Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

MENDIDIK ANAK UNTUK TIDAK PERAGU


IMPLEMENTASI MOU DENGAN RADIO SONORA DENGAN UP45

Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta

Peragu adalah karakteristik bagi orang-orang yang sukar mengambil keputusan. Keputusan yang diambil oleh orang-orang peragu ini sering kali berkualitas rendah, dan juga berubah-ubah berdasarkan pendapat orang-orang di sekelilingnya yang vokal. Artinya orang peragu ini akan berperilaku sesuai dengan keinginan orang-orang yang dominan. Bila orang dominan ini bisa diandalkan perilakunya, maka orang-orang peragu ini akan baik-baik saja nasibnya. Situasi ini ibaratnya adalah orang peragu menjadi corong bagi orang-orang dominan. Contoh perilaku orang-orang peragu itu adalah ketika memilih suatu barang di toko swalayan. Ia membanding-bandingkan harga barang-barang yang dipajang di toko dengan toko lainnya dengan cara menghitung-hitung perbandingan harga sambil memencet-mencet kalkulator yang dibawanya. Sebetulnya menjadi ragu-ragu adalah sangat manusiawi, karena seseorang tidak mungkin menjadi tegas dalam semua persoalan. Ia tidak mungkin menguasai semua permasalahan dan mempunyai sangat banyak informasi. Meskipun demikian, janganlah seseorang menjadi ragu-ragu untuk hampir semua permasalahan.


Persoalan yang berhubungan dengan karakteristik peragu pada anak-anak adalah kelak mereka menjadi pemimpin bangsa. Bila seorang pemimpin berkarakter peragu maka masyarakat yang dipimpin juga akan kebingungan. Bagi masyarakat Indonesia yang bersifat patronklien atau sangat bergantung pada pemimpinnya, bila mendapatkan pemimpin yang peragu maka masyarakat tersebut akan sulit untuk berprestasi. Nasib masyarakat dengan pemimpin peragu akan bergantung pada kebijaksanaan orang-orang kuat di sekeliling pemimpin peragu. Orang-orang kuat itu adalah pembisik pemimpin. Agar posisi pembisik itu lestari, maka sering kali materi bisikannya adalah ABS (Asal Bapak Senang). Situasi seperti inilah yang ingin dihindari agar masyarakat pada masa depan tidak mempunyai persediaan pemimpin peragu.

Mengapa seorang anak menjadi peragu? Peragu merupakan karakteristik yang diajarkan orangtua melalui modeling. Artinya seorang anak menjadi peragu karena melihat orangtuanya juga peragu. Contoh perilaku akan lebih kuat tertanam dalam benak anak daripada nasehat / omongan orangtua.

Bagaimana mendidik anak untuk tidak menjadi peragu? Pendidikan anak agar menjadi tegas / komitmen terhadap pilihannya sebetulnya merupakan pendidikan dalam mengambil keputusan yang tepat. Langkah pertama dalam pendidikan tersebut adalah anak diajak berdiskusi untuk melihat ada permasalahan serius. Menemukan masalah ini sangat tidak mudah, karena belum tentu orang-orang mampu menemukannya. Pada tahap ini anak diajak untuk melihat hubungan antara sebab dan akibat. Selanjutnya, akibat yang terjadi itu kemudian dibandingkan dengan hal-hal yang bagus / ideal. Perbandingan yang kontras akan menyebabkan anak paham bahwa akibat tersebut benar-benar buruk.

Langkah selanjutnya adalah berikan alternatif solusi, dan doronglah anak untuk berani mengambil keputusan. Apa pun keputusan anak, hendaknya selalu didukung sehingga anak belajar untuk menjadi bertanggung jawab. Dalam situasi ini pengarahan dan penjelasan dari orangtua sangat dibutuhkan anak untuk melihat adanya permasalahan dan pemilihan alternatif solusi.

Contohnya adalah peristiwa tembok yang dicoret-coret anak. Anak akan merasa mencoret-coret tembok adalah hal yang biasa (bukan masalah). Dalam hal ini, bijaksananya, orangtua tidak langsung marah. Orangtua bisa menjelaskan dengan sabar bahwa tembok menjadi penuh gambar (jangan katakan tembok kotor), karena anak senang menggambar. Selanjutnya bandingkan tembok bergambar tersebut dengan tembok yang bersih, dan tanyakan anak lebih senang tembok yang mana. Anak akan cenderung senang dengan tembok yang bersih. Meskipun demikian, kebiasaan mencoret-coret (perilaku menggambar pada anak) tersebut hendaknya tidak dimatikan. Caranya yaitu dengan menunjukkan kumpulan gambar anak-anak yang bagus. Tawarkan apakah anak ingin mempunyai koleksi gambar seperti ini di kertas atau di tembok (alternatif solusi). Kalau menggambar di tembok maka tidak bisa tahan lama dan ruangan menjadi kotor. Tawarkan kertas gambar yang lebar dan pensil / pastel warna-warni. Jadi dalam situasi tersebut, potensi anak dalam menggambar tidak dimatikan dan sekaligus permasalahan dinding kotor bisa terselesaikan dengan bijaksana.

Tulisan ini adalah laporan siaran di Radio Sonora Kotabaru Yogyakarta, yang terlaksana pada 31 Desember 2019. Siaran ini bisa berlangsung karena adanya MOU antara Fakultas Psikologi UP45 dengan Radio Sonora Yogyakarta. Tema siaran adalah mendidik anak untuk tidak menjadi peragu. Pada siaran kali ini, ada banyak pertanyaan pendengar, diantaranya adalah:

  1. Bapak Armunanto dari Kotabaru Yogyakarta, yang menanyakan tentang adanya kesulitan memilih pacar. Hal ini terjadi pada anaknya yang berusia 21 tahun. Beliau risau karena anaknya sering dicap masyarakat sebagai playboy atau orang yang suka memainkan perasaan banyak perempuan teman-temannya.

  1. Ibu Amalia di Jl. Solo Yogyakarta yang menanyakan bahwa anaknya justru sering berperilaku nekat dan akibat dari keputusan yang impulsif itu adalah peristiwa-peristiwa yang fatal akibatnya.

  1. Bapak Ikromil di Condong Catur Yogyakarta yang menanyakan bahwa anaknya justru sering mengambil keputusan berdasarkan pendapat teman-temannya. Padahal pendapat teman-temannya itu belum tentu benar / bijaksana. Ide solusi tidak berasal dari dalam dirinya.

Siaran kali ini terasa istimewa karena pendengar pertama yakni Bapak Armunanto memberikan apresiasi serta menyarankan pihak managemen Radio Sonora untuk melestarikan acara konsultasi psikologi ini. Adapun punggawa siaran kali ini adalah 2 mahasiswa cemerlang dari Fakultas Hukum yakni Suci dan Indri. Adapun pembawa acara siaran ini adalah Mas Hasta. 










Post a Comment

0 Comments