Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

DOSEN DAN MAHASISWA PSIKOLOGI UP45 BERLATIH KEPEMIMPINAN:



KESULITAN MEMBERIKAN SURI TAULADAN PERILAKU

Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta


Status menjadi dosen atau guru cenderung dihormati oleh masyarakat. Hal ini karena menjadi dosen ternyata sangat tidak mudah. Seseorang haruslah berpendidikan minimal S2 atau magister. Terbayang ketika menyusun skripsi S1, betapa merananya keadaan mental calon sarjana. Ia harus sering bertatap muka dengan dosen pembimbing yang gemar mencoret-coret skripsi. Rasa-rasanya tangan dosen itu ingin dipotong saja. Mahasiswa akan semakin geram, ketika ternyata dosen yang gemar mengkritik tulisan itu ternyata tidak punya ketrampilan menulis. Daftar publikasinya minim. Setelah lulus S1, kemudian berjuang memasuki jenjang S2 plus mencari bea siswa. Sangat tidak gampang. Ketika menyusun tesis, pengalaman pahit menyusun skripsi terulang bahkan lebih heboh lagi, karena dosennya lebih kejam.


Setelah lulus S2, langkah selanjutnya adalah mencari pekerjaan. Pekerjaan yang diperoleh adalah menjadi dosen. Setelah menjadi dosen dan mengajar, mulailah siksaan-siksaan konyol menjadi mimpi buruk. Siksaan itu datang dari mahasiswanya sendiri. Apa saja siksaan-siksaan tersebut?

Siksaan pertama, dosen sering dipersepsikan mahasiswa sebagai pemimpin yang paling keren. Paling tidak, ia harus memimpin mahasiswa di kelas. Mahasiswa diharuskan mendengarkan semua kuliahnya yang mungkin sudah basi materinya. Setiap semester materinya sama saja. Ibaratnya memutar tape recorder saja. Oleh karena dianggap pemimpin, maka perilaku dosen diharapkan menjadi suri tauldan bagi para mahasiswa. Ketika dosen memberikan tugas membuat esay, maka dosen hendaknya memberi contoh esaynya yang sudah diterbitkan di jurnal terkenal. Kenyataan yang ada, sering dosen hanya bisa memberi perintah saja tanpa bisa memberikan contoh perilaku. Dampaknya adalah mahasiswa mentertawakan dosen ketika kuliah selesai. Mahasiswa menganggap remeh di belakang punggung dosen. Ini adalah siksaan tidak tertanggungkan bagi dosen.

Siksaan kedua, mahasiswa sering menuntut jenis ujiannya open book. Ketika tuntutan mahasiswa dituruti, ternyata mahasiswa sama sekali tidak belajar. Ia hanya belajar pada saat ujian berlangsung. Sangat menyedihkan melihat generasi emas yang hanya bisa menuntut tetapi tidak bisa memberikan bukti. Ajaibnya, jawaban ujian mahasiswa dengan sistem open book tersebut ternyata sangat jauh berbeda dengan materi yang sudah diajarkan. Bahkan tidak jarang mahasiswa membuat jawaban yang ajaib, tetapi menuntut untuk dibenarkan. Inilah siksaan bagi dosen yaitu harus membenarkan suatu jawaban ujian, meskipun sebenarnya jawaban itu salah. Dosen mengalami gangguan kesehatan mental.

Siksaan ketiga, mahasiswa selalu menuntut dosen untuk memberi nilai A atau paling tidak nilai B. Ajaib sekali, mahasiswa menuntut dosen dalam hal pemberian nilai. Inilah siksaan bagi dosen, karena kalau memberi nilai C maka ia akan selalu diejek-ejek mahasiswa. Kalau dosen memberi nilai B atau A, maka hatinya hancur karena sesungguhnya kemampuan mahasiswa jauh di bawah nilai B. Siksaan mahasiswa yang berupa ejekan-ejekan di media sosial yang bisa dibaca orang di seluruh dunia, akan menjatuhkan kewibawaannya. Sungguh tidak tertanggungkan siksaan tersebut.

Tiga siksaan itu terus berlangsung selama bertahun-tahun, dan anehnya selalu terjadi pada berbagai angkatan mahasiswa. Padahal sebenarnya mereka adalah orang yang berbeda, namun kenapa perilakunya bisa sama. Apakah mungkin dosennya yang salah, atau mahasiswanya?

Untuk mengatasi kesalahan-kesalahan persepsi tentang hubungan dosen-mahasiswa dan mengatasi siksaan-siksaan mental yang sebenarnya tidak perlu, maka perlu diadakan pelatihan kepemimpinan. Pihak manajemen Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta telah mengadakan pelatihan kepemimpinan pada 31 Maret 2016. Pesertanya adalah sekitar 30 mahasiswa. Pelatihnya adalah dosen-dosen UP45, termasuk dosen dari fakultas psikologi.

Tujuan pelatihan adalah memberi inspirasi kepada para mahasiswa untuk bisa menjadi pemimpin keren, paling tidak menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Materi pelatihan memang mengasyikkan yaitu:
§  Berlatih konsentrasi dalam menyimak ucapan orang lain. Nama materinya adalah people to people. Pembawa materi adalah Andri Azis, seorang dosen filsafat yang terkenal pandai.
§  Berlatih bekerja sama, kompak, dan cerdik menyusun strategi. Nama materinya adalah Samson and Delilah. Inti materi ini sebenarnya sederhana yaitu kegiatan pingsut, seperti permainan anak-anak. Meskipun sederhana, ternyata pelaksanaannya sama sekali tidak gampang. Pembawa materi adalah Wahyu Suro, seorang dosen dari ilmu politik yang sangat kritis terhadap berbagai fenomena sosial.
§  Berlatih track ball, yaitu memindahkan suatu objek (bola) dengan menggunakan rel dari dua utas tali plastik. Kegiatannya sangat sederhana, namun sulit dilakukan. Hal ini karena pesertanya banyak. Pembawa materi adalah Dewi Handayani Harahap, dosen fakultas psikologi sekaligus menjadi Wakil Rektor II.


Setelah pelatihan selesai, tibalah saat debriefing atau penjelasan materi pelatihan. Pelatih / dosen harus bisa menuntun mahasiswa untuk menghubungkan pengalaman menjalani pelatihan dengan peristiwa sehari-hari. Dosen kesulitan memberi penjelasan, karena perilakunya sendiri sering tidak bisa menjadi model bagi mahasiswa. Dosen cenderung hanya bisa memberi teori tanpa contoh perilaku yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Jadi siapa sebenarnya yang menerima manfaat terbesar dalam pelatihan kepemimpinan tersebut?

Penerima manfaat terbesar dari pelatihan kepemimpinan itu sebenarnya adalah dosen dan mahasiswa. Mahasiswa belajar menjadi anak buah yang baik. Menjadi anak buah ternyata tidak gampang, karena semua orang cenderung ingin didengar perkataannya. Dalam pelatihan ini mahasiswa belajar untuk mengontrol perilaku, dan juga belajar memimpin diri sendiri. Bagi dosen, pelatihan ini mendorong untuk berani menghadapi kenyataan bahwa dirinya adalah orang yang tidak bisa memimpin. Menghadapi kenyataan pahit adalah suatu tugas yang sangat sulit, namun harus dilakukan bila ingin maju. Mengakui diri sendiri tentang kekurangannya adalah langkah utama untuk mengubah diri ke arah yang lebih baik.


Pelatihan ini berlangsung dengan lancar karena ada bimbingan dari Eltabs, suatu organisasi yang mengkhususkan dirinya dalam pelatihan pengambangan sumber daya manusia. Pelatih dari Eltabs itu antara lain Bapak Teno yang simpatik dan Bapak Tya yang keren. Dosen dan mahasiswa UP45 sangat terbantu dalam pelatihan ini, yaitu untuk memahami diri sendiri.

Post a Comment

1 Comments

Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji