IMPLEMENTASI MOU ANTARA PSIKOLOGI UP45 DENGAN SMPN I SLEMAN
Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45 Yogyakarta
dan
Ai Siti Patimah
Pusat Studi Lingkungan Hidup, Universitas Papua, Manokwari,
Papua Barat
Orang yang
bijaksana adalah orang yang mampu memuliakan sampah, paling tidak sampahnya
sendiri dengan suka rela. Memuliakan sampah berarti ia melakukan hal-hal
seperti berikut: meletakkan sampah pada tempatnya, sampah yang diproduksinya
tersebut akan dipilah sesuai jenisnya, mendaur ulang sampah, dan sampah yang
tidak bisa dikelola sendiri akan diletakkan di TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Agar proses pemuliaan sampah itu berjalan dengan lancar, maka ia akan berusaha
mengurangi sampah. Ia juga waspada bahwa ada jenis-jenis sampah yang lama
bahkan sulit terurai di alam (misalnya plastik), sehingga ia berusaha mengganti
barang yang dibelinya dengan barang-barang yang mudah terurai di alam, atau
menggunakan kembali barang-barang yang sulit terurai tersebut (tidak sekali
pakai). Itu semua adalah proses 5R yaitu respect (memuliakan), reuse
(menggunakan kembali), reduce (mengurangi), recycle (mendaur ulang), dan
replace (mengganti).
Berkaitan dengan
perilaku 5R tersebut, ternyata tidak semua orang mengetahui caranya. Kalau pun
mengetahui, mereka enggan melakukan karena berbagai alasan. Alasan klasik
adalah mereka merasa bukan petugas sampah. Petugas sampah seharusnya adalah
orang-orang dari Dinas Lingkungan Hidup. Akar dari banyak alasan keengganana
mengelola sampah adalah adanya anggapan negatif bahwa sampah itu tidak berguna,
berbau busuk, berbentuk mengerikan, dan menjadi sumber penyakit. Jadi untuk apa
melakukan 5R seperti disarankan di atas?
Berdasarkan
jenisnya, sampah dapat digolongkan menjadi dua yaitu sampah organik (mudah
terurai di alam) dan sampah anorganik (sulit terurai di alam). Tulisan ini akan
lebih ditujukan kepada sampah organik, karena orang-orang pada umumnya lebih
banyak memproduksi sampah organik (60%) daripada anorganik (40%). Hal yang
menarik dari sampah organik adalah hampir semua orang akan mengatakan bahwa
sampah organik bisa didaur ulang menjadi kompos. Persoalannya, ternyata tidak
semua orang mengetahui caranya membuat kompos.
Tulisan ini akan
membahas tentang cara-cara membuat kompos. Agar efektif, penyebaran informasi
pembuatan kompos ini dilakukan di sekolah. Selain itu, generasi muda adalah
penerus bangsa Indonesia. Kalau generasi muda tidak mengetahui cara membuat
kompos maka kelak Indonesia akan menjadi pusat sampah nomor satu di dunia.
Sekarang saja Indonesia sudah menjadi produsen sampah terbanyak kedua sesudah
China pada 2010, yaitu sebanyak 0,48-1,29 million mt/tahun. Sementara
itu India dengan penduduk yang lebih banyak daripada Indonesia ada pada urutan
ke-12 (Jambeck et al., 2015). Hal ini karena di India sudah ada penemuan sampah
menjadi bahan pembuat jalan pada 2001 dan pada 2015 telah menjadi kebijakan
nasional (Think Change India, 2016).
Ada pun tahapan pembuatan
kompos adalah (1) persiapan bahan-bahan yang dibutuhkan, (2) membuat kompos,
(3) merawat kompos, dan (4) memanen kompos. Ada banyak metode pembuatan kompos.
Tulisan ini lebih tertuju pada pembuatan kompos dengan metode Keranjang
Takekura. Alasan pemilihan metode Takekura adalah sederhana, mudah dilakukan,
dan sesuai untuk tempat yang terbatas seperti daerah perkotaan.
Adapun peralatan yang
dibutuhkan untuk membuat kompos dengan metode Takekura yakni:
- Keranjang pakaian yang berlubang-lubang, terbuat dari plastik. Keranjang
itu hendaknya ada tutupnya.
- Kertas karton atau kardus.
- Selembar kain strimin (plastik berlubang-lubang kotak, yang biasa
digunakan untuk kerajinan sulam tusuk silang). Biasanya 0,5 m kain strimin
bisa dijadikan 6 kantung alas kompos.
- Benang nylon.
- Sekantung kompos. Biasanya dijual ditoko seberat 5 kg atau 10 kg.
pilih yang 5 kg saja, untuk media belajar komposting.
- Sothil dari kayu, untuk mengaduk kompos. Sothil adalah alat untuk
menggoreng.
- Cairan EM4 atau mol yang berfungsi untuk mempercepat proses
pembusukan sampah. Perbandingannya adalah 1 tutup EM4 untuk 1 lt air.
- Pangkal bawang putih yang direndam dalam air dan dimasukkan dalam
botol plastik. Tunggu sekitar 1 minggu, dan langsung bisa digunakan.
Fungsinya adalah untuk mengusir semut dan serangga lainnya.
- Kapur pengusir semut dan serangga yang bisa dibeli di toko-toko.
- Serbuk gergaji yang halus dan yang kasar.
- Plester / isolasi yang biasa digunakan untuk menjilid buku.
- Sampah berupa daun-daun atau kulit buah. Hindari sampah dari produk
hewani (tulang, telur, daging), santan, dan produk yang manis (gula pasir,
gula jawa, gula untuk penderita diabet). Jenis-jenis sampah tersebut
sangat disukai semut.
- Gunting dan pisau untuk mencacah sampah.
- Botol plastik penyemprot cairan. Bila tidak tersedia, maka bisa
menggunakan botol penyemprot cairan yang digunakan untuk menyeterika
pakaian.
- Sarung tangan
Adapun proses pembuatan
kompos dengan metode Keranjang Takekura adalah:
- Persiapan pembuatan
keranjang Takekura: kardus diatur sedemikan rupa
sehingga bagian dalam keranjang plastik tertutup kardus sampai dengan
bagian dasarnya. Agar rapi, kardus itu bisa ditempel dengan plester yang
biasa digunakan untuk menjilid buku. Selanjutnya, kain strimin dipotong
dan ukurannya sesuai dengan dasar keranjang. Bagian tepi kain strimin dijahit
(tidak perlu terlalu rapi) dengan benang nylon untuk menjadi sebuah
kantung. Isi dari kantung adalah serbuk kayu kasar. Kantung dari kain
strimin yang sudah terisi serbuk kayu itu kemudian diletakkan di dasar
keranjang, namun masih di dalam kardus. Fungsi kantung serbuk kayu adalah
untuk menyerap air lindi yang biasanya keluar dari sampah.
- Persiapan sampah yang
akan diolah: sampah daun dipotong kecil-kecil, kira-kira ukurannya 5
cm x 5 cm. Semakin kecil potongannya, semakin cepat daun-daun itu berubah
menjadi kompos. Timbanglah sampah sebelum diolah, dan dibuat daftarnya.
Selanjutnya semprot kumpulan potongan daun itu dengan cairan EM4, kemudian
adonan tersebut dicampur dengan kompos. Bila adonan sampah terlalu basah,
campurkan serbuk kayu yang lembut. Segera masukkan adonan dalam keranjang
Takekura yang sudah siap. Lapisi bagian atas adonan dengan tanah / kompos
setebal 5 cm. Urut-urutan ini dilakukan keesokan harinya untuk sampah
berikutnya, sampai keranjang penuh 75% saja. Bila terlalu penuh maka akan
banyak kompos dan sampah yang tercecer di sekitar lokasi keranjang,
sehingga tempat menjadi kotor. Keranjang Takekura ini diletakkan di
tempat-tempat yang kering (jauh dari air / lembab), juga jauhkan dari
tempat-tempat yang terkena matahari secara langsung.
- Perawatan kompos: Adonan sampah yang sudah masuk di keranjang Takekura harus dirawat.
Cara merawat adalah adonan tersebut diaduk-aduk sekali setiap 2 hari,
dengan menggunakan sothil atau tangan (jangan lupa gunakan sarung tangan).
Perawatan sampah ini penting karena metode Takekura ini adalah metode
pembusukan aerob atau membutuhkan udara / oksigen. Pengelolaan sampah ada
juga yang berdasarkan metode anaerob (tidak membutuhkan oksigen). Dalam
proses perawatan ini juga akan dipantau apakah ada serangga / semut yang
mengganggu adonan, atau adonan terlalu basah / kering. Bila adonan terlalu
basah sehingga muncul belatung, jamur, cacing atau tunas tumbuhan, segera masukkan
serbuk kayu yang halus kemudian diaduk-aduk lagi. Bila terlalu kering
segera semprotkan cairan EM4 atau mol, kemudian diaduk-aduk. Bila ada
semut segera semprotkan cairan fermentasi bawang. Untuk menghindari
serangga, lingkari tempat sekitar Keranjang Takekura dengan kapur anti
serangga. Ciri adonan kompos yang baik adalah tidak terlalu basah dan
tidak terlalu kering. Hal itu bisa dideteksi dari keadaan kardus yang
membungkus adonan. Bila kardusnya lembab maka adonan terlalu basah. Setiap
keranjang hendaknya diberi tanggal pertama kali memasukkan adonan sampai
adonan terakhir. Pencatatan ini penting untuk menentukan masa panen
kompos.
- Memanen kompos: Setelah 40-60 hari, biasanya kompos sudah siap panen. Ciri kompos
yang sudah siap adalah berbau tanah, berwarna hitam, tidak terlalu basah /
kering, dan tidak ada serangganya. Biasanya kompos itu masih ada daun-daun
yang terlalu besar, atau sampah yang kurang sempurna proses pembusukannya
(misalnya kulit buah durian). Agar siap dipakai, maka kompos tersebut
harus disaring. Alat penyaring yang bisa dipakai adalah penyaring pasir
yang besar bentuknya. Berdasarkan pengalaman, alat penyaring pasir itu
merepotkan. Untuk mengatasinya, maka bisa digunakan tutup Keranjang
Takekura yang berlubang-lubang. Kompos yang kasar bisa digunakan kembali
sebagai pemicu adonan sampah berikutnya. Kompos yang sudah halus hendaknya
ditimbang, dikemas dalam kantung, dan siap dijual atau digunakan
sendiri.
Tulisan ini adalah laporan
dari pelaksanaan kerjasama antara UP45 dengan SMP N I Sleman Yogyakarta.
Pelatihan pertama ini dilakukan pada 31 Juli 2019. Fasilitator pelatihan ini
ada 3 orang. Pertama, Bapak Wira Widura, ST., M.Eng. (dosen Prodi Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik, UP45 Yogyakarta). Kedua, Ibu Ai Siti Patimah, ST.,
M.Sc. (alumni Fakultas Teknik UP45 dan juga dosen di Pusat Studi Lingkungan
Hidup, Universitas Papua, Manokwari, Papu Barat). Ketiga, Ibu Arundati Shinta
(dosen Fakultas Psikologi UP45).
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji