Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

VIRUS KEBENCIAN PADA ANAK-ANAK DAN FENOMENA BULLYING


IMPLEMENTASI MOU UP45 DENGAN RADIO SONORA YOGYAKARTA

Arundati Shinta
Fakultas Psikologi Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta


Bullying secara harafiah, berasal dari kata bull atau banteng yang berarti banteng yang senang merunduk kesana kemari. Sinonim bullying dalam bahasa Indonesia adalah perundungan yang berarti mengganggu orang lain yang lebih lemah posisinya, fisiknya, maupun keadaan psikhisnya (Zakiyah, Humaedi & Santoso, 2017). Gangguan tersebut bisa dalam bentuk verbal maupun fisik. Gangguan dalam bentuk fisik misalnya menempeleng, memukul, menendang bahkan bisa juga membunuh. Gangguan dalam bentuk verbal  bisa berbentuk tulisan atau perkataan langsung. Gangguan dalam bentuk tulisan / gambar yang bermakna ejekan, hujatan, hinaan, blackmail, dan ungkapan kemarahan di media sosial dan dinding, atau media lainnya yang bisa diberi tulisan / gambar. Gangguan dalam bentuk verbal bisa dilakukan secara langsung berhadapan antara pelaku dan korban, atau melalui media lainnya misalnya telepon. Perundungan ini bisa dilakukan siapa saja, mulai dari tokoh masyarakat, orangtua, guru, dan anak-anak. Identitas demografi pelaku perundungan bisa berdasarkan agama, gender, pendidikan, etnis, dan status perkawinan.


Persoalan tentang perundungan biasanya berhubungan dengan korban. Korban perundungan adalah pihak yang lemah, tidak berani mengadu kepada orang-orang yang lebih superior dan dipersepsikan baik di masyarakat. Orang-orang superior tersebut misalnya orangtua, guru, tokoh agama, tokoh masyarakat dan pejabat. Korban tersudut, dan bila tidak segera ditolong maka mungkin saja mereka mengakhiri hidupnya. Menurut korban, kematian adalah cara terbaik dan tercepat untuk mengakhiri penderitaannya.

Selain tidak berani melapor kepada pihak berwenang, para korban perundungan mempunyai beberapa karakteristik lainnya. Sering kali, mereka mempunyai ciri fisik yang khas seperti berkebutuhan khusus dan mempunyai cacat fisik. Oleh karena berasal dari etnis minoritas, maka target perundungan juga mempunyai ciri khas seperti mata sipit, kulit berwarna gelap dan rambut keriting. Ciri lain yang menonjol pada korban perundungan adalah justru pada psikhisnya. Mereka sering kali menarik diri dari pergaulan dengan teman-temannya, depresi, cemas, dan tidak senang dengan situasi baru, kurang bahagia, sulit beradaptasi dengan lingkungan baru, memiliki sedikit sahabat, terlalu sensitif, hati-hati, dan pendiam. Anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa, anak orang kaya dan anak yang sangat berbakat dalam ketrampilan yang mengagumkan, ternyata juga bisa menjadi target perundungan (Zakiyah, et al., 2017). Oleh karena tidak bisa menguasai lingkungan, maka mereka menjadi target empuk dalam fenomena perundungan ini.

Jadi sebenarnya perundungan adalah penindasan yang dilakukan oleh pihak mayoritas terhadap pihak minoritas. Pihak mayoritas bisa saja berasal dari etnis tertentu, agama tertentu, status sosial ekonomi tertentu, kepemilikan ketrampilan tertentu, kepemilikan massa, dan sebagainya. Pihak mayoritas mampu menggunakan kekuasaannya dan mengerahkan massanya untuk melakukan perundungan (penindasan) kepada seseorang / sekelompok orang minoritas.

Apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi perundungan pada anak-anak? Dalam hal ini pihak orangtua dan guru harus waspada terhadap perubahan perilaku anak-anak. Semakin orangtua dan guru berkomitmen mendidik, maka semakin mereka jeli pada keadaan psikhis anak-anaknya. Harus juga disadari bahwa sebenarnya anak yang menjadi pelaku perundungan hanya meniru perilaku orang-orang di sekitarnya dalam melakukan kekerasan, termasuk para orangtua, guru, teman sebaya dan media massa.

Adapun punggawa siaran kali ini adalah Bapak Andri Prasetya Nugroho, S.Si., M.Sc. (dosen Prodi Teknik Lingkungan UP45), Ibu Sapriani Gustina, S.Kom., M.Kom. (Kaprodi Teknologi Informasi UP45) dan Ibu Arundati Shinta (dosen Prodi Psikologi UP45). Bapak Andri berpartisipasi dalam acara ini karena beliau mempunyai dua putra dan sangat peduli pada pendidikan anak. Beliau sangat mengharapkan putra-putranya aman dari fenomena perundungan. Selain itu, beliau juga sangat menjaga lingkungan rumah dan tempat kerjanya agar tidak kumuh dan tidak ada smpah yang bertebaran. Ini penting karena kekumuhan dan kemiskinan akrab dengan fenomena perundungan (Zakiyah, et al., 2017). Ibu Tina berpartisipasi dalam acara ini karena beliau piawai dalam cyber bullying berikut cara-cara menangkalnya. Ibu Tina sangat peduli pada kesehatan mental anak-anak yang termasuk generasi milineal serta rentan terhadap cyber bullying.

Tulisan ini adalah laporan dari pelaksanaan kerjasama antara UP45 dengan Radio Sonora Yogyakarta. Siaran dengan Radio Sonora ini berlangsung pada 25 Februari 2020, pukul 11.00-12.00. Pada siaran kali ini, pertanyaan yang datang dari para pendengar jumlahnya sangat banyak (9 penanya), mengingat nara sumbernya piawai dalam mengantarkan pesan-pesannya. Ada 3 penanya yang bisa ditanggapi yakni:

Ø  Bapak Haris dari Gedong Kuning Yogyakarta, yang menanyakan tentang cara-cara mendidik orangtua agar anak-anaknya tidak terbiasa mengejek teman-temannya.
Ø  Ibu Yuni di Kasihan Bantul, yang menanyakan tentang cara-cara mengidentifikasi korban bullying mengingat anak-anak tersebut sangat tertutup.
Ø  Mas A dari Yogyakarta, yang justru mengatakan bahwa bullying bisa mengembangkan potensi seseorang.


Daftar pustaka

Zakiyah, E.Z., Humaedi, S. & Santoso, M.B. (2017). Faktor yang mempengaruhi remaja dalam melakukan bullying. Jurnal Penelitian & PPM. Juli. 4(2), 129-389.
http://journal.unpad.ac.id/prosiding/article/viewFile/14352/6931


Post a Comment

0 Comments