Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

MENJAGA KESEHATAN JIWA DI KANTOR



IMPLEMENTASI KERJASAMA DENGAN RRI YOGYAKARTA

Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta


Menjaga kesehatan jiwa adalah kewajiban yang wajib dipikul oleh diri sendiri. Bila ingin terus hidup nyaman, maka individu harus bisa mengatasi kesedihannya, tabah menghadapi hal-ahal yang sulit. Oleh karena orang-orang pada umumnya menghabiskan sebagai besar waktunya di kantor, maka menjaga kesehatan jiwa di kantor menjadi sangat penting. Selain itu, pekerjaan merupakan identitas paling penting bagi seseorang. Tanpa identitas pekerjaan (betapa pun remehnya pekerjaan itu), maka individu akan seperti orang yang hidupnya kehilangan arah dan tidak tentu tujuan hidupnya. Begitu pentingnya topik kesehatan jiwa ini, maka WHO (World Health Organization) telah menetapkan tema peringatan Hari Kesehatan Jiwa International yang jatuh pada 10 Oktober 2017 (Harnowo, 2013).


Persoalan yang berkaitan dengan kesehatan jiwa di tempat kerja, ternyata tidak semudah membalik telapak tangan.  Mudah diomongkan, namun sulit untuk dilakukan. Hal ini karena ada 14 juta orang berusia 15 tahun ke atas yang menunjukkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti schizophrenia. Empat belas juta orang berarti 6 persen dari seluruh penduduk Indonesia. Data tersebut berasal dari Data Riset Kesehatan Dasar 2013 (Aristiarini, 2017).

Untuk menangani penderita gangguan jiwa berat itu, maka yang dibutuhkan adalah RSJ (Rumah Sakit Jiwa). Sayangnya, belum semua propindi di Indonesia mempunyai RSJ. Ada 8 propinsi yang belum mempunyai RSJ yaitu Kepulauan Riau, Banten, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Gorontalo, NTT, Papua Barat, dan Kalimantan Utara. Selain itu ada 5 propinsi yang belum mempunyai psikiater yaitu Gorontalo, Papua Barat, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan Kalimantan Utara Harnowo, 2013). Ketiadaan RSJ dan tenaga psikiater itu akan membuat keluarga / masyarakat memasung warganya yang menderita gangguan jiwa berat. Situasi sosial ini tentu saja akan memperburuk kesehatan mental penderita.

Sebetulnya, Pemerintah sudah peduli dengan kesehatan jiwa masyarakat. Hal ini antara lain dilakukan dengan cara membangun RSJ terutama di daerah-daerah yang belum mempunyai RSJ. Selain itu pengadaan psikiater juga sudah dilakukan namun memang belum mencukupi. Rasio yang biasa diterapkan adalah 1 : 10.000 jumlah penduduk atau 24.700 tenaga profesional (psikiater).

Hal-hal yang bisa kita lakukan untuk menjaga kesehatan jiwa kita di tempat kerja antara lain:
1.    Mengatakan hal-hal positif tentang rekan kerja yang kita benci. Bila hal ini sulit dilakukan, maka diam adalah tindakan bijaksana. Bagaimana dengan harga diri? Ini selalu dikemukakan banyak orang, karena dihujat teman namun kita disarankan untuk diam saja. Cara yang bisa dilakukan adalah pukul balik teman itu dengan prestasi kerja yang luar biasa. Ketika sudah berprestasi tinggi tetapi tetap diejek, apa yang perlu dilakukan? Ingatlah, bahwa kita bekerja pada suatu organisasi bukan untuk menyenangkan teman kerja yang usil itu, namun untuk memperkuat diri sendiri dan menggali potensi diri. Semakin kita berhasil, semakin teman itu usil dan mengejek. Perlu disadari, ternyata teman usil itu memang kehidupannya agak menyedihkan, sehingga mengejek orang lain adalah pelampiasan kesusahan hidupnya. Pada titik inilah kita perlu merasa kasihan terhadap teman usil itu. Kita sudah jauh melambung, dan dia berada di comberan. Menjadi usil adalah usahanya untuk mencari perhatian kita yang cemerlang ini. Teman usil itu tidak perlu diperhatikan lagi.

2.    Menggunakan media sosial secara bijak. Bila ada hal-hal yang tidak menyenangkan dengan teman, segera usahakan untuk bertemu langsung, bukan bertengkar di media sosial. Apa yang harus dilakukan bila teman tersebut selalu sibuk dan tidak punya waktu untuk menyelesaikan konflik? Pakailah jurus ampuh, pukullah teman itu dengan prestasi kerja.

3.    Selalulah bersyukur dengan situasi kerja yang dihadapi. Bekerja bersama teman yang usil adalah bukan kebetulan. Tuhan pasti menginginkan sesuatu dari kita. Sesuatu itu adalah munculnya potensi diri, prestasi kerja, kesabaran, ketabahan, dan hal-hal positif lainnya. Perlu disadari bahwa hal-hal positif itu tidak akan muncul bila situasi kerja nyaman, aman, dan tenang. Otot yang dilatih terus akan menjadi kuat dan kencang, begitu juga ketrampilan psikhis kita harus dilatih dengan membawa beban batin berat. Kuncinya sekali lagi berprestasi. Sulit? Hidup itu memang tidak mudah, maka persiapkanlah diri kita. Bila kita tidak kuat dan tidak mempersiapkan diri, maka tiket untuk tinggal di RSJ akan semakin mudah diperoleh.

4.    Perlu disadari bahwa munculnya rasa tidak nyaman di tempat kerja adalah manusiawi. Hal ini karena semua orang pada hakekatnya adalah penderita gangguan jiwa. Bedanya adalah para pasien di RSJ adalah orang-orang yang bisa membahayakan diri sendiri atau orang lain. Gangguan jiwa pada orang-orang yang ada di luar RSJ adalah masih bisa diatasi oleh diri sendiri, keluarga, dan teman sekantor. Mereka disebut dengan istilah gangguan jiwa ringan. Contoh gangguan jiwa ringan adalah rasa cemas menghadapi pekerjaan, stress karena beban kerja yang berat, rasa iri terhadap gaji teman, dan sebagainya. Untuk mengatasi hal ini maka setiap karyawan harus lebih waspada dan menjaga kesehatan jiwanya. Kesehatan jiwa adalah tanggung jawab pribadi. Cara untuk menjaga kesehatan jiwa di tempat kerja adalah ikhlas memikul tanggung jawab pekerjaan. Pekerjaan adalah amanah, sehingga tidak perlu menggerutu. Masih banyak orang sengsara karena tidak mempunyai pekerjaan.

Tulisan ini adalah materi siaran di RRI Yogyakarta, pada Rabu 11 Oktober 2017, pukul 20.00-21.000. Siaran ini merupakan implementasi kerjasama antara RRI Yogyakarta dengan Fakultas Psikologi UP45. Siaran kali ini dilaksanakan oleh seorang alumni UP45 yaitu Sulfi Amalia dan Muhamad Duha, seorang mahasiswa Psikologi UP45.

Siaran kali ini cukup berhasil karena mendapat tanggapan positif dari 4 pendengar. Pendengar pertama Pak Indras dari Bantul. Beliau menanyakan tentang alam bawah sadar. Pertanyaan kedua datang dari Purworejo yang menanyakan tentang persaingan di kantor. Pertanyaan ketiga datang dari Pak Wawan tentang konflik di kantor sering di bawa ke rumah. Pertanyaan keempat datang dari Pak Aldin dari Muntilan, tentang cara-cara menanggapi kritikan.


Daftar Pustaka:

Aristiarini, A. (2017). Menjaga kesehatan jiwa. Kompas. 11 Oktober, halaman 14.
Harnowo, P.A. (2013). 8 provinsi di Indonesia tak punya Rumah Sakit Jiwa. Detikhealth. Retrieved on October 11, 2017, from
https://health.detik.com/read/2013/07/31/104440/2319785/763/8-provinsi-di-indonesia-tak-punya-rumah-sakit-jiwa





Post a Comment

0 Comments