Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

PENDIDIKAN MORAL SEMENJAK DINI


IMPLEMENTASI MOU UP45 DENGAN RADIO SONORA YOGYAKARTA

Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta

Pendidikan moral dan pendidikan karakter selalu didengung-dengungkan Pemerintah, guru, orangtua dan tokoh-tokoh masyarakat. Keluhannya sama yakni anak-anak muda jaman milenial ini sangat tidak sopan, arogan, dan tidak beradab. Para orangtua tersebut selalu membandingkan betapa lebih terpujinya karakter serta moral mereka pada masa mudanya dibandingkan generasi milineal sekarang ini. Sungguh celaka nasib generasi milineal ini, tidak mendapat dukungan dari orangtua mereka. Hal selanjutnya yang menarik adalah para orangtua itu mendorong guru untuk diadakan pendidikan moral dan karakter. Mereka sangat berharap bahwa sekolah akan membuat generasi milineal ‘sembuh’ dan mempunyai karakter terpuji seperti orangtuanya. Mereka berpendapat bahwa pendidikan moral dan karakter yang bagus bisa diperoleh melalui pelajaran agama. Oleh karena itu tidak mengherankan bila sekolah yang berafiliasi berdasarkan agama tertentu akan lebih ramai / mempunyai lebih banyak siswa daripada sekolah umum. Benarkah tindakan orangtua tersebut untuk mendidik karakter dan moral anak semenjak dini?


Rizal (2020) berkisah tentang kehidupannya beberapa lama di Jerman, Eropa Barat. Ia mengamati perilaku anak-anak SD-SMA dan orang dewasa dalam menggunakan transportasi umum. Meskipun jarang ada pemeriksaan, mereka itu bisa tertib membeli tiket kereta / bis umum. Ini adalah gejala perilaku yang aneh. Orang-orang Jerman berpendapat bahwa bila mereka tidak membeli tiket maka perusahaan transportasi akan bangkrut, dan hal ini akan melumpuhkan sendi-sendi perekonomian seluruh Jerman. Masyarakat akan menderita. Agar hal itu tidak terjadi maka mereka tertib membeli tiket. Ini adalah bentuk cinta tanah air yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Uniknya, masyarakat negara-negara maju itu kurang rajin pergi ke rumah ibadah. Bahkan tidak sedikit penduduk yang atheis / tidak mempunyai agama tertentu.

Fenomena kejujuran di Jerman itu juga lazim terjadi di negara-negara dengan peradaban yang tinggi seperti Eropa Barat, Jepang dan Selandia Baru. Rata-rata masyarakat berkarakter tangguh seperti pekerja keras, mempunyai akhlak mulia, menghormati sesam tanpa memandang suku dan agama, tidak saling menyakiti dan menghina, mampu bekerja sama dalam kelompok, saling tolong-menolong, jujur, cinta tanah air, dan seterusnya. Karakter dan moral penduduk di negara maju itu seperti utopia. Bisakah hal itu terjadi di Indonesia? Rasa-rasanya seperti mimpi.

Apa yang harus dilakukan agar masyarakat Indonesia mempunyai karakter dan moral terpuji? Menggantungkan diri pendidikan moral dan karakter pada orangtua saja, tentu tidak bisa dilakukan. Ini karena anak-anak tersebut 50% waktunya dihabiskan di sekolah / tempat les. Di rumah, anak biasanya sudah kelelahan dan hanya bisa tidur / beristirahat saja. Orangtua juga sudah kelelahan bekerja di luar rumah. Oleh karena itu Rizal (2020) sangat menekankan pentingnya kompetensi guru diperkuat. Guru yang tidak mempunyai kompetensi hendaknya magang lebih dahulu pada guru yang sudah piawai dalam mendidik anak. Selanjutnya pendidikan karakter dan moral hendaknya tidak berdiri sendiri, namun ada pada setiap pelajaran. Hal ini sangat bergantung pada kreativitas guru. Guru yang mumpuni cenderung tidak senang pada siswa yang sering bertanya. Guru menjadi otoriter, untuk menutupi kurangnya kompetensinya.

Adapun punggawa siaran kali ini adalah Bapak Fx. Wahyu Widiantoro, S.Psi., MA., Bapak Drs. Indra Wahyudi, M.Si., dan Bapak Yudha Andri Rianto, S.Psi. Bapak Wahyu Bapak Indra adalah dosen Psikologi UP45. Bapak Yudha Andri kini adalah Kepala Sekolah Cita Loka Yogyakarta, sekolah yang selalu menjadi rujukan para orangtua yang peduli dengan pendidikan pada anak yang humanis. Anak-anak di sekolah Cita Loka selalu diajarkan pendidikan karakter dan moral yang membumi serta tidak berafiliasi pada agama tertentu. Hal ini untuk mendidik anak-anak agar trebiasa dengan pluralisme. Pendidikan anak yang humanis merupakan salah satu syarat tercapainya predikat Kota Layak Anak. Bapak Yudha Andri ini juga salah satu alumni berprestasi dari Fakultas Psiologi UP45.

Tulisan ini adalah laporan dari pelaksanaan kerjasama antara UP45 dengan Radio Sonora Yogyakarta. Siaran dengan Radio Sonora ini berlangsung pada 4 Februari 2020, pukul 11.00-12.00. Pada siaran kali ini, pertanyaan yang datang dari para pendengar jumlahnya sangat banyak, mengingat nara sumbernya piawai dalam mengantarkan pesan-pesannya.

Daftar pustaka
Rizal, S. (2020). Pendidikan karakter. Kompas. 6 Februari, hal. 6.


Post a Comment

0 Comments