Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

MENGGALI POTENSI DIRI DALAM BIDANG PARIWISATA



KIPRAH DOSEN & MAHASISWA DI RRI YOGYAKARTA MINGGU KE-207

Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogykarta


Presiden Jokowi telah mencanangkan progam 10 Bali Baru. Itu adalah program untuk mencetak destinasi wisata yang baru, sehingga turis tidak hanya terkonsentrasi di Pulau Bali saja. Alasannya adalah Indonesia itu sangat luas dan pemandangan alamnya bagus tidak kalah dengan Bali. Selain itu Indonesia juga mempunyai keragaman kuliner, bahasa, budaya, kebiasaan, dan kekayaan alam lainnya. Bila turis bisa berwisata ke seluruh penjuru tanah air, maka niscaya Indonesia akan bisa mengalahkan Thailand, atau bahkan Singapura.

Persoalan klasiknya adalah infrastruktur menuju daerah wisata itu belum siap. Misalnya saja, jalan menuju daerah wisata belum ada, kalau pun ada maka masih belum diaspal. Moda transportasi juga sulit dan mahal. Tidak ada transport umum yang menuju daerah wisata tersebut. Belum lagi fasilitas kamar mandi dan kloset umum yang pasti tidak ada / jorok, penginapan yang tidak tersedia, dan warung makanan yang sering menaikkan harga semena-mena.


Persoalan klasik tersebut di atas telah menghambat niat sebagian besar warga untuk berinovasi membangun daerahnya. Orang merasa lemah karena ketiadaan fasilitas penunjang. Bahkan orang akan berusaha pindah saja dari daerah tertinggal, menuju daerah yang lebih maju. Tidak mengapa hidup miskin, asal infrastruktur terjamin. Semiskin-miskinnya orang di daerah perkotaan, masih tetap ada kemungkinan untuk mendapatkan makanan daripada hidup di hutan belantara. Begitulah kira-kira jalan pikiran orang-orang pada umumnya.

Hal itu tidak berlaku bagi Fauziah Madjid yang mengelola 53 kamar dan 44 homestay di Teluk Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara (Kurniawan & Anggoro, 2017). Jailolo memang diciptakan pemda setempat untuk menjadi destinasi wisata, namun penduduk belum siap. Bahkan banyak penduduk yang menolak adanya berbagai festival yang diadakan di daerah itu. Alasannya adalah mereka menjadi repot harus melayani wisatawan. Agaknya penduduk setempat belum sadar wisata.

Sadar wisata adalah kesediaan penduduk untuk melayani pendatang yang datang berkunjung untuk tujuan bersenang-senang, tetirah, atau sekedar membunuh waktu. Meskipun melayani dalam hal ini mempunyai implikasi ekonomi, namun warga yang sadar wisata tidak akan kemaruk atau rakus bila melihat turis yang berjubel datang. Konkritnya, penduduk setempat tidak akan menaikkan harga produk / jasanya (kuliner, tempat penginapan, transport, dan jasa lainnya) hanya untuk mengeruk keuntungan musiman. Sadar wisata inilah yang belum dimiliki oleh generasi muda.

Pada kasus Fauziah Madjid di atas, ia menawarkan tarif sewa kamar AC Rp. 150.000 per hari, non-AC Rp. 100.000 per hari, dan biaya Rp. 50.000 per orang untuk rombongan. Peraturan yang dicanangkan bagi setiap pengelola rumah penginapan di Jailolo tersebut harus dipatuhi, meskipun jumlah turis membanjir. Kebijakan itu menuai dampak manis yaitu jumlah wisatawan naik dengan drastis. Pada tahun 2012, jumlah wisatawan hanya 64.464 orang, dan pada tahun 2014 menjadi 292.761 atau naik lebih dari 300%. Setiap bulan, 2-3 hari warga pasti menerima tamu dan 1-2 pekan pada bulan penyelenggaraan festival. Warga Jailolo menjadi lebih sejahtera karena sadar wisata.

Pertanyaannya adalah bagaimana peran perguruan tinggi dalam menyiapkan mahasiswanya agar mereka sadar wisata? Kuncinya adalah penggalian potensi diri. Mahasiswa harus didorong untuk menggali potensi diri dengan cermat, sehingga mereka bisa berkarya dan berimplikasi ekonomi. Langkah selanjutnya adalah mahasiswa dimotivasi untuk selalu siap melayani orang lain dengan segenap hati. Memenuhi kebuuthan orang lain dengan sebaik-baiknya adalah pintu rejekinya. Langkah selanjutnya adalah pembentukan sikap tidak tamak / serakah bila melihat usahanya menunjukkan tanda-tanda keberhasilan. Ketamakan pangkal kegagalan. Akan lebih baik usahanya mendapatkan laba meskipun sedikit, namun terus berkesinambungan. Langkah-langkah ini sangat tidak gampang, namun bukan mustahil untuk dilakukan.

Tulisan ini adalah laporan siaran di RRI Yogyakarta, sebagai bukti berlangsungnya kerjasama yang harmonis dengan pihak Fakultas Psikologi UP45. Siaran berlangsung pada Rabu, 2 Agustus 2016 pukul 2015-21.00, dalam acara Forum Dialog Psikologi. Ada banyak pendengar yang mengemukakan pertanyaan pada siaran kali ini. Pandega yang bertugas pada kali ini adalah saya sendiri dan 2 mahasiswa cemerlang yaitu Sri Mulyaningsih dan Tri Welas Asih. Sri Mulyaningsih adalah mahasiswa teladan 2015 Fakultas Psikologi UP45, mempunyai usaha kuliner yang laris di Yogyakarta, dan penerima beasiswa. Tri Welas Asih juga mahasiswa cerdas karena sudah berhasil memenangkan berbagai kompetisi menulis dan menjadi pembicara pada berbagai seminar nasional. Semoga kerjasama yang harmonis ini terus berlangsung dengan lancar.


Referensi:
Kurniawan, M. & Anggoro, A.P. (2017). Fauziah Madjid: Daya bagi perempuan Jailolo. Kompas. 2 Agustus, halaman 14.

Post a Comment

0 Comments