USAHA
PERBAIKAN PRODI: MENTERJEMAHKAN VISI, KOLABORASI DENGAN MAHASISWA &
PUBLIKASI TINGKAT NASIONAL
Arundati
Shinta
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Latar
belakang tulisan ini ada tiga. Pertama, kejahatan seksual di kalangan remaja
meningkat pesat. Orangtua dan guru tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk
mengatasi permasalahan itu. Hal ini bermula dari orangtua yang merasa malu dan
tabu untuk mendiskusikan tentang seks pada anak-anaknya. Mereka beranggapan
bahwa kelak kalau dewasa pasti anak-anak itu akan tahu dengan sendirinya. Ini adalah
anggapan keliru. Untuk mengatasi hal itu, maka guru perlu turut campur. Strateginya
yaitu menerapkan kegiatan body mapping, yaitu memetakan keadaan tubuh sendiri
melalui selembar kertas besar seukuran badan anak-anak. Berdasarkan pengajaran
ini anak mengetahui bagian tubuh mana saja yang dilarang disentuh oleh orang
lain.
Latar
belakang kedua dari tulisan ini adalah adanya kebutuhan untuk menterjemahkan
visi prodi Psikologi UP45. Kata kunci dari visi prodi Psikologi adalah iptek, sumber
daya manusia, energi, dan eksponen angkatan 45. Tulisan ini tertuju
pada kata-kata sumber daya manusia. Tidak sedikit lulusan Prodi Psikologi UP45 yang
menjadi guru TK, PAUD, SD, dan seterusnya. Tanggung jawab guru yang berat yaitu
mengajarkan tentang pendidikan seks pada anak-anak akan melahirkan ide-ide
kegiatan kreatif untuk membagi tanggung jawab itu dengan pihak orangtua.
Usaha-usaha kreatif tersebut akan mengasah kualitas lulusan Psikologi UP45
menjadi SDM unggul.
Latar
belakang ketiga dari tulisan ini adalah adanya kebutuhan untuk publikasi di
kalangan dosen pada level nasional. Partisipasi dosen dalam seminar nasional
adalah bukti bahwa dosen mengikuti kata-kata bijak publish or perish yaitu mempublikasikan karya atau mati. Dosen yang
tidak pernah mempublikasikan karyanya adalah dosen yang tidak dapat dijadikan
suri tauladan bagi mahasiswanya. Selain itu, dosen juga wajib memunculkan
potensi mahasiswanya. Partisipasi dalam seminar nasional ini adalah wujud dari
tanggung jawab dosen untuk melahirkan mahasiswa unggul.
Sebagai catatan, tulisan lengkap naskah ini sudah
dipresentasikan dalam ajang nasional atau call
for paper di Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
pada 17 Desember 2016. Bentuk presentasi adalah poster, sehingga tulisan ini perlu mempublikasikan naskah aslinya. Semua naskah karya dosen direncanakan akan
dipublikasikan melalui majalah Kupasiana dan juga media daring lainnya.
Publikasi daring ini untuk memenuhi azas transparansi, penyebarluasan gagasan,
dan juga untuk memperlancar proses akreditasi Program Studi Psikologi UP45
serta akreditasi institusi.
Suggested citation:
Widiantoro,
W.F., Ningrum, W.R., & Shinta, A. (2016). Menumbuh kembangkan adversity quotient melalui pelatihan entrepreneur skill. Prosiding Seminar
Nasional Positive Psychology “Strengthening Humanity by Promoting Wellness”.
Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala. No. ISBN. 978-979-17880-2-1.
Halaman 254-259.
PENGENALAN PENDIDIKAN SEKS UNTUK ANAK-ANAK TK SEBAGAI
DASAR PENDIDIKAN MORAL
Arundati Shinta, Sri Mulyaningsih,
Wahyu Widiantoro & Tri Welas Asih
Fakultas Psikologi Universitas
Proklamasi 45
Yogyakarta
Pendidikan seks pada anak-anak adalah suatu usaha untuk
memberikan informasi dan mengenalkan kepada anak tentang kondisi fisiknya
sebagai seorang perempuan atau laki-laki dan konsekuensi psikologis yang berkaitan
dengan kondisi tersebut(Suryadi, 2007). Secara umum, pendidikan seks terdiri
atas penjelasan tentang organ reproduksi, kehamilan, tingkah laku, seksual,
alat kontrasepsi, kesuburan dan menopouse, serta penyakit kelamin.
Pendidikan seks berbeda dengan pengenalan hubungan
seks. Pendidikan seks lebih tertuju kepada pemberian info tentang apa saja organ
reproduksi manusia, fungsi dan cara-cara pemeliharaannya.Pengenalan hubungan
seks, sebaiknya, lebih kepada pemberian info tentang cara-cara atau posisi
hubungan seks. Agar lebih mudah dipahami, maka pengenalan hubungan seks bisa
dilakukan dengan memutar film-film porno sehingga dampaknya bisa berakibat
negatif. Sifat pendidikan seks adalah mencegah agar tidak terjadi pelecehan
seksual, sedangkan pengenalan hubungan seksuallebih mendorong orang untuk
melakukan hubungan seks. Tulisan ini lebih ditujukan untuk membahas pendidikan
seks bukan pengenalan hubungan seks.
Persoalan yang relevan dengan pendidikan seks, terutama
untuk anak-anak TK adalah orang dewasa yang bertanggung jawab terhadap
pendidikan anak (orangtua dan guru) tidak merasa perlu untuk memberikan
pendidikan seks. Hal ini karena anak-anak dianggap masih terlalu muda usianya
sehingga belum perlu mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan seks. Persoalan
kedua, orangtua dan guru merasa tidak tahu tentang cara-cara memberi informasi
pendidikan seks pada anak-anak. Ketidaktahuan ini dasarnya adalah bahwa
pendidikan seks itu tabu. Orang dewasa merasa paranoid bahwa pendidikan seks
itu tentu akan mengarah pada perilaku mencoba hubungan seks. Oleh karena itu
orang dewasa enggan memberikan pendidikan seks pada anak-anaknya. Orang dewasa
sering berpendapat bahwa anak-anak itu kelak akan mengerti sendiri hal-hal yang
berhubungan dengan seks.
Apa dampaknya bila anak-anak semenjak usia dini tidak
mendapatkan pendidikan seks? Anak-anak menjadi tidak tahu tentang seks yang
sehat. Hal yang mengkhawatirkan adalah rasa ingin tahu anak sangat besar
terhadap seks. Namun orang dewasa di sekitarnyakurang peka terhadap kebutuhan
informasi tersebut. Ketiadaan informasi yang memadai tentang pendidikan seks akan
menyebabkan anak-anak berperilaku tertentu seperti:
1.
Anak mencari informasi
tentang seks secara sembunyi-sembunyi, tanpa sepengetahuan orangtua dan guru.
Mereka sudah mengetahui bahwa orang-orang dewasa itu tidak berkenan dengan
pendidikan seks. Mereka akan mencari informasi di internet. Alangkah
disayangkan jika anak mendapat pengetahuan tentang seks dari orang yang tidak
bertanggung jawab. Karena itu pendidikan
seks diperlukan agar anak mengetahui fungsi organ seks, tanggung jawab yang ada
padanya, yang berkaitan dengan organ seks dan panduan menghindari penyimpangan
dalam perilaku seksual sejak dini (Akram, 2010).
2.
Anak tidak mengetahui
bahwa dia mengalami pelecehan seksual dari orang dewasa disekitarnya, karena
kurangnya informasi tentang pengenalan seks. Anak merupapakan sasaran empuk
dari orang dewasa, sehingga ia mudah dimanipulasi dengan tawaran uang atau
ancaman. Akhirnya muncullah berbagai kasus pencabulan pada anak-anak dan pedophilia.
Pedophilia adalah prefereni seksual terhadap anak-anak, biasanya prapubertas
atau awal masa pubertas,baik laki-laki maupun perempuan (PPDGJ-III &DSM-5).
3.
Anak mungkin melakukan
hal-hal yang mereka lihat di internet,
kemudian menerapkannya pada teman-temannya. Sebagai contoh anak mempraktekkan
adegan orang dewasa saat berpelukan yang mereka anggap hal itu bisa dilakukan
terhadap siapapun (Hurlock,1996).
Kapan sebaiknya pendidikan seks diberikan pada
anak-anak? Tidak ada batas waktu yang jelas kapan pendidikan seks sebaiknya
diberikan kepada anak. Meskipun demikian ada berapa tahapan untuk mengajarkan
seks pada anak berdasarkan tingkatan usia(Yasmira, 2009).
Pertama, anak di bawah umur tujuh tahun. Tema yang
harus diperkenalkan adalah pengenalan identitas antara laki-laki dan perempuan.
Hindari mengucapkannya dengan perasaan risih atau berbisik, bersikaplah santai
dan biasa seperti orangtua menyebut anggota tubuh lainnya seperti telinga,
hidung, dan mulut.
Kedua, untuk anak-anak pra remaja yaitu usia 7-10
tahun. Pembekalan tentang informasi seksual dilakukan dengan memberitahukan
kepada anak mengenai fakta-fakta seputar
reproduksi. Misalnya memberikan penjelasan tentang perkawinan, konsepsi dan
persalinan, baik pada manusia ataupun makhluk hidup lainnya. Akan lebih mudah
jika orang tua merujuk pada aktivitas seksual binatang seperti anjing, kucing,
ayam, ikan dan lain-lain.
Ketiga, untuk remaja usia 11-14 tahun. Pengajaran
seksualitas ditekankan pada antisipasi perubahan yang terjadi selama masa
remaja terkait dengan aktifnya hormon seksualnya. Tema-tema yang bisa
didiskusikan yaitu perbedaan yang dialami oleh laki-laki dan perempuan,
perbedaan percepatan perkembangan dan pertumbuhan, bagaimana mencapai
kematangan seksual, dan pemilihan perilaku seksual.
Keempat, remaja berusia di atas 15 tahun. Pada tahap
ini diharapkan remaja sudah benar-benar memiliki pengetahuan seks yang utuh,
lengkap dan benar serta memahami sesuai norma yang dianut keluarga. Pengajaran
seksual pada anak usia ini dilakukan dengan diskusi tertutup berdasarkan
kesamaan gender antara guru dan murid demi menghindari perasaan malu pada anak.
Diskusi dilakukan dengan obrolan santai sambil mendiskusikan relasi laki-laki
dan perempuan, aspek percintaan lawan jenis, kebijaksanaan keluarga menanggapi
hubungan seks pranikah, kontrasepsi, pornografi, penyimpangan seks, dan penyakit
menular seksual.
Bagaimana sebaiknya orangtua atau orang dewasa lakukan
untuk menanggapi pertanyaan anak tentang seks? Paling penting adalah orang
dewasa harus memberikan jawaban yang ringkas dan sederhana, sesuai dengan
kemampuan anak dalam memahami hal tersebut. Selain itu beberapa hal yang perlu dilakukan
oleh orangtua yaitu:
Pertama, amati seberapa besar rasa ingin tahu anak
sebelum memberikan jawaban. Pertanyaan-pertanyaan seperti “ aku berasal dari
mana?“. Untuk anak usia dua tahun,pertanyaan itu dapat dijawab singkat bahwa
anak berasal dari orangtua, bukan dari burung bangau.Pada anak usia empat tahun
jawaban tersebut belum memuaskannya, sehingga orangtua perlu menambahkan dengan
sedikit pengetahuan tentang jawaban tersebut, sehingga proses reproduksi.
Kedua, dalam menjelaskan proses reproduksi, hindari penggunaan kata telur
sebagai pengganti kata ovum karena anak bisa menganggapnya sama dengan telur
ayam dan telur bebek. Gunakan istilah biologi dan jelaskan artinya, bila perlu
ditambahkan contoh. Ketiga, bila anak masih sulit memahami istilah biologi,
orangtua dapat menggunakan kalimat sederhana, asalkan artinya tetap benar.
Apa saja kasus yang sering terjadi di TK yang
berhubungan dengan pengabaian orang dewasa terhadap pendidikan seks pada anak-anak?
Satu kasus yang terjadi pada suatu TK, seorang anak usia 3,5 tahunmemperlihatkan
perilaku yang berbeda ketika bermain bersama dengan beberapa temannya. Pada saat
bermain di luar kelas ada seorang anak laki-laki mengajak salah satu temannya yang
juga untuk bermain secara terpisah dan agak menyendiri. Ditempat yang agak sepi
ini anak tersebut memberi pelajaran pada temannya untuk memegang-megang alat
kelaminnya sendiri. Ketika temannya mau mengikuti ajakannya, anak tersebut berganti memegang-megang alat kelamin temannya. Hal ini dilakukan
beberapa kali oleh anak tersebut. Ketika ada guru yang mengetahuinya, anak ini
enggan berterus terang. Guru berusaha mencari tahu informasi lebih mendalam
tentang perilaku anak. Guru mengajak anak bercerita dan jawaban yang diperoleh
guru sangat memprihatinkan. Anak menjawab bahwa dia melihat orangtuanya di rumah
melakukan hubungan intim, sehingga anak
berusaha meniru apa yang dilakukan oleh orangtuanya dengan temannya di sekolah.
Dari kasus di atas, kita bisa memahami bahwa anak usia
kurang dari 4 tahun sudah mempunyai minat terhadap seks. Didukung dengan sifat
dasar anak yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, maka anak terdorong untuk
mengeksplorasi dan mencari tahu jawaban dari perilaku yang dia lihat dari orangtua
atau orang dewasa. Sayangnya, orangtua enggan memberi jawaban yang memuaskan
anak, dan ketidakpuasan tersebut mengakibatkan eksplorasi genital terhadap
dirinya sendiri maupun orang-orang di sekitarnya.
Bagaimana cara orangtua dan guru memberikan dan
mengajarkan, serta menerapkan pendidikan seks terhadap anak? Ilmawati (2004)
menyampaikan pokok-pokok pendidikan seks yang bersifat praktis, yang perlu
diterapkan dan diajarkan kepada anak sejak usia dini di antaranya adalah
sebagai berikut.
Pertama, menanamkan rasa malu pada anak. Rasa malu
harus ditanamkan pada anak sejak dini. Jangan biasakan anak-anak, walau masih
kecil, bertelanjang di depan orang lain, misalnya ketika keluar kamar mandi,
berganti pakaian, dan sebagainya. Kedua menanamkan jiwa maskulinitas pada anak
laki-laki dan jiwa feminitas pada anak perempuan. Adanya perbedaan ini karena
fungsi yang berbeda kelak yang akan diperankannya. Ketiga, memisahkan tempat
tidur antara anak laki-laki dan perempuan. Usia antara 7-10 tahun merupakan
usia saat anak mengalami perkembangan yang sangat pesat. Anak mulai melakukan
eksplorasi ke dunia luar. Anak tidak hanya berfikir tentang dirinya, tetapi
juga mengenai sesuatu yang ada di luar dirinya.
Selain di sampaikan dirumah oleh orangtua dan keluarga,
dari pihak sekolah pun telah diajarkan salah satu metode untuk pengajaran
kepada anak tentang pendidikan seks yaitu melalui metode body maping. Body mapping
yaitu metode untuk mengenalkan anak
kepada tubuhnya sendiri. Selain itu, anak juga ajarkan
bahwa tubuh itu miliknya, memahami tentang daerah privat pada tubuhnya, serta
anak harus tahu apa yang harus dilakukan untu menjaga diri.
Praktek body
mapping pada anak bisa dilakukan dengan membuat gambar garis lurus seluruh
badan anak. Gambar itu lengkapi dengan anggota tubuh yang detail seperti
tangan, kaki. Pada gambar itu, anak di ijinkan untuk menentukan bagian tubuh
yang paling disukai, yang paling tidak disukai, boleh disentuh, tidak boleh
disentuh, yang pernah disakiti, dan sebagainya. Cara sederhana ini untuk
membantu anak agar aman dari kekerasan, mengajarkan kepada anak bahwa tubuh
adalah milik mereka, mereka berhak berkata tidak, dan menyampaikan kepada orang
dewasa saat mereka merasa takut karena organ tubuhnya bila tubuhnya dipegang
orang asing atau dipegang oleh orang dewasa.
Praktek-praktek tentang pendidikan seks yang dilakukan TK
antara lain 1) Mengajarkan toilet training sejak dini. Melatih anak untuk
melakukan toilet training secara mandiri dan terpisah antara laki-laki dan
perempuan. 2) Memisahkan tempat tidur antara anak laki-laki dan anak perempuan.
3) Mandi secara terpisah. Mengajarkan pada anak bahwa mandi tidak boleh bersama
antara laki-laki dan perempuan.
Daftar pustaka
Akram, R. (2010). Pentingnya pendidikan seks usia dini. http://www.waspada.co.id
Hurlock, Elizabeth B. (1996).
Pskologi perkembangan: Suatu pendekatan
sepanjang rentang kehidupan. Edisi ke-5. Jakarta: Erlangga.
Ilmawati, Z. (2004). Bagaimana pendidikan seks dalam perspektif
Islam? http://id.-theasianparent.com/pendidikan-seks-dalam-perspektif-islam/,12 Maret 2014
Maslim, R.(2013). Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta: PT Nuh Jaya
Suryadi. (2007). Cara efektif memahami perilaku anak usia dini.
Jakarta: EDSA Mahkota.
Yasmira, H.(2009). Ayo ajarkan anak seks. Jakarta: PT Elex
Media Komputindo.
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji