BERANI MELAWAN EJEKAN
DEMI TERGALINYA POTENSI DIRI
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
ISR atau Individual Social Responsibility adalah suatu kegiatan
sosial atau kegiatan suka rela (voluntarily) yang diprakarsai oleh individu untuk
perbaikan suatu lingkungan. Berbeda dengan kegiatan CSR (Corporate Social
Responsibility) yang dilakukan atas nama organisasi, kegiatan ISR benar-benar
dilakukan berdasarkan ide individu atau sekelompok orang. Contoh kegiatan ISR
antara lain menjadi nasabah bank sampah di kampung, memberi kursus singkat pada
anak jalanan, membersihkan sungai di kota, dan sebagainya. Kegiatan ISR yang
paling terkenal adalah donor darah.
Apa tujuan kegiatan ISR? Apakah seseorang yang melakukannya
akan mendapatkan uang atau penghargaan? Tujuan kegiatan ISR ada dua yaitu:
1)
Untuk membuat lingkungan sosial / lingkungan hidup di sekitar
individu berubah menjadi lebih baik. Lingkungan sekitar individu tersebut bisa
saja berupa organisasi tempatnya berkarya sehari-hari, lingkungan di tempat
tinggalnya, atau lingkungan sosial yang lebih luas. Pelaku ISR dalam hal ini
sama sekali tidak mendapatkan uang atau penghargaan apa pun dari pemangku
kepentingan lingkungan / organisasi yang menjadi target kegiatan ISR.
Satu-satunya imbalan yang diperoleh adalah adanya rasa puas bahwa diri sendiri
dapat membuat lingkungan menjadi lebih baik.
2)
Untuk menggali potensi diri. Berpartisipasi dalam kegiatan
sosial adalah media yang sangat bagus untuk mengenali potensi diri. Hal ini
karena kegiatan ISR biasanya berupa unjuk ketrampilan seseorang demi
terwujudnya lingkungan yang lebih baik. Tujuan kedua ini lebih dilandasi oleh
motivasi internal, bukan motivasi eksternal. Imbalan yang diperoleh dalam
kegiatan ISR ini adalah adanya rasa bangga bahwa potensi diri bisa tergali /
terasah dengan lebih maksimal.
Kegiatan ISR yang dilakukan dosen Psikologi UP45 kali ini
adalah membersihkan dinding di dekat parkir sepeda motor mahasiswa / dosen /
karyawan UP45. Biasanya, dinding tersebut terlihat rimbun karena ada banyak
semak yang tumbuh menempel di dinding. Semak-semak dan lumut tumbuh subur di
dinding tersebut karena dinding tersebut lembab. Agaknya di sebalik dinding ada
ruangan yang digunakan sebagai kamar mandi atau dapur. Air banyak digunakan
pada ruangan tersebut. Dinding tersebut lembab karena dindingnya hanya berupa
tumpukan batu bata saja. Dinding secara keseluruhan tidak dilapisi dengan
semen, sehingga dari sela-sela batu bata tumbuh lumut serta semak-semak.
Kegiatan bersih-bersih dinding ini dilakukan selain untuk kebersihan
lingkungan, juga untuk menyambut tahun ajaran baru 2016/2017. Apabila lingkungan
menjadi bersih, maka situasi kerja dan situasi belajar menjadi lebih
menyenangkan. Situasi yang bersih dan menyenangkan dapat menjadi magnit bagi calon
mahasiswa baru di UP45. Apabila semua mahasiswa, dosen dan karyawan UP45
melakukan ISR semacam ini, maka niscaya UP45 akan maju dengan cepat. Hal ini
karena kegiatan ISR pada hakekatnya adalah pancaran kepedulian individu pada
lingkungan sosial. Kepedulian sosial yang tinggi dapat menjadi semacam brand atau merek unggul bagi organisasi (Benabau
& Tirole, 2010).
Apa saja tantangan bagi kegiatan ISR ini? Tantangan yang
paling keras mungkin muncul justru dari masyarakat. Di Indonesia, melakukan
kegiatan sosial secara mandiri adalah perilaku yang sangat asing. Masyarakat Indonesia
lebih terkenal dengan kegiatan sosial yang dilakukan bersama-sama dan sering
disebut dengan istilah gotong royong. Hal ini karena masyarakat Indonesia
adalah masyarakat dengan budaya kolektif yang kental. Jadi, bersama-sama membersihkan
sungai kotor adalah suatu hal yang wajar. Sebaliknya, membersihkan sungai kotor
secara mandiri adalah aneh, dan mungkin saja justru dicurigai. Individu pelaku
ISR mungkin saja mendapatkan ejekan, meskipun melakukan kebaikan secara nyata.
Tantangan kegiatan ISR selanjutnya adalah dari pihak yang seharusnya
bertanggung jawab terhadap objek kegiatan ISR itu. Bila ada individu
membersihkan dinding parkiran organisasi dengan suka rela, maka petugas
kebersihan organisasi mungkin akan tersinggung. Kegiatan membersihkan dinding
itu seolah-olah mengiklankan pada masyarakat bahwa petugas kebersihan
organisasi tidak bekerja dan menelantarkan tugas-tugasnya. Dampaknya, petugas
kebersihan akan dipersepsikan makan gaji buta (menerima uang gaji tetapi tidak
bekerja sesuai deskripsi kerjanya). Petugas kebersihan mungkin saja akan
mendapat teguran keras dari pimpinan organisasi, atau sanksi lainnya yang
mengerikan.
Sekali lagi perlu ditekankan, bahwa kegiatan ISR yang
dilakukan oleh dosen Psikologi UP45 yaitu dengan membersihkan dinding parkiran
adalah tidak untuk memalukan petugas kebersihan yang ada. Kegiatan ISR juga
tidak untuk menonjolkan diri demi mendapatkan penghargaan luas. Kegiatan membersihkan
dinding ini dilakukan dengan suka cita dan suka rela, demi tergalinya potensi
diri. Lingkungan yang ada di UP45 adalah kesempatan emas untuk melakukan kegiatan
penggalian potensi diri, perubahan sosial, dan perubahan perilaku (Network for
Business Sustainability, 2013; Shinta, Yudhawati & Boronnia, 2015). Kesempatan
seperti inilah yang jarang dilihat oleh para mahasiswa, dosen, dan karyawan
UP45.
Pada umumnya, mahasiswa hanya datang ke UP45 hanya untuk belajar
secara kognitif saja. Dosen dan karyawan datang ke UP45 untuk berkarya dalam
bidang pendidikan. Satu hal yang sering terlupakan yaitu pendidikan untuk
memunculkan perilaku secara nyata. Kesempatan untuk belajar perilaku secara
nyata telah tersedia dengan luas di UP45. Belajar berperilaku nyata di
masyarakat mungkin saja dampaknya besar (misalnya diusir oleh masyarakat karena
dianggap menganggu, dicurigai dan ditolak oleh pemangku kepentingan). Situasi yang
ada di UP45 tidak perlu disesali atau dikutuk, tetapi justru disyukuri. Perilaku
syukur inilah yang akan menimbulkan berbagai kreativitas sehingga potensi diri
tergali dengan mudah.
Potensi diri apa saja yang tergali melalui kegiatan
membersihkan dinding parkiran ini? Potensi diri yang jelas tergali adalah
mental bertambah kuat. Hal ini karena individu mengalami berbagai ejekan dan
cercaan baik dari mahasiswa, dosen, karyawan, maupun dari pimpinan yang merasa
tersinggung. Latihan menghadapi cercaan ini adalah kesempatan langka dan
berharga. Harapannya, mental yang tangguh ini kelak akan menjadi benteng yang
kuat ketika individu harus terjun menjadi pemimpin masyarakat luas.
Potensi diri selanjutnya yang tergali dari kegiatan ISR ini
adalah semakin terasahnya kepedulian sosial. Sekarang ini sulit mendapatkan kesempatan
untuk mengasah kepedulian sosial. Saya sangat beruntung mendapatkan kesempatan
emas untuk melakukan ISR dengan lebih aman. Di Singapura, kesempatan emas untuk
mengasah kepedulian sosial adalah minim, karena sistem di negara tersebut sudah
berjalan dengan tertib. Segala eksperimen justru mungkin saja didenda, sehingga
Singapura terkenal dengan julukan fine (denda) city.
Semoga dengan kegiatan ISR ini, UP45 khususnya Fakultas
Psikologi bertambah maju dan bertambah banyak mahasiswanya. Kesediaan melakukan
kegiatan ISR bisa menjadi brand atau
merek unggul bagi mahasiswa, dosen, dan karyawan UP45. Kegiatan ISR ini justru
dapat menjadi pembeda dengan universitas lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Benabau, R. & Tirole, J. (2010). Individual and corporate social responsibility.
Economica, 77, 1-19.
Network for Business Sustainability (2013). Driving social change: Best practice for business leaders and social
entrepreneurs. London, Canada: Network for Business Sustainability.
Retrieved from www.nbs.net/knowledge
Shinta, A., Yudhawati, D. & Boronnia, A.D. (2015b). Qonquering ourselves through the participation in a character building program in Proklamasi University. Proceedings of International Conference on Education. Yogyakarta: Universitas Teknologi Yogyakarta. No. ISBN: 978-602-72540-0-8.
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji