KEGIATAN
PENGABDIAN MASYARAKAT DOSEN BERSAMA ALUMNI UP45
Ai
Siti Patimah
Pusat
Studi Lingkungan Hidup, Universitas Papua, Manokwari, Papua Barat
dan
Arundati
Shinta
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
Mengelola sampah
adalah kegiatan yang sangat biasa saja dan tidak perlu ada ketrampilan khusus.
Di desa, warga sangat lazim mengelola sampahnya dengan cara membuat lubang di
halaman belakang rumahnya (KLH, 2013). Sampah dari dapur tinggal dimasukkan di
lubang, sampai penuh. Setelah penuh, maka warga tinggal menggali lubang
berikutnya. Istilah yang populer adalah gali lubang tutup lubang. Kegiatan itu
bisa berlangsung karena halaman rumah warga desa pada umumnya masih luas.
Perilaku pengelolaan
sampah berikutnya dari waga desa antara lain (KLH, 2013; Sub Direktorat
Statistik Lingkungan Hidup (2015) membakar sampah, membuang sampah di selokan / sungai /
jurang / kebun / halaman tetangga yang masih kosong. Persentasi
rumah tangga yang mengelola sampah secara ramah lingkungan yakni dibuat kompos,
didaur ulang dan untuk makanan ternak, lebih banyak terjadi di pedesaan
(19,07%) daripada di kota (11,7%). Secara nasional, rumah tangga Indonesia pada
umumnya lebih memilih untuk tidak melakukan pemilahan pada sampah-sampah yang
membusuk (81,16%) sementara yang dipilah dan sebagian dimanfaatkan hanya 8,75%
rumah tangga yang melakukannya.
Tidak semua warga desa enggan mengelola sampaah dengan bijak.
Hal ini terjadi misalnya pada sekitar 100 lebih warga Desa Nemberala, Kecamatan Rote Barat,
Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT)
bersama-sama turis asing telah membersihkan Pantai Nemberala. Alasannya, pantai itu miliki ombak terbaik bagi para peselancar dari
mancanegara (Bere, 2018).
Mengapa warga enggan
mengelola sampahnya? Berikut ada lima alasan tentang penolakan terhadap
perilaku memilah sampah yaitu malas / tidak ada waktu (41,75%), tidak ada
gunanya / tidak perlu (27%), tidak tahu bahwa sampah harus dipilah (22,33%),
tidak ada fasilitas (7,13%) dan tidak ada peraturan yang mengharuskannya
(1,80%) (Sub Direktorat
Statistik Lingkungan Hidup, 2015). Padahal bila sampah tidak dipilah-pilah dan
dikelola dengan bijak (secara ramah lingkungan), maka lingkungan akan menjadi
kotor. Dampak berikutnya adalah angka kesakitan masyarakat akan tinggi. SDM
Indonesia akan berkualitas rendah. Jadi dalam hal ini, ketrampilan mengolah
sampah secara bijak adlah sangat penting.
Persoalan dengan ketrampilan
pengolahan sampah, ternyata masih banyak warga desa yang kurang memahaminya.
Berangkat dari keprihatinan tersebut, sekelompok anak-anak muda yang sedang
bertugas di Dusun Majegan, Desa Pandowoharjo Kab. Sleman, berinisiatif untuk
melakukan pelatihan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan bagi warga desa.
Para pemuda tersebut berada di daerah pedesaan dalam rangka menyelesaikan
pelajaran KKN (Kuliah Kerja Nyata) di UP45. Mereka tinggal di desa tersebut
selama satu bulan. Topik yang diangkat adalah mengolah limbah dapur dengan
metode Keranjang Takekura.
Pelatihan pengolahan sampah tersebut dihadiri
oleh warga desa, yang pada umumnya perempuan. Hal ini karena perempuan lebih
akrab dengan urusan dapur. Jadi prinsip pengolahan sampah adalah dari sumbernya
langsung (dapur), oleh orang yang biasa memproduksi (para ibu), sesegera dan
sebanyak mungkin. Jadi sebelum sampah membusuk maka sisa-sisa makanan dari
dapur itu sudah harus dikelola (dimasukkan dalam Keranjang Takekura).
Keranjang Takakura terdiri dari sebuah
keranjang plastik yang berlubang, kardus, starter kompos, bantalan sekam, dan
selembar kain. Lubang pada keranjang plastik bertujuan melancarkan sirkulasi
udara di dalam keranjang. Selanjutnya bantal sekam di bagian bawah keranjang
berfungsi sebagai penampung air lindi (air yang berasal dari sampah) sehingga
sampah tidak berbau busuk. Bantal sekam juga berfungsi sebagai alat kontrol
udara di tempat pengomposan agar bakteri pembusuk sampah dapat berkembang
dengan baik. Kain di atas keranjang berfungsi untuk menjadi penghalang lalat
atau nyamuk agar tidak masuk ke keranjang. Untuk proses yang maksimal,
keranjang tidak boleh diletakkan di tempat yang terkena sinar matahari secara
langsung, atau terkena air hujan.
Proses pengomposan terkadang tidak
berjalan sempurna, ada kemungkinan kompos menjadi terlalu kering atau dalam
keranjang terdapat banyak belatung. Untuk kompos yang terlalu kering, adonan
sampah bisa ditambahkan air hingga kelembabannya dianggap tepat. Bila sampah
mengandung belatung, maka adonan sampah tersebut harus dikeringkan dengan cara
ditambahkan sekam.
Tulisan ini adalah laporan kegiatan
Pengabdian pada Masyarakat yang dilakukan oleh dosen UP45 yaitu Ibu Arundati
Shinta dan Ibu Eny Rohyati, S.Psi., M.Psi. Hal yang menarik dari kegiatan ini adalah
kehadiran alumni yang ikut terlibat dalam proses pengolahan sampah, yaitu Ibu
Ai Siti Patimah, ST., MSc. Alumni tersebut menyumbang ketrampilan dan pengetahuan
yang sangat dibutuhkan oleh warga desa untuk mengolah sampah. Alumni tersebut bekerja
di Unipa Papua, dan sekarang sedang melanjutkan studi S3 di UGM. Topik
disertasinya adalah pengolahan limbah. Adapun mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan
ini adalah:
(1)
*)
Cahyo Widodo – Mahasiswa Teknik Lingkungan UP45
(2)
*)
Calvin Nurcholis – Mahasiswa Teknik Perminyakan UP45
(3)
*)
Rahmat Arza – Mahasiswa Ilmu Sosial & Politik
(4)
*)
Yusril Lapadewa – Mahasiswa Teknik Perminyakan UP45
(5)
*)
Daniel Hukum – Mahasiswa Teknik Perminyakan UP45
(6)
*)
Randi Sahputra – Mahasiswa eknik Pemrinyakan UP45
(7)
*)
Maria Pidni – Mahasiswa Teknik Perminyakan UP45
(8)
*)
Imbi – Mahasiswa Ekonomi Manajemen UP45
(9)
*)
Jihad Matutu – Mahasiswa Teknik Perminyakan UP45
Dosen, alumni dan para mahasiswa KKN tersebut
bekerja bahu-membahu membantu warga desa Pandowoharjo untuk mengelola sampahnya
secara ramah lingkungan. Kegiatan ini berlangsung pada 22 Agustus 2019. Adapun
DPL (Dosen Pembimbing Lapangan) dari para pemuda cinta lingkungan tersebut
adalah Ibu Eny Rohyati, S.Psi., M.Psi. Beliau adalah dosen Fakultas Psikologi
UP45.
Daftar Pustaka
Bere, Sigiranus Marutho (2018).
Ratusan warga Rote dan turis asing bersihkan Pantai Nemberala. Kompas.com, 30 April 2018. Retrieved
from:
https://travel.kompas.com/read/2018/04/30/102900827/ratusan-warga-rote-dan-turis-asing-bersihkan-pantai-nemberala
KLH (2013). Perilaku
masyarakat peduli lingkungan: Survei KLH 2012. Jakarta: Kementerian
Lingkungan Hidup.
Sub
Direktorat Statistik Lingkungan Hidup (2015). Indikator perilaku peduli lingkungan hidup 2014 (Hasil survei sosial ekonomi nasional 2014, modul ketahanan sosial). Jakarta: Badan Pusat Statistik.
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji