Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

MENUMBUH KEMBANGKAN SIKAP TOLERANSI PADA ANAK SEBAGAI UAPAYA MENCEGAH PERILAKU PRASANGKA DAN DISKRIMINATIF


IMPLEMENTASI MOU UP45 DENGAN RADIO SONORA YOGYAKARTA

Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta


Pembentukan sikap toleransi pada anak adalah membiasakan anak untuk mampu menghadapi perbedaan dengan tenang. Perbedaan itu bisa saja berarti agama, jenis kelamin, status sosial, dan sebagainya. Hal ini penting karena anak-anak sering kali dibiasakan oleh orangtua untuk selalu berada dalam situasi yang aman / tidak ada ancaman berarti / tidak ada gangguan. Orangtua sering mengidentikkan situasi aman dengan cara menempatkan anak pada situasi yang sama dengan di rumah. Suasana di rumah berarti segala sesuatu akan sama, sehingga mudah dikendalikan bila terjadi perbedaan yang menakutkan. Jadi orangtua menekankan bahwa perbedaan itu menakutkan dan harus dihindari / ditolak.


Pentingnya sikap toleransi yang harus diajarkan pada anak-anak semenjak usia dini adalah bahwa Indonesia terdiri atas lebih dari 17.000 suku, dan bahasa daerahnya amat sangat beragam. Konsekuensinya, agama yang dianut penduduk juga beragam. Kebiasaan-kebiasaan setiap hari juga berbeda-beda. Seiring dengan kemajuan jaman, maka orang-orang akan berpencar untuk berkarya membangun bangsa. Dampaknya, orang-orang pasti akan berinteraksi dengan teman-teman sekerja yang juga berbeda-beda etnis, agama, bahasa, status sosial ekonomi, dan sebagainya. Bila orang-orang tersebut tidak dipersiapkan semenjak dini, maka mereka kelak akan sulit dalam beradaptasi dengan lingkungan kerja dan lingkungan tempat tinggal yang heterogen. Reaksi orang-orang yang kurang mampu bertoleransi antara lain hanya mau bergaul dengan orang-orang yang serupa dengan mereka. Situasi seperti ini tentu saja tidak sehat.

Dampak serius bila anak-anak muda tidak mempunyai ketrampilan sosial bertoleransi adalah mereka sangat mudah berprasangka. Setelah prasangka maka dampak serius berikutnya adalah diskriminasi. Situasi ini akan sangat menyedihkan, ketika generasi muda kebetulan berkedudukan tinggi dan mempunyai kekuasaan yang luas. Mereka akan berperilaku yang diskriminatif terhadap orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya. Sungguh tidak nyaman situasi kerja seperti itu.

Bagaimana cara mendidik anak agar mempunyai kemampuan bertoleransi? Sederhana saja, yakni perkenalkan anak-anak dengan orang-orang yang berbeda. Orang-orang yang berbeda itu bisa dijumpai antara lain di panti asuhan, panti jompo, pasar, dan sebagainya. Contoh kegiatan yakni anak-anak yang beragama A bisa diajak untuk mengunjungi tempat ibadah agama B. Di tempat baru tersebut anak-anak boleh bertanya apa saja yang ebrkaitan dengan agama B. Begtu juga bila mengunjungi panti asuhan, anak-anak diperkenalkan pada anak-anak yang berbeda lingkungan hidupnya, yang tidak mempunyai orangtua, dan yang berbeda status sosial ekonominya. Begitulah seterusnya, sehingga anak-anak itu mengenal situasi sosial yang berbeda-beda dengan lingkungan hidupnya sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pepatah ‘tidak keal maka tidak sayang’.

Adapun punggawa siaran kali ini adalah Bapak Fx. Wahyu Widiantoro, S.Psi., MA., Bapak Yudha Andri Rianto, S.Psi., dan Ibu Putriana Nuraini, S.S., MM. Bapak Wahyu adalah dosen Psikologi UP45. Bapak Yudha Andri kini adalah Kepala Sekolah Cita Loka Yogyakarta, sekolah yang selalu dirindukan apra orangtua yang berpikiran maju. Ibu Putri adalah dosen Fakultas Ekonomi Manajemen UP45.

Tulisan ini adalah laporan dari pelaksanaan kerjasama antara UP45 dengan Radio Sonora Yogyakarta. Siaran dengan Radio Sonora ini berlangsung pada 3 September 2019, pukul 10.00-11.00. Pada siaran kali ini, pertanyaan yang datang dari para pendengar jumlahnya sangat banyak, mengingat nara sumbernya piawai dalam mengantarkan pesan-pesannya.




Post a Comment

0 Comments