Rauf
Wanda A.N.R
Teknik
Perminyakan
Universitas
Proklamasi 45
Yogyakarta
Santer terdengar berita, bahwa cadangan minyak di
Indonesia tinggal tersisa 11 tahun lagi (Detik Finance.com,2013). Menjadikan
suatu keharusan dan kerja keras tentunya untuk segera mengambil tindak lanjut untuk
mengatasi problema tersebut. Kebutuhan akan energi, khususnya di Indonesia
semakin lama makin meningkat. Berbagai upaya sudah dilakukan untuk terus
menemukan cadangan migas yang baru. Besar harapan di masa depan, menemukan sumber
energi yang lebih murah, mengurangi Global
Warming, ramah lingkungan, dan bisa habis terbakar. Menjawab tantangan
tersebut, perlu adanya strategi untuk mengembangkan energi alternatif sperti CBM
(Coal Bed Methane).
Sebelum masuk ke pembahasan, apa itu CBM? Coal Bed Methane (CBM) adalah sejenis
gas alam (CH4) yang tersimpan atau terperangkap dalam lapisan
batubara. CBM merupakan suatu produk dari coalification
yang mengubah bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan menjadi maceral batubara. Potensi CBM di
Indonesia mendapatkan urutan kelima terbesar di dunia. Cadangan CBM di
Indonesia mencapai 453,30 TCF (Sumber, Ditjen Migas 2010). CBM dapat dijadikan
alternatif energi untuk masa depan yang menghasilkan energi untuk berbagai
keperluan kehidupan, dengan emisi gas CO2 yang paling kecil. Hasil
pembakaran CBM tidak mencemari lingkungan udara (atmosfer), karena tidak mengandung additif apapun.
Alasan tersebut, menjadikan CBM menjadi energi yang ramah lingkungan atau dapat
disebut migas hijau. Permintaan akan
energi terus meningkat, baik untuk konsumsi nasional maupun global. Keterbatasan
gas pada lokasi dengan konsumsi yang tinggi,
menjadikan CBM menjadi pioneer untuk
energi alternatif yang harus dikembangkan di Indonesia.
Produksi CBM, menggunakan metode perekahan (fracturing). Untuk memperoleh CBM, sumur
produksi harus dibuat melalui pengeboran dari permukaan tanah sampai ke lapisan
batubara yang menjadi target. Cadangan Batubara yang berada di dalam tanah
mempunyai tekanan yang tinggi. Air tanah akan dipompakan ke lapisan batubara tersebut
untuk menurunkan tekanan. Proses ini disebut Dewatering. Hal inilah yang menyebabkan gas metana akan terlepas
dari lapisan batubara.
Selain gas, tentu air dari proses dewatering juga akan banyak keluar pada saat produksi. Dikarenakan
proses produksi CBM dimulai dengan cara memproduksi air dalam jumlah banyak,
tentu harus diperhatikan dan menjadi tanggung jawab pengembang CBM. Pengelolaan
air terproduksi pada CBM, sampai saat ini
masih menjadi fokus lingkungan hidup. Produksi air pada CBM dalam jumlah
yang banyak, berpotensi mengandung logam, garam, hidrokarbon, dan SAR (Sodium Adsorption Ratio).
Langkah penanganan untuk mengatasi air terproduksi hasil dewatering, ditampung dalam kolam
penampung air. Langkah selanjutnya, air terproduksi dipompakan melalui pipa
penyalur menuju pengolahan air limbah (filtration
unit) yang mempunyai kemampuan untuk menyaring Total Solid Suspended (TSS), Total
Dissolved Solid (TDS), Chemical
Oxygen Demand (COD), kandungan logam dan kandungan garam. Air produksi yang
sudah diolah, dapat dimanfaatkan kembali untuk irigasi tanaman, perikanan air
payau dan masih banyak fungsi pemanfaatannya.
Proses pengembangan CBM tidak akan menjadi ramah
lingkungan apabila resiko yang diakibatkan tidak diantisipasi. Oleh karena itu,
penting adanya untuk melakukan upaya penanganan terhadap air terproduksi pada
CBM. Mengingat kebutuhan akan energi yang semakin meningkat, mau tidak mau
Indonesia harus segera memberdayakan CBM sebagai energi alternatif. Pemanfaatan
CBM dapat digunakan untuk mengurangi
ketergantungan akan energi minyak bumi dan meningkatkan produksi gas nasional.
Daftar Pustaka :
Dhany,
Rista Rama. Cadangan Minyak Indonesia Tinggal Tersisa 11 Tahun Lagi.
Finance.detik.com ; Selasa 9 Juli 2013.
Kusumo,
A. Lesto. P (2013). Penanganan dan Pengolahan Migas Hijau. RAISE SM-IATMI UPN”V” Yogyakarta.
SKK
Migas (2013). Kemajuan Pengelolaan Migas Non Konventional di Indonesia.
RAISE SM-IATMI UPN”V” Yogyakarta.
(Tulisan digunakan pada Lomba Essay,
Brawijaya Geophysic Festival 2013,
Universitas Brawijaya)
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji