Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

AGRESIVITAS DAN KLITHIH


IMPLEMENTASI MOU UP45 DENGAN RADIO SONORA YOGYAKARTA

Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta


Klithih adalah kegiatan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan kriminalitas. Di lingkungan masyarakat Yogyakarta, klithih adalah perilaku mondar-mandir pada malam hari dengan tujuan untuk mencari makan. Bahkan ada sebagain masyarakat Yogya yang menghubungkan perilaku klithih sebagai perilaku mondar-mandir tanpa tujuan sama sekali. Lama-lama perilaku mondar-mandir itu kini bertujuan untuk merusak barang-barang yang dilaluinya, atau menusuk orang-orang yang berpapasan dengannya. Perilaku destruktif ini terjadi tanpa ada alasan yang masuk akal. Barang-barang yang dirusak itu juga tidak menghalang-halangi jalannya pelaku. Orang-orang yang ditusuk juga tidak dikenalnya sama sekali.


Orang-orang yang berperilaku klitih ini cenderung tergabung pada suatu kelompok yang disebut ‘geng’. Isinya biasanya remaja laki-laki usia 12-17 tahun, sehingga mereka masih dikategorikan sebagai anak-anak. Tujuan mereka melakukan klithih adalah agar bisa diterima oleh kelompoknya. Tidak sembarang remaja bisa diterima menjadi anggota geng tersebut. Hanya remaja yang berani saja yang bisa menjadi anggota. Keberanian itu diwujudkan dalam bentuk menusuk sembarang orang yang ditemuinya dengan pedang samurai atau gir rantai sepeda. Bila korban terbunuh atau sampai luka parah, mereka menjadi bangga dan dianggap resmi menjadi anggota geng. Untuk remaja perempuan, persyaratannya kadang berbeda yakni keberanian untuk tidur bersama ketua gang. Bila berani tidur dan mampu memuaskan hasrat seksual ketua geng, maka remaja perempuan itu sudah resmi menjadi anggota geng.

Klitihih dalam hal ini merupakan penyakit masyarakat. Masyarakat sering terganggu dengan klithih karena takut anak-anaknya terlibat dalam kegiatan yang mengerikan ini atau justru menjadi korban. Masyarakat beramai-ramai menginginkan penyakit sosial ini segera diberantas sampai tuntas. Bahkan masyarakat seperti menuntut para psikolog untuk campur tangan dan memberantasnya. Justru inilah persoalan yang menjadi dasar dalam pembahasan kali ini. Artinya, masyarakat mengharapkan psikolog mengatasi perilaku klithih di kalangan anak-anaknya tanpa menyadari bahwa penyebab utama klithih ada di dalam keluarga mereka sendiri. Jadi persoalannya adalah masyarakat menuntut adanya perbaikan dalam sendi-sendi masyarakat tanpa masyarakat itu perlu memperbaiki diri.

Penyebab klithih adalah hubungan sosial dalam keluarga tidak harmonis, pergaulan sosial remaja yang salah, dan adanya masalah akademis yang buruk di sekolah. Remaja yang bermasalah dengan guru, nilai-nilai ujiannya buruk, dan hampir atau bahkan sudah mengalami putus sekolah (drop out) adalah remaja yang sangat rentan menjaid anggota klithih. Anak mengalami putus sekolah karena orangtua tidak mempunyai cukup waktu untuk memperhatikan anak-anaknya. Hal ini terjadi karena beberapa alasan, antara lain:

(1)  Jumlah anak terlalu banyak, apalagi jarak kelahirannya sangat dekat. Situasi seperti ini akan menyebabkan orangtua terlalu sibuk mengurus anak sehingga anak tidak mendapatkan perhatian yang memadai.
(2)  Orangtua sibuk bekerja, bahkan untuk bertemu dan bercengkerama dengan anak saja orangtua tidak mempunyai waktu yang memadai. Situasi ini menyebabkan anak berkembang tanpa ada pengawasan yang memadai. Orangtua sibuk bekerja tidak hanya karena alasan finansial saja, tetapi juga alasan lainnya, misalnya alasan aktualisasi diri.
(3)  Situasi finansial keluarga tidak memadai sehingga orangtua harus bekerja di luar rumah / di luar kota. Figur ayah yang berperan sebagai figur pendisiplin keluarga jarang berada di rumah, sehingga anak merasa tidak ada orang yang ditakuti. Situasi ini akan mengarahkan anak untuk berperilaku tidak disiplin.

Jadi dalam hal ini, persoalan yang harus segera diatasi adalah masyarakat harus segera menciptakan Ketahanan Keluarga. Masyarakat tidak bisa bila hanya menuntut pemerintah untuk menyelesaikan persoalan klithih. Masyarakat harus segera berbenah.

Tulisan ini adalah laporan dari pelaksanaan kerjasama antara UP45 dengan Radio Sonora Yogyakarta. Siaran dengan Radio Sonora ini berlangsung pada 14 Januari 2020, pukul 11.00-12.00. Pada siaran kali ini, pertanyaan yang datang dari para pendengar sangat banyak. Mereka antara lain adalah:
(1)  Bapak Sigit. Beliau sangat antusias dengan tema siaran sehingga menelepon Radio Sonora sampai dua kali. Beliau menekankan bahwa anak-anak harus diawasi dengan ketat ketika berada dalam / luar rumah. Selain itu HP anak juga harus dicek. Lingkungan sosial pergaulan anak juga harus dicek.
(2)  Mas Eko. Beliau mempertanyakan tentang pendampingan dari para psikolog untuk menyelesiakan masalah klithih.
(3)  Mas Aridito. Beliau mengusulkan agar para pendengar terus mengikuti berita-berita dari ICY (Info Cegatan Yogyakarta) di media sosial. Informasi tersebut sangat membantu masyarakat yang terpaksa harus bepergian pada malam hari.
(4)  Mbak Tina di Babarsari Yogyakarta. Beliau menanyakan tentang apa yang harus dilakukan bila bertemua dengan anggota geng klitih.
(5)  Mbak Rani di Jl. Magelang Yogyakarta. Beliau menanyakan tentang tips bila ada anggota keluarga yang menjadi pelaku aksi klithih.
(6)  Ibu Dewi di Baciro Yogyakarta. Beliau menanyakan tentang cara-cara mengatasi klithih.
(7)  Bapak Bambang Knalpot. Beliau menanyakan tentang korelasi antara rokok dan agresivitas.
(8)  Mbak Heni di Kotagede Yogyakarta, yang menanyakan tentang tips-tips untuk mengatasi klithih.
(9)  Ibu Lusi di Sleman, yang menanyakan tentang siapa saja yang bertanggung jawab terhadap munculnya aksi klithih.
(10)               Ibu Tika di Cupuwatu Yogyakarta, yang menanyakan tentang cara mengatasi persoalan di keluarga bila ada anggota keluarga yang emnjadi pelaku / korban dari klithih.

Daftar pertanyaan yang muncul sebenarnya bisa lebih banyak lagi, namun tidak bisa semuanya dibahas. Hal ini karena keterbatasan waktu siaran. Adapun punggawa siaran kali ini selain saya adalah Ibu Lia Yunita, ST., M.Pd. (Kaprodi Teknik Perminyakan UP45) dan Ibu Anastasia Neni C.P. S.Si., M.Eng. (dosen Teknik Perminyakan UP45). Ibu Lia berpartisipasi dalam siaran ini karena adanya kepedulian pada masalah-masalah sosial di Yogyakarta. Sumbangan Ibu Lia yang nyata adalah dengan mendidik anak-anaknya dengan penuh perhatian sehingga mereka tidak terjerumus dalam kegiatan klithih. Ibu Neni terlibat dalam siaran ini selain karena alasan kepedulian sosial, juga karena beliau ingin berbagi pengalaman tentang tips-tips bila harus bepergian pada malam hari. Adapun penyiar dari Radio Sonora kali ini yang bertugas adalah Ibu Reni.



Post a Comment

0 Comments