Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

ANAK DAN PENDIDIKAN INDEPENDENSI (KEMANDIRIAN)


IMPLEMENTASI MOU ANTARA UP45 DENGAN RADIO SONORA YOGYAKARTA

Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta


Agustus di Indonesia adalah bulan yang lazim diisi dengan berbagai kegiatan heboh namun menyenangkan. Hal ini karena Indonesia memperingati Hari Kemerdekaan pada setiap 17 Agustus. Disebut Hari Kemerdekaan karena pada tanggal tersebut Indonesia bebas dari penjajahan Belanda. Bangsa Indonesia bebas mengelola negaranya. Berbicara tentang kebebasan, ternyata hal itu tidak berarti bebas dalam segala hal. Bebas tentu ada peraturannya. Peraturan yang lazim dianut oleh masyarakat adalah bebas melakukan apa pun namun tidak melanggar Undang-undang, tidak mencuri, tidak melanggar norma susila, tidak menyakiti / merugikan orang lain, dan masih banyak batasan-batasannya.


Begitu juga dengan keluarga-keluarga di Indonesia, mereka bebas mendidik generasi penerusnya. Kebebasan dalam hal ini para orangtua bebas memilih model pendidikan ala keluarga-keluarga barat atau keluarga dengan budaya timur. Hal selanjutnya yang harus diperhatikan adalah para orangtua juga perlu memahami kapan seorang anak dididik secara mandiri dalam hal keuangan.

Idealnya, anak hendaknya dididik untuk mengenal uang dengan cara memberikan uang saku. Uang saku tersebut hendaknya tidak terlalu besar atau terlalu sedikit. Bila uang sakunya terlalu besar maka anak akan merasa sombong dan mungkin terlalu tinggi dalam menaksir dirinya. Bila uang sukunya terlalu sedikit maka anak mungkin akan menjadi malas. Bagaimanapun, hendaknya harus dididik untuk tidak menjadi mata duitan (rakus dengan uang) namun anak harus menjadi sadar bahwa uang tidak boleh menjadi fokus yang paling penting dalam hidup sampai mengalahkan semua hal.

Berkenaan dengan pemberian uang saku (literasi keuangan), maka anak bisa diarahkan untuk mempunyai buku tabungan dengan cara diajak pergi ke bank. Anak diperkenalkan dengan urusan-urusan resmi seperti bank. Selanjutnya anak diperkenalkan dengan konsep bekerja dan menerima uang / honor. Misalnya, anak diajak menjadi penjaga toko sesudah pulang sekolah. Sisi positifnya adalah anak mengenal bahwa tenaga dan pikiran ternyata sangat berharga dan bisa dikonversikan dengan uang. Anak menjadi belajar untuk menghargai tenaga dan pikiran. Selain itu anak tidak berkeliaran untuk bermain di sembarang tempat, sesudah sekolah usai.

Tulisan ini merupakan materi siaran di Radio Sonora Yogyakarta pada Selasa 13 Agustus 2019, pukul 10.00-11.00. Siaran ini bisa berlangsung karena ada perjanjian kerjasama antara Radio Sonora dengan Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta. Adapun topik siaran kali ini, dipandu oleh tiga nara sumber yaitu (1) Ibu Neni (dosen Prodi Teknik Perminyakan UP45), (2) Ibu Ai Siti Patimah (almuni Prodi Teknik Perminyakan UP45, dosen di Pusat Studi Lingkungan Hidup Univeristas Papua, Manokwari, Papua Barat, dan sekaligus sebagai mahasiswa S3 di UGM), dan (3) Ibu Arundati Shinta (dosen Fakultas Psikologi UP45). Tujuan siaran ini adalah untuk mensukseskan Yogyakarta sebagai Kota Ramah Anak. Adapun nama program di Radio Sonora adalah Teras Kota. Acara ini dipandu oleh salah satu penyiar Radio Sonora yaitu mbak Nesya.

Ibu Neni terpilih menjadi nara sumber di Radio Sonora karena beliau semenjak muda sudah aktif mencari uang sendiri untuk menambah uang jajannya. Ibu Neni aktif berjualan pulsa dan membuat roti. Roti itu kemudian dijual di kantin tempatnya menempuh studi yaitu UGM. Bila kuliah pada pagi hari makan Bu Neni akan bangun pukul 03.00 dini hari dan memasak roti. Uang yang diperoleh dari usaha berjualan pulsa dan roti itu kemudian untuk membayar SPP studi S2-nya. Kehidupannya sangat menginspirasi pendengar Radio Sonora. Pendeknya, Bu Neni adalah contoh sukses hasil didikan orangtuanya sehingga beliau menjadi pribadi yang mandiri dan independen.

Ibu Ai Siti Patimah terpilih menjadi nara sumber di Radio Sonora kali ini karena beliau sangat senang berjualan. Bu Ai ini berjualan semenjak SD, dengan cara menjaga toko ibunya. Bu Ai juga senang menabung. Uang yang terkumpul kemudian dibelikan sapi dan kambing, serta tanah. Agaknya Bu Ai ini adalah orang super kaya. Uang yang diperoleh dari usahanya tersebut digunakan untuk membayar SPP mulai SMA sampai dengan jenjang pendidikan sekarang yaitu S3. Bu Ai semenjak kecil dididik menjadi anak yang mandiri sehingga sekarang menjadi pribadi yang independen. Kisah hidupnya yang penuh dengan peristiwa jatuh bangun, juga sangat menginspirasi pendengar.

Siaran yang berlangsung bersama Fakultas Psikologi UP45 ini ternyata cukup diminati para pendengar. Ada tiga penanya yang muncul yakni:

*) Mas Adi dari Gejayan Yogyakarta. Beliau menanyakan tentang konsistensi perilaku mandiri pada anak.
*) Mbak Rika dari Terban Yogyakarta. Beliau menanyakan tentang cara mendidik anak untuk mandiri, mengingat bu Rika ini adalah seorang wanita karir.
*) Pak Totok dari Wirobrajan Yogyakarta. Beliau menanyakan tentang cara mendidik anak yang sudah terlanjur tergantung pada Asisten Rumah Tangga.

Semoga siaran-siaran berikutnya akan semakin menggelorakan masyarakat untuk mensukseskan Yogyakarta sebagai Kota Ramah Anak dan tentu saja benar-benar menyayangi anak dalam kegiatan sehari-hari.

Salam Teras Kota.

Post a Comment

0 Comments