnya.
Bagaimana situasi 9 anak lainnya? Anak-anak tersebut masih
terlalu sulit untuk mengikuti instruksi guru. Usia mereka memang lebih muda
yaitu sekitar 3,5-4,5 tahun. Gaya menggambar anak-anak yang kesulitan mengikuti
instruksi guru itu antara lain:
Ø
Anak belum bisa membedakan antara warna untuk latar belakang
dan warna untuk bentuk utama. Mereka hanya asal coret, sehingga kertas gambar
terlihat penuh.
Ø
Anak hanya berkutat pada warna kesukaannya saja, terutama
warna-warna yang cerah yaitu merah jambu dan oranye. Mereka menolak menggunakan
warna lain. Mereka tidak peduli dengan saran-saran guru.
Ø Anak tidak mau
menggambar dan hanya asal coret saja, sehingga hasil gambarnya adalah seperti
benang kusut. Mereka menolak meneruskan kegiatan
menggambar karena merasa lelah dan bosan.
Ø Ada anak yang harus didorong untuk menyelesaikan hasil
gambarnya dengan syarat harus dipangku guru (diperhatikan secara khusus).
Ø
Anak bersedia menyelesaikan gambar asal
diberi hadiah piala (piala yang diperlihatkan sebagai contoh hendak dimilikinya).
Mereka
sangat mengharap mendapatkan piala segera setelah selesai menggambar.
Untuk memperkuat motivasi berprestasi anak-anak, maka
anak-anak itu didorong untuk berpotret dengan memegang piala serta hasil
gambarnya. Ternyata tidak semua anak mau berpotret
secara sendiri-sendiri sambil memegang piala. Hanya ada dua anak yang ingin
berpotret secara personal tersebut. Anak-anak lainnya lebih suka untuk
berlari-larian.
Apakah ada jaminan
bahwa anak-anak yang bersedia berpotret sambil memegang piala itu mempunyai
motivasi berprestasi yang tinggi kelak setelah dewasa? Dalam hidup ini, tidak
ada yang namanya jaminan kepastian. Hal ini karena kegiatan menggambar piala
ini hanya salah satu cara saja untuk memperkenalkan piala dan cara
mendapatkannya. Artinya anak diperkenalkan
dengan ide bahwa piala itu adalah benda yang berharga dan piala itu
hanya bisa diperoleh bila anak menyelesaikan tugas menggambar lebih baik
daripada anak-anak lainnya.
Apa cara untuk
memelihara dan memperkuat motivasi berprestasi pada anak-anak sehingga kelak
kalau dewasa mereka juga dapat berprestasi? Cara yang disarankan adalah anak
selalu diikutkan pada berbegai kejuaraan menggambar (menggambar adalah salah satu
contoh kegiatan saja). Anak menjadi terbiasa berkompetisi. Bila kalah, maka
anak terus didorong untuk tidak berputus asa dan terus mengikuti kompetisi
dengan tekun. Anak tidak boleh ditinggalkan sendiri, namun terus didampingi,
untuk menjaga semangatnya. Hal ini karena syarat mutlak kemenangan dalam menggambar
adalah gambar harus selesai. Gambar yang selesai saja masih belum tentu menang,
sehingga bentuknya harus berbeda (unik) bila dibandingkan dengan pesaing
lainnya.
Untuk meyakinkan anak bahwa ia mampu dalam menggambar (self-efficacy), maka orangtua atau guru
dapat memilih kompetisi yang levelnya tidak begitu ketat. Dampaknya
probabilitas kemenangan anak menjadi tinggi. Orangtua dan guru harus jeli dan
rajin dalam memilih kompetisi yang akan diikuti anak-anaknya. Intinya adalah
orang dewasa harus mempunyai kepedulian yang tinggi untuk mendampingi
anak-anaknya.
Kegiatan pelayanan menggambar di TK Kamulan Yogyakarta ini
dilakukan oleh dosen dan mahasiswa Fakultas
Psikologi UP45, pada 26 April 2016. Mahasiswa yang terlibat adalah Wahyu
Relisa dan Dewi Larasati. Keduanya adalah mahasiswa yang cemerlang dan senang
dengan dunia anak-anak. Mereka sudah sering berkiprah dengan berbagai kegiatan
pelayanan yang diinisiasi oleh para dosen Fakultas
Psikologi UP45.
Apa yang istimewa
dari kegiatan pelayanan ini? Hal yang terasa istimewa adalah kegiatan pelayanan
ini telah berhasil menarik seorang sarjana yang bersedia menjadi guru tetap di
TK Kamulan. Calon guru tersebut juga terlibat dalam kegiatan pelayanan
tersebut. Selain itu, mahasiswa Dewi Larasati juga melamar menjadi guru tetap
di sekolah tersebut. Pada beberapa waktu yang lalu, pengelola TK Kamulan memang
membutuhkan tenaga guru. Hal ini berarti bahwa mahasiswa Fakultas Psikologi UP45 sudah mampu berkiprah dalam dunia kerja
meskipun ia belum lulus. Jenis pekerjaannya pun bergengsi, yaitu menjadi guru
taman kanak-kanak. Semoga kegiatan pelayanan ini bisa berlangsung lama,
sehingga banyak mahasiswa psikologi yang langsung terserap dunia kerja.
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji