PELAYANAN MASYARAKAT DOSEN MELALUI JOGJA TV
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi
Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Pendidikan karakter
pada masa sekarang terasa usang, namun ternyata tetap diperlukan. Bahkan pendidikan
karakter itu menjadi penentu bagi kesuksesan orang-orang dalam meniti karirnya.
Sekarang
ini bahkan Presiden Joko Widodo sudah menempatkan pendidikan akrakter dalam
program Nawa Citanya. Hal itu patut untuk didukung oleh segenap elemen bangsa. Persoalan
yang berhubungan dengan pendidikan karakter adalah siapa yang harus memberikan
pendidikan itu? Kepada saiapa pendidikan karakter itu diberikan?
Pendidikan karakter idealnya diberikan semenjak usia dini. Hal
ini karena masa kanak-kanak adalah masa emas untuk pembentukan karakter. Masa emas itu berarti tingkat ketergantngan anak pada
orangtua masih sangat tinggi. Ketergantungan itu baik dalam hal fisik (misalnya
pemberian makanan, keamanan fisik), dan juga hal-hal psikhis (misanya pemberian
kasih sayang dan pendidikan lainnya). Ketergantungan itu bisa dimanfaatkan orangtua
untuk memberikan contoh-contoh perilaku yang diinginkan orangtua untuk
dilakukan oleh anaknya. Anak adalah peniru ulung, yang selalu mengobservasi
orangtua dan orang dewasa lainnya yang dekat hubungannya (Bandura, 1989).
Pihak-pihak yang
memberikan pendidikan karakter adalah orangtua, guru, dan para tokoh
masyarakat. Orangtua menjadi figur utama dalam pendidikan karakter, karena
orangtua adalah lingkungan sosial pertama dan paling dekat dengan anak. Selain orangtua,
tokoh berikutnya yang berperanan dalam pendidikan karakter adalah guru. Hal ini
karena guru telah menjadi tokoh panutan anak yang kedua. Frekuensi interaksi
anak dengan guru sangat intensif. Tentu saja ini adalah untuk anak-anak yang
sudah bersekolah, termasuk anak-anak yang bersekolah di PAUD (Pendidikan Anak
Usia Dini).
Apakah untuk orang-orang dewasa, pendidikan karakter masih
diperlukan? Pertanyaan ini penting karena mungkin saja seseorang pada masa
kecilnya kurang mendapat perhatian dari orangtuanya sehingga pendidikan karakternya
juga terlantar. Kunci pendidikan karakter sebenarnya adalah rajinnya seseorang
berinteraksi sosial baik melalui media maya maupun langsung bertatap muka,
mengikuti seminar parenting, dan sebagainya. Melalui
informasi inilah maka seseorang akan mendapatkan umpan balik. Umpan balik itu
bisa berupa strategi mendidik anak, menjadi orangtua yang baik, strategi
mendekati anak-anak yang nakal, dan sebagainya. berdasarkan informasi tersebut,
maka orang-orang dewasa itu bisa menakar diri, apakah perilakunya selama ini sudah
patut menajdi suri tauladan? Tentu saja hambatannya dalam hal ini adalah
memilah informasi yang baik dari yang buruk.
Kekuatan lingkungan
sosial (masyarakat) dalam mempengaruhi anak adalah sangat besar. Apalagi sekarang
ini masalah hoax (berita bohong) ternyata sangat mengganggu. Orang menjadi
tidak tahu mana saja berita bohong dan salah. Untuk mengatasi hal ini, maka
sekali lagi pentingnya bersosialisasi dan selalu mencari informasi yang
terpercaya. Informasi terpercaya itu antara lain surat kabar cetak. Jadi dalam
hal ini pendidikan karakter masih sangat relevan untuk para orangtua, guru, dan
orang dewasa lainnya.
Pendidikan karakter
ini bisa terealisasi melalui kegiatan-kegiatan yang nyata. Contoh kegiatan
nyata itu antara lain melalui kegiatan literasi psikologi yang dilakukan secara
rutin di Fakultas psikologi UP45. Melalui kegiatan literasi psikologi,
mahasiswa didorong untuk berperilaku disiplin, bertanggung jawab, dan tidak
suka menunda-nunda (prokrastinansi) (Steel, 2007). Perilaku menunda-nunda ini
adalah contoh karakter buruk, dan merupakan indikator bagi kegagalan. Oleh karena
itu anak-anak muda didorong untuk memperbaiki kualitas hidupnya, dengan mengikuti
pendidikan karakter.
Tulisan ini adalah
materi pelayanan masyarakat yang dilakukan dosen di Jogja TV, pada 23 Januari
2018, pukul 15.00-16.00. Adapun pihak-pihak yang menjadi narasumber adalah Dr.
Arundati Shinta, Syamsul Ma’arif, ST., M.Eng., dan Yudha Andri S.Psi. Pada sesi
tanya jawab, ternyata perhatian pemirsa sangat luar biasa. Tercatat ada 5
pertanyaan langsung yang ditanyakan pada nara sumber. Mereka antara lain datang
dari Magelang, Klaten, Gunung Kidul, dan Yogyakarta. Sebenarnya ada lebih dari
5 pertanyaan, namun pihak pengelola Jogja TV harus menghentikannya karena waktu
tayang memang sangat terbatas.
Daftar pustaka:
Bandura, A. (1989), Social cognitive theory. In R. Vasta
(Ed.). Annals of Child Development. 6. 1-60. Retrieved on July 10, 2007 from:
http://java.cs.vt.edu/public/classes/communities/uploads/Social+Cognitive+Theory+(chapter).pdf
Steel, P. (2007). The nature of procrastination: A meta-analytic and
theoretical review of quintessential self-regulatory failure. Psychology Bulletin. 133(1), 65-94.
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji