IMPLEMENTASI
MOU UP45 DENGAN RADIO SONORA YOGYAKARTA
Arundati
Shinta
Fakultas
Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta
Membentuk karakter pada anak
adalah kewajiban orangtua, guru, dan masyarakat. Membentuk karakter anak
berarti anak dididik (dibiasakan) untuk mempunyai kebiasaan yang sesuai dengan
standar orangtua. Orangtua kadangkala kebingungan dengan standar karakter yang
baik. Untuk mengatasinya, maka orangtua sering menggunakan standar pendidikan
yang dulu pernah diterima dari orangtuanya sendiri. Standar lain yang biasa
dipakai oleh orangtua yang sedang kebingungan adalah melihat pola pendidikan
yang ada di masyarakat. Bila masyarakat mendidikan anak-anaknya dengan pola A,
misalnya, maka orangtua akan menirunya.
Persoalan yang muncul dengan
standar karakter adalah bahwa anak (yang menjadi target pendidikan) sering
merasa standar dari orangtua begitu jadul dan kuno. Hal ini biasa terjadi bila
referensi orangtua adalah pendidikan yang diterimanya pada masa lampau. Persoalan
kedua tentang standar pendidikan karakter adalah referensi orangtua tertuju pada
kondisi masyarakat yang dihadapinya. Bila masyarakat beramai-ramai menetapkan
pola pendidikan A, maka orangtua segera menirunya tanpa adanya evaluasi
kesesuaian dengan kondisi kelaurga. Persoalan yang muncul adalah anak bingung
dan orangtua juga bingung. Hal ini karena orangtua sebagai sumber panutan anak,
ternyata tidak menguasai pola pendidikan A. Orangtua bisanya hanya memerintah
anak saja tanpa bisa memberikan suri tauladan.
Di tengah-tengah kebingungan
tentang memilih standar pendidikan karakter itu, orangtua sebenarnya sudah
punya pengalaman tentang pendidikan karakter yang mudah mendapatkannya. Cara mendapatkannya
yaitu dengan melalui alat permainan. Pada masa lampau, alat permainan tidak
banyak dan mayoritas menggunakan bahan-bahan alami yang mudah lapuk. Misalnya kulit
jeruk untuk mainan kereta. Bila orangtua sekarang ini tetap menggunakan kulit
jeruk untuk membuat maianan bagi anak-anaknya yang milineal, tentu orangtua
akan ditertawakan. Sungguh jadul usaha-usaha seperti itu. Untuk mengatasinya,
maka orangtua bisa mencari di berbagai toko mainan. Mungkin yang paling sesuai
untuk pendidikan karakter adalah permainan lego (merakit sebuah bentuk). Berdasarkan
permainan lego tersebut, anak kemudian bisa diajarkan membuat kapal tradisional,
binatang, rumah atau bentuk yang lain. Intinya adalah pendampingan orangtua
pada anak.
Cara lain dalam pendidikan
karakter adalah dengan kegiatan bermain bersama. Hal ini jarang dilakukan
orangtua akrena ketiadaan waktu dan juga ketiadaan ruang yang memadai untuk
bergerak bebas. Untuk mengatasinya maka orangtua bisa mengajak anaknya ke ruang
terbuka yang ada di sekeliling rumah dan bermain tradisonal misalnya petak
umpet, engklek, main kelereng, dan sebagainya. Kegiatan bermain tersebut akan
melatih psikomotorik anak, melatih kreativitas anak, dan juga mendekatkan
hubungan sosial anak dengan orangtua.
Adapun
punggawa siaran kali ini adalah Bapak Fx. Wahyu Widiantoro, S.Psi., MA., Bapak Yudha
Andri Rianto, S.Psi., dan Bapak Godlief Nataniel Tiwery, S.Psi. Dua nara sumber
terakhir adalah alumni yang sukses dari Fakultas Psikologi UP45. Bapak Yudha
Andri kini adalah Kepala Sekolah Cita Loka Yogyakarta, sekolah yang selalu
dirindukan apra orangtua yang berpikiran maju. Bapak Godlief adalah guru BK
(Bimbingan dan Konseling) di SMKN Pertanian & Peternakan PP Babar, Jl.
Karang Panjang Tepa, RT/RW 0/0, Kelurahan Tepa, Kecamatan Pulau-pulai Babar,
Kabupaten Maluku Barat Daya, Propinsi Maluku. Guru BK tersebut
selalu menjadi tujuan bagi orang-orang yang sedang kebingungan dalam mendidik
anak.
Tulisan ini adalah laporan dari pelaksanaan kerjasama antara
UP45 dengan Radio Sonora Yogyakarta. Siaran
dengan Radio Sonora ini berlangsung pada 20 Agustus 2019, pukul 10.00-11.00.
Pada siaran kali ini, pertanyaan yang datang dari para pendengar jumlahnya sangat
banyak, mengingat nara sumbernya piawai dalam mengantarkan pesan-pesannya.
0 Comments
Tidak diperbolehkan adanya unsur sara dan kata-kata yang kurang terpuji