Juni Wulan Ningsih
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Keluarga merupakan lingkungan yang
pertama kali dikenal oleh seorang anak. Secara tidak langsung keluarga
mempunyai andil yang cukup besar dalam
pembentukan perilaku dan kepribadian anak. Bagaimana seorang anak bertingkah
laku dimasyarakat bisa mencerminkan kondisi atau situasi dalam
keluarganya. Hasil survai yang dilakukan Lembaga Penelitian Pendidikan IKIP
Bandung terhadap 920 orang anak nakal di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Wanita
dan Anak-anak di Tanggerang (Sobari,
2011 dalam Melania, 2012)
menyatakan 51% anak
nakal berasal dari keluarga broken home, 31%
anak nakal berasal dari kelurga yang sering meninggalkan anaknya sendiri di
rumah, dan 14,5% anak nakal
berasal dari keluarga yang tidak harmonis dan sering bertengkar.. Hal ini
sejalan dengan pendapat Kartono, K (2002) bahwa kualitas rumah tangga atau
kehidupan keluarga jelas memainkan peran besar dalam membentuk kepribadian
remaja delikuen. Orang tua yang sibuk
bekerja sehingga menyebabkan interaksinya dengan anak berkurang, juga orang tua
yang acuh tak acuh dengan perkembangan anak ataupun orang tua yang hanya
mementingkan prestise (pencitraan diri) dimasyarakat merupakan penyebab anak
tumbuh menjadi remaja yang delikuen. Ini disebabkan karena anak tidak
memperoleh perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya. Sehingga untuk
memenuhi kebutuhan akan rasa kasih sayang dan cinta ia lampiaskan kehal – hal
negatif yang berupa kenakalan remaja. Anak beranggapan bahwa jika ia menjadi pembuat masalah atau
tukang bikin onar semua perhatian akan tertuju padanya. Sehingga dengan begitu
tidak hanya orang lain yang memperhatikannya, tetapi orang tuanya sendripun
juga menjadi perhatian kepadanya.
Zaman yang serba modern juga
berpengaruh terhadap pola pengasuhan anak, yang akhir – akhir ini sering
dialihkan kepada pengasuh pengganti (baby
sister). Perubahan pola pengasuhan ini
juga menyebabkan berkurangnya kelekatan antara ibu dan anak, dimana anak
lebih dekat dengan pengasuhnya daripada ibu kandungnya sendiri. Ironis sekali
tatkala ada seorang ibu yang mendekati
anaknya, akan tetapi anak tersebut justru takut terhadap ibu kandungnya sendiri.
Seharusnya ibu merupakan sosok figur yang paling disayang dan merupakan tempat
ternyaman untuk berbagi keluh kesah, akan tetapi malah menjadi sosok yang asing
dan menakutkan untuk seorang anak. Kondisi pengasuhan seperti ini juga bisa
menyebabkan anak tumbuh menjadi remaja yang delikuen. Akar permasalahannya
masih sama yakni kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua, yang
berimbas pada perilaku anak.
Kondisi keluarga yang tidak harmonis
selain menyebabkan berbagai aksi kenakalan remaja juga berimbas pada
terganggunya kesehatan mental anggota didalam keluarga tersebut khususnya anak.
Hal ini sesuai dengan pendapat Lange (1993 dalam Notosoedirjo, M & Latipun,
2001) bahwa bebagai gangguan mental, seperti skizofenia, depresi, gangguan
kecemasan, ketergantungan obat, gangguan tingkah laku dan psikopatologis
lainnya banyak dihubungkan dengan kurang baiknya interaksi di antara anggota
keluarganya. Misalnya saja anak yang setiap harinya disuguhi pertengkaran kedua
orang tuanya, kondisi seperti ini tentu menyisakan tekanan batin untuk sang
anak. Dimana rasa aman dan damai tidak
ia peroleh dari dalam keluarganya sendiri, yang ada hanya rasa takut, kecewa,
dan tertekan akibat adu mulut yang sering terjadi antara kedua orang tuanya.
Keluarga merupakan lingkungan yang
sangat penting dan berpengaruh bagi perkembangan seorang anak, kerena tidak
bisa dipungkiri kebanyakan anak melakukan aksi kenakalan remaja disebabkan
kondisi keluarganya yang tidak harmonis.
Untuk itu agar anak terhindar dari kenakalan remaja dan terjaga kesehatan
mentalnya, maka harus tercipta kondisi keluarga yang kondusif dan demokratis. Dimana
orang tua tetap memperhatikan perkembangan anak sehingga anak tidak akan merasa
kekurangan kasih sayang serta perhatian. Juga anak tetap diberi kebebasan dalam
hidupnya, akan tetapi bukan berarti anak bebas melakukan segala – galanya, tetap
ada bimbingan dan pantauan dari orang tua (Notosoedirjo, M & Latipun, 2001).
Hal yang paling penting adalah terjaganya interaksi antara orang tua dengan
anak. Sehingga pola pengasuhan anak juga turut mempengaruhi, karena anak yang
dari kecil dirawat oleh kedua orang tuanya, akan memiliki intensitas bertemu
yang jauh lebih banyak daripada yang dirawat pengasuh penggati. Diharapkan
adanya hubungan yang baik antara orang tua dan anak bisa menjadikan anak tumbuh
menjadi pribadi yang bermanfaat bagi banyak orang serta terhindar dari
kenakalan remaja.
Daftar Pustaka:
Kartono, K.(2002).Patalogi Sosial.Jakarta: PT. RAJA
GRAFINDO PERSADA
Melania.(2012). Dampak Keluarga
Disharmonis Terhadap Anak dan Remaja (Melania Veronita - 705120057). Retrieved
on January 15, 2014 from : http://psikologi-untar.blogspot.com/2012/10/dampak-keluarga-disharmonis-terhadap.html
Notosoedirjo, M & Latipun.(2001).Kesehatan Mental,
Konsep & Penerapan.Malang : UMM PRESS
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji